Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3


Sudah seminggu ini Junio berada di lingkungan perusahaan keluarganya. Nio yang terbiasa tampil cuek dengan celana jeans dan rambut dibiarkan tergerai serta kaos oblong mau tak mau harus tampil rapi berjas lengkap, rambut ia ikat rapi ke belakang. Tubuhnya yang menjulang langsung terlihat diantara para karyawan yang menyapanya ramah saat ia menuju ruangannya.

Sekretaris Junio, Cantika, banyak memberikan penjelasan pada Junio apa yang harus ia lakukan.

"Bapak bisa bertanya pada Ibu Stevi, wakil Bapak jika penjelasan saya dirasa kurang."

"Nggak lah, aku lebih enak ngomong sama kamu saja."

"Baik, Pak."

"Eh, satu lagi, ini sudah seminggu ya, boleh aku kasi masukan tentang kamu?"

"Boleh."

"Mulai besok, pakailah baju yang agak longgar, biar badan kamu lebih sehat, dan peredaran darah lebih lancar."

Wajah Cantika bersemu merah, baru kali ini ada bos yang sampe urusan baju jadi perhatian.

"Baik, Pak, akan saya perhatikan, permisi."

"Silakan."

"Hmmm ... selera bos payah, masa baju dengan model keren dibilang bikin badan gak sehat, malah ini jadi kelihatan sehat semuanya jadi kelihatan menarik, biarin aja."

Cantika menggerutu setelah berada di balik pintu, ada keinginan menarik perhatian bosnya yang duda mumpung ia lagi jomblo. Siapa yang tak tertarik pada pria matang dengan tubuh atletis seperti Junio, Bu Stevi yang cuek saja jadi berbinar matanya apa lagi Cantika yang memang hobi menaklukkan laki-laki tampan dan selama ini ia tak pernah gagal membuat laki-laki bertekuk lutut.

.
.
.

"Mau ke mana Agni?" Sesil menghentikan langkah Agni siang itu. Agni menoleh dan hanya tersenyum.

"Ada deh, mau ke suatu tempat, pengennya sudah sejak kapan itu tapi baru sempat sekarang."

"Iyaa mau ke mana?"

"Om Junio."

Mata Sesil terbelalak.

"Ngapaiiiin, nggak usah nanti ganggu aja, dia itu pemimpin perusahaan sekarang, dia sibuk."

"Om Junio bilang nggak itu, udah ah aku berangkat ya Ma, ini pas bentar lagi jam makan siang jadi Om Junio nggak sibuk, Bai mama, assalamualaikuuum."

" Wa Alaikum salam, duh gimana sih ini." Sesil meraih ponselnya dan menelepon Beryl, suaminya.

Ya Maaa

Paaa itu si Agini ke tempat Junio sekarang, aku kok ...

Nggak papa, Junio nggak akan tertarik sama anak kita

Paaa dengerin ya, sekuat-kuatnya laki-laki yang sudah lama hidup sendiri tapi kalo perempuannya yang terus ngejar dia aku yakin akan luluh juga

Itu nggak berlaku bagi Junio, bagi dia Tamara tak tergantikan

Iya sekarang, papa ini percaya aja

Karena aku sahabatnya, yakin aja Ma, aku tahu siapa Junio

Sesil menghentikan obrolan lewat telepon yang akhirnya hanya membuat dia semakin jengkel.

"Apa aku perlu ngomong sendiri ke Junio ya?" Sesil masih memandang ponselnya dengan bimbang. Tak lama ia cari nomor Junio dan mulai melakukan panggilan, berkali-kali baru bisa tersambung.

Maaf Sil aku masih ada tamu ini, ada yang penting?

Eh maaf, bentar aja Nio, Agni ke kamu sekarang, katanya kamu dah tau?

Oh iya dia emang mau ke sini ya silakan aja aku bilang

Titip dia Nio, titip banget, anggap anak kamu sendiri

Nada suara kamu kayak khawatir, khawatir Agni aku apa-apakan, sambung nanti ya Sil, ini aku masih ada tamu

Iyah silakan, titip Agni ya Nio

Yah

Dan Sesil merasa bersalah pada Junio.

.
.
.

Satu jam kemudian ...

Junio menoleh saat pintu diketuk dan Cantika masuk.

"Pak ada anak kecil nyari Bapak, katanya sih dah janjian."

Junio mengerutkan kening.

"Anak kecil? Maksudmu? Anak TK? SD?"

"Maksudnya masih bocah Pak, kayak anak SMA sih."

"Oh iya iya si Agni, keponakanku, suru masuk aja."

"Beneran keponakan Bapak?"

"Iya, suru masuk aja."

Tak lama Agni masuk dengan riang dan langsung berdiri di samping Junio.

"Om, Agni sudah datang, nggak ganggu kan?"

Junio tersenyum lalu menarik tangan Agni untuk duduk di sofa besar dan lembut yang ada di ruangan Junio.

"Nggak, ini jam istirahat siang, dari tadi banyak kerjaan Om, ada klien juga, ok Agni ada perlu apa sama Om?"

"Agni kan jurusan seni rupa, Agni mau belajar banyak sama Om, kan Om ahlinya nih."

"Waaah kalo itu ya mending di rumah aja, lengkap semuanya kalo di rumah, ada galery mini juga, kalo di sini yaaa cuman ngobrol aja." Agni menatap berbinar wajah laki-laki yang tak pernah hilang dari mimpi-mimpinya.

"Om."

"Hmmm."

"Kapan Om ada waktu di rumah buat ngajarin aku."

"Kapan aja kamu mau, kalo di rumah sih bebas."

"Om pulang kerja kan malam."

"Iyaaa, weekend gimana? Bisa seharian."

"Mmmm ..."

Dan pintu terbuka.

"Eh maaf."

"Nggak papa Stevi, silakan masuk aja, ini keponakanku kok."

"Oh, iya." Stevi duduk tak jauh dari Junio, sedang Agni merapatkan badannya pada Junio sambil memeluk lengan kekar laki-laki yang ada di dekatnya, Agni merasakan jika tatapan Stevi sangat berbeda pada Junio.

"Kamu pulang aja dulu, ntar malam bareng papa ke rumah, atau weekend aja nginep di rumah gimana? Kalo di sini selain nggak ada alat juga yah namanya kantor suasana bikin gak mood lah buat ngelukis."

Agni mengangguk dengan cepat, tersenyum manis dan melepaskan pelukannya.

"Beneran ya Om, weekend aku boleh nginep, Om kayaknya ngusir aku ini, mau pacaran ya Om?" Junio terkekeh sambil menarik hidung Agni.

"Pasti, pastilah boleh nginep, kamu ini loh ada-ada aja, Om mau pacaran sama siapa? Wanita yang Om cintai sudah meninggal, eh kamu bareng siapa ke sini? Sama sopir kan?"

"Nggak, bawa mobil sendiri."

"Papa kamu tahu pasti kamu dimarahi."

"Mama tahu kok."

"Hmmm, yaudah sana ati-ati."

"Jauh-jauh ke sini ternyata cuman bentar ya Om, Omnya sibuk pasti ya, sibuk pacaran kaaan?"

"Nggak Sayaaang nggak,  sibuk karena urusan perusahaan, kalo gak sibuk ya di rumah."

"Ih suka aku dipanggil sayang."

Junio terkekeh, ia elus rambut Agni saat diambang pintu, lalu melambaikan tangan saat Agni semakin menjauh.

"Aku yakin dia bukan keponakanmu secara langsung, manjanya kayak manja suka sama kamu."

"Nggak lah, dia sudah kayak anak bagi aku, dia anak sahabatku." Junio kembali duduk, berhadapan dengan Stevi, wanita di depannya menatapnya dengan tatapan yang sangat aneh.

"Bisakah kita lanjutkan hubungan kita Nio?"

Wajah Junio membeku, ia sangat tak suka mengungkit masa lalu.

"Aku anggap kita sudah selesai Stevi, saat kita tak berjodoh dan aku menemukan wanita yang mati-matian aku cintai, saat itu juga hubungan kita selesai, toh yang ingin kita berjodoh adalah orang tua kita yang kebetulan bersahabat, aku nggak ada rasa sama kamu."

"Tapi aku mencintaimu Nio."

"Aku sudah mencoba enam bulan kan dan ..."

"Tamara mengacaukan segalanya."

"Tidak, aku yang mati-matian mencintainya, aku sudah cukup bersabar menunggu cinta itu datang dan kita memang tak cocok, kau terlalu ambisius sedang aku santai begini, Tamara yang sabar dan manis menjadi penyeimbang, aku tak suka hidup terlalu banyak aturan, inilah aku dan kau tak suka itu kan?"

"Kita hampir saja menikah, kau juga hampir menyukaiku, hingga datang wanita pengacau itu dan ia merebutnya, kini saat ia telah tiada aku ..."

"Tidak ada jalan bagi kita, tidak akan pernah, silakan keluar, aku banyak kerjaan!"

🌷🌷🌷

29 Juni 2021 (13.38)

Publish ulang 4 Februari 2022 (02.28)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro