1| Kana
1| Kana
Tok tok tok
Gadis dengan rambut lurus sebahu melongok ke arah suara ketukan. Jeruk yang baru digigitnya setengah itu cepat-cepat ia makan, membuat mulutnya penuh seketika. Gadis itu dengan enggan terbangun dari bermalas-malasan, beranjak meninggalkan bantal super besar yang sejak tadi ia peluk di karpet ruang tengah. "Siapa yang rajin dateng pagi-pagi gini di hari libur?" tanyanya pada diri sendiri dengan mulut penuh jeruk.
Tok tok tok
Suara itu berbunyi lagi. Nira--si gadis pemakan jeruk--membenarkan letak helaian poni rambutnya. Kemudian mengibas sisa-sisa serat jeruk yang menempel di kaos abu bertuliskan Batman yang ia kenakan, seraya berjalan menuju pintu utama rumah. Beberapa detik Nira butuhkan untuk menghela napas, meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia cukup pantas untuk menyambut tamu.
Jemari lentik Nira membuka pintu. Seorang laki-laki berkulit kecokelatan melekukkan bibirnya tersenyum menyambut kehadiran Nira, membuat Nira diam sekian detik membeku. "K-Kak Fai?" tanya Nira pelan yang akhirnya bisa bernapas juga.
Pria yang dipanggil Fai itu mengangguk tanda menyapa--masih tersenyum tanpa menampilkan deretan gigi putihnya. Meskipun jarak Nira dengan Fai terpaut beberapa jengkal, Nira masih sangat bisa merasakan minyak wangi yang menyeruak penciumannya. Wangi itu meninggalkan kesan damai tersendiri untuk Nira. "Cari ... Kak Kana?" tanya Nira kemudian.
Fai mengangguk mantap, membuat Nira menghela napas pelan. "Kakak masuk dulu aja ya, nanti Nira panggilin Kak Kana di atas," ujar Nira seraya mundur dan membuka pintu lebih lebar. Fai membenarkan letak gendongan tas ransel hitamnya sebelum akhirnya masuk ke ruang tengah--mengikuti langkah Nira.
Nira seketika menghentikan langkahnya, terperangah melihat pemandangan tidak mengenakkan pada karpet depan televisi yang tadi ia tinggalkan. "A-anu Kak, maaf ya, hmm ... anu ... agak berantakan." Nira terkekeh seraya mendekatkan ibu jari dan telunjuknya menyerupai tanda secuil. Pria bertubuh tinggi itu hanya tersenyum menanggapi Nira--menampilkan lesung pipi tipisnya.
Nira cepat-cepat melangkah ke arah karpet, mengambil majalah-majalah dan bungkus makanan yang tercecer di sana. Tanpa suara, Fai membungkukkan diri, mengambil bantal-bantal yang tergeletak lalu mengembalikannya ke sofa. Diam-diam, Nira tersenyum kecil melihat Fai yang membantunya tanpa banyak bicara.
"Ehhh, Fai udah dateng?" Suara seorang gadis terdengar dari arah tangga--dekat ruang tengah, membuat Nira dan Fai menoleh spontan kemudian mendapati gadis berkaos abu polos dan celana pendek sepaha berjalan ke arah mereka berdua.
"Kak Kana, nih Kak Fai udah dateng daritadi. Diem di kamar terus sih kayak bertelur," cibir Nira setelah selesai memasukkan seluruh sampah ke dalam kantung plastik hitam. Nira berjalan ke arah dapur untuk membuang plastik tersebut, meninggalkan kakak satu-satunya itu berduaan bersama Fai.
Kana yang hanya terkekeh menanggapi Nira beralih duduk di sofa terdekat, diikuti Fai di sampingnya. "Hmm, pasti adik aku berantakin ruang tengah lagi ya?" tanyanya sambil membenarkan letak kacamata. Fai tersenyum lalu menggeleng. "Pasti dia tadi nyemilin jeruk lagi ya?" Kana bertanya lagi seraya menarik bantal sofa dan memeluknya. Fai lagi-lagi hanya tersenyum sambil menggeleng.
"Selalu kan Fai irit ngomong," cibir Kana cemberut memonyongkan bibir merahnya. Wajahnya berpaling sedikit, mengibaskan rambut panjang hitamnya. Kana pura-pura membuang muka.
Fai mengangkat tangan kanannya, lalu mengacak puncak kepala Kana perlahan. Mengacak yang tidak seperti mengacak. Mengacak yang dilakukan lebih ... lembut dan hangat. "Bawa bukunya ke bawah, kita ngerjain tugas," ucap Fai yang kemudian lagi-lagi tersenyum, menampilkan senyuman ala Fai yang khas.
Kana menekuk bibirnya pura-pura sebal.
***
Kacamata berlensa besar yang Kana kenakan berkali-kali hampir melorot. Hal tersebut cukup mengganggu mengingat Kana kali ini terlihat sangat fokus pada pekerjaannya. Tiba-tiba, dahi Kana mengkerut seraya berhenti menulis. Dirinya seperti mendapati sesuatu yang nampak aneh. "Nomor empat bagian b, jawaban aku beda banget sama kamu." Kana melongok halaman yang sudah penuh tulisan pada buku Fai.
Fai melirik hasil pekerjaan Kana, kemudian nampak berpikir. Pandangannya menyapu meja ruang tengah yang sudah berantakan dengan buku-buku terbuka, kertas bercecer, serta alat tulis yang disimpan tidak beraturan. Tangannya meraih satu buku tebal kemudian membuka salah satu halaman. Tuk tuk. Tangan Fai mengetuk salah satu baris pada buku, membuat Kana menelaahnya.
"Oh iya bener juga. Aku ternyata salah teori. Harusnya aku pake teori yang ini, eh malah yang ini. Duh, gimana sih kamu Kana!" Kana merutuki dirinya sendiri, memukul-mukulkan pulpennya ke kepala. Sekian detik kemudian dirinya kembali menulis-nulis buku catatannya bersemangat. Membuat Fai tersenyum melihatnya.
Fai menahan dagunya dengan tangan yang bertengger di meja, lalu memokuskan perhatian matanya pada Kana. Fai diam-diam mengamati bibir mungil Kana yang berkomat-kamit mengeja tulisan. Saking seriusnya, Kana seperti tidak menyadari Fai yang terkekeh melihatnya. Tatapan Fai perlahan melembut, mengulas senyumnya semakin melebar.
"Nah selesai, cobain cek dong Fai." Fai tersadar kikuk saat Kana tiba-tiba menyodorkan hasil tulisannya. Kana menarik-narik alisnya, berharap Fai memenuhi permintaannya.
Fai berdehem kemudian meraih ringan buku Kana. Mata Fai bergerak dari kiri kek kanan berulang-ulang, memeriksa baris-perbaris hasil tangan Kana. Tuk tuk. Fai menunjuk baris yang paling bawah.
"Kenapa? Salah hitung lagi?" tanya Kana yang dibalas anggukan. "Duh, udah tiga jam gini tugasku gak kelar-kelar. Kamu enak, Fai. Ngerjain satu jam udah langsung beres semua gitu." Kana merebahkan punggungnya pada bagian bawah sofa. "Kenapa sih Mekanika Fluida ini harus jadi mata kuliah yang susah?" keluh Kana.
Fai tersenyum simpul. "Jangan mikir jauh buat jadi lulusan Teknik Mesin kalau Mekanika Fluida aja udah ngeluh," ujar Fai seraya mencubit sebelah pipi Kana yang sedang cemberut.
Kana menegakkan duduknya seraya berujar, "Iya! Bener banget." Kana menepuk-nepuk pipinya pelan. "Ayo Kana! Kamu pasti bisa! Ini tuh baru tingkat dua. Perjalanan jadi mahasiswa teknik mesin masih jauh. Kamu ... enggak ... boleh ... nyerah!" Kana mendengus mantap berkepal tangan setelah bermonolog ria dengan begitu dramanya.
Fai terkekeh melihat perilaku sahabat dekatnya itu. Melihat kacamata Kana semakin melorot, Fai mendorongnya perlahan. "Mau diajarin?"
Kana menoleh lalu berseru, "Daritadi tadi kek Faaai!" Kedua tangan Kana sudah bertengger ganas di pipi kanan-kiri Fai, mencubitnya dengan gemas. Fai terkekeh sambil mengerutkan dahi karena kesakitan.
***
"Pada pipa kapiler gejala tersebut menyebabkan zat cair naik lebih tinggi, atau turun rendah dari bidang datar. Ini yang disebut kapileritas atau meniskus. Untuk pipa-gelas dengan diameter d kenaikan atau penurunannya dinyatakan dengan h sama dengan k dibagi d. Jadi untuk soal yang ini kita tinggal cari--," Fai melirik Kana dengan rasa curiga. "Nah kan gak merhatiin," ujar Fai seraya mencubit lagi pipi Kana yang kini sedang sibuk makan keripik.
Kana terkekeh. "Bentar Fai, kita kan belum makan. Aku laper. Kamu emang gak laper?" Seperti tidak menunggu jawaban atas pertanyaannya itu, Kana beralih menyodorkan sepotong keripik yang ada di tanganya. "Nih aaa," perintah Kana untuk Fai membuka mulut.
Fai yang sedari tadi menekuk bibirnya menurut juga, memakan keripik kentang dari tangan Kana. "Enak kan?" tanya Kana yang disambut dengan anggukan sok serius dari Fai. Fai berusahan merebut bungkus keripik dari tangan Kana, namun Kana menghindarkannya. "Cieee ikutan laper cieee." Kana terkekeh. Fai terus berusaha merebut, sedangkan Kana berusaha menghindar. Jarak keduanya menjadi cukup dekat.
"Kalian masih ngerjain tu--" Nira yang baru turun dari tangga tiba-tiba menghentikan ucapannya saat ia mendapati Kana yang posisinya sudah seperti akan dipeluk Fai. "Kalian masih ngerjain tugas?" ulang Nira.
Fai kembali ke posisi duduknya--sama halnya dengan Kana. Kana terkekeh. "Masih nih Nir biasa lah soalnya susah. Kamu udah ngerjain Kalkulus kamu?" tanya Kana balik.
"Um ... belum selesai," jawab Nira dengan wajah datar.
Kana hanya mengangguk-angguk hingga Nira kemudian kembali melangkah menaiki tangga. Nira diam-diam menoleh, kemudian menghela napas saat kembali mendapati kakaknya dan Fai sedang kembali becanda.
***
"Makasih ya Fai udah bantuin ngerjain Mekflu. Besok di kelas jangan lupa ingetin aku buat fotokopi catetan kamu yang tadi." Kana membenarkan letak kacamata berlensa besar yang bertengger manis di sela matanya.
Fai menarik resleting tas ranselnya kemudian mengangguk.
"Eh sebentar, aku kayaknya lupain sesuatu deh." Kana memutar kedua bola matanya mencoba untuk mengingat-ingat. "Kayaknya ada yang mau aku ceritain ke kamu. Masalah penting dan kamu harus banget tau. Hmm, apa yah?"
Fai mendorong pelan kacamata Kana yang mulai melorot dengan tangan kananya. "Pikun," ujar Fai seraya terkekeh.
"Duh sebentar. Aku tau ini udah mau jam enam sore, tapi please tunggu aku buat nginget-nginet dulu." Kana mencegah tangan Fai agar tidak dulu beranjak dari duduknya, membuat Fai tersenyum simpul.
"Hmm," jawab Fai singkat kemudian diam. Ia kembali duduk bersila dan melipat tangan menunggu Kana mengumpulkan ingatannya dengan sabar.
"OH IYA," celetuk Kana tiba-tiba setelah beberapa menit berlalu. Pancaran mata Kana seketika terlihat berbinar. Kana seperti merasa senang. Rautnya menampilkan keceriaan.
***
---------------
Anny's note:
Aku gak jago bikin cerita kepo-able sejak awal. Hahaha. Aku cuman mau ngasih tau kalau cerita ini semakin ke sana semakin banyak kejutannya xD
Silakan beri vote saat suka, dan tinggalkan kesan, saran, pesan di komentar :) makasih~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro