14.
Kekhawatiran gue sama sekali nggak berdasar. Itulah hal pertama yang dapat gue simpulkan setelah bertemu dengan sosok Kristi secara langsung. Ketakukan akan sosok mantan kekasih yang mungkin masih sangat berkesan di benak Yiraga membuat gue sangat gundah sebelumnya. Setelah melihat interaksi keduanya secara langsung membuat gue menyadari bahwa mereka adalah kubu yang saling bertolak belakang, dan orang-orang di sekitar Yiraga pun sepertinya menyadari itu.
"Kamu jadi lebih banyak senyum sepulang dari butik tadi, puas dengan rancangan gaunnya?" tanya Yiraga membuka percakapan kami di perjalanan pulang ke rumah. Setelah dari butik kami menyempatkan diri untuk makan malam bersama di restoran terdekat dan membahas beberapa hal terkait resepsi pernikahan, seperti souvenir, foto pre-wedding dan lainnya.
Gue mengangguk antusias. "Gaun rancangan Kristi indah-indah, rancangan yang dia rekomendasiin buat aku tadi bikin aku nggak sabar untuk fitting nanti."
Kristi merekomendasikan gaun A line, karena gue tidak ingin gaun yang terlalu menjuntai dan mengganggu pergerakan selama acara berlangsung, memakai gaun dengan ball gown yang menggembung adalah hal yang paling gue hindari. Permintaan Yiraga untuk gaun yang tak terlalu terbuka pun dikabulkan, ia membuat bagian bahu dan lengan yang terbuka tertutup dengan kain lace putih, Kristi juga sepakat untuk tidak mengekspose bagian dada. Yiraga cukup puas dengan hasil diskusi tersebut dan tersenyum penuh kemenangan karena Kristi tidak bisa memprovokasi gue untuk memakai gaun yang lebih 'terbuka' untuk memamerkan lekuk tubuh. Rancangan gaun yang kami pilih terbilang sangat sopan, dan Kristi berjanji akan membuat gaun itu tetap nampak memesona meski tanpa menonjolkan bagian tubuh mana pun.
"Aku juga puas sama design-nya, semoga Kristi nggak nyeleneh dengan nambahin sesuatu yang bikin aku kesel," ungkap Yiraga penuh harap. Diskusi kami sebelumnya dipenuhi banyak perdebatan antara Kristi dan Yiraga, Kristi selalu mengeluh dengan sikap over protektif milik Yiraga dan Yiraga yang menimpali dengan acuh tak acuh.
Gue tertawa merespon ucapan Yiraga. "Aku nggak nyangka kalau hubungan kalian bertahan selama lima tahun."
"Aku juga nggak nyangka, saat dijalani kayaknya biasa aja, tapi ternyata kami bahkan pernah melangkah sejauh itu."
Gue mengerti akan maksud Yiraga, mereka bahkan sempat bertunangan. "Tapi aku seneng Yi, kamu kelihatan udah nggak ada beban saat ketemu sama Kristi." Gue menimbang apakah kalimat yang gue ungkapkan berikutnya sebaiknya diucapkan atau tidak, ekspresi bertanya yang Yiraga layangkan membuat gue meyakinkan diri untuk meneruskan. "Pengkhianatan bukan hal yang mudah untuk dimaafkan bukan? Aku nggak yakin apa aku bisa berhadapan sama orang yang pernah khianatin aku seperti kamu menghadapi Kristi."
Yiraga mengulum senyum. "Sangat sulit awalnya, tapi aku sadar, semakin aku mengubur dan menekan dalam-dalam perasaan sakit itu dengan tidak membahasnya sama siapa pun, semakin aku tersiksa," ungkapnya. Yiraga menjeda sejenak. "Saat aku ungkapin semuanya sama kamu, saat itu aku merasa luar biasa lega, pikiran-pikiran negatif dan rasa marah aku sama Kristi menguap entah ke mana. Aku merasa jauh lebih baik, saat ketemu Kristi tadi aku juga jadi nggak ada beban."
Gue menoleh ke arah Yiraga yang sepertinya sudah tidak terlihat bermasalah untuk membahas tentang sosok mantan, gue meneruskan pertanyaan. "Apa yang membuat kamu bertahan begitu lama dengan Kristi begitu lama saat kalian begitu berbeda?"
Yiraga tertawa pelan. "Aku harap kamu nggak cemburu dengernya," ujarnya dengan nada meledek. Gue mengangguk mantap, kesempatan Yiraga terbuka akan masa lalunya tidak selalu datang. "Rasa sayang buat kita buta, Git. Dengan semua perbedaan dan pertengkaran selama lima tahun, aku menganggap semua itu hal yang normal, padahal kami berada di dalam toxic relationship. Kami tidak saling mendukung, Kristi yang selalu mengabaikan kebutuhan aku saat aku perlu seseorang untu mendengar keluh kesahku, aku yang terlalu mengekang, Kristi yang nggak bisa menyesuaikan diri dengan keluargaku, adik-adikku."
"Aku mengabaikan semua itu dan tetap bersikap seolah hubungan kami baik-baik saja. Sampai akhirnya Kristi jenuh dan menemukan orang yang tepat untuknya, dan orangnya bukan aku."
"Lalu, apa yang membuat kamu sadar untuk melepaskan? Terlepas dari perselingkuhan yang Kristi lakukan tentunya." Keadaan jalanan yang lengang karena sudah cukup larut membuat kami tenggelam dalam percakapan dari hati ke hati. Gue berharap Yiraga bisa melakukan hal ini sejak dulu, hingga tidak terjadi kesalahpahaman yang tidak diinginkan seperti sebelumnya.
"Kamu tau nggak, kalau kita memberikan jarak sama seseorang, pikiran kita jadi jauh lebih jernih dan objektif untuk melihat orang itu?" tanya Yiraga. Gue mengangguk mengamini, penilaian gue akan sosok Rayhan sekarang menjadi lebih jernih. Mungkin dalam satu tahun pertama menghilangnya Rayhan, gue masih amat mengharapkan sosoknya untuk kembali. Namun setelah menyadari bahwa hal yang dilakukannya sangatlah fatal, mengabaikan komunikasi hingga menghilang tanpa jejak, membuat gue mengerti bahwa gue sama sekali bukanlah prioritas di dalam hidup Rayhan, dan memutuskan untuk menjalin hubungan baru dengan Yiraga.
"Aku hanya terlalu terbiasa bersama Kristi sampai mengabaikan hal yang paling mendasar."
"Hal mendasar? Apa itu?" tanya gue penuh penasaran.
"Rasa nyaman. Aku nggak pernah menemukan itu selama bersama Kristi," ungkap Yiraga kemudian. Gue menyadari beberapa orang di luar sana memang banyak yang mempertahankan hubungan mereka karena sudah terlanjur lama bersama, menjadi buta dan tuli dengan realita bahwasanya hubungan yang dijalani tidak membawa kebahagiaan. Banyak yang takut keluar dari belengu zona nyaman dengan sosok yang selama ini selalu mendampingi.
"Kamu tahu? Setelah tahu tentang pengkhianatan yang Kristi lakukan, hal yang aku lakukan pertama kali adalah mengoreksi diri."
"Apa yang kamu dapatkan setelah mengoreksi diri?"
"Aku tahu aku kolot dan pemikiranku terlalu tradisional dalam beberapa aspek, aku juga cukup protektif pada Kristi meski sebetulnya aku nggak pernah mengekang dia sekalipun. Aku selalu mengalah dan tidak pernah jadi diri aku sendiri karena aku takut salah, dan merasa kurang baik untuk dia. Setelah dua bulan merenung, aku sadar bahwa itu semua bukan salahku, melainkan pada dasarnya kami memang tidaklah cocok," sambung Yiraga. "Kristi selalu mementingkan dirinya sendiri, tanpa mau berubah sedikitpun. Aku mengerti nggak seharusnya manusia itu mengubah diri hanya karena pasangannya, tapi paling tidak, menyesuaikan. Kalau tidak saling menyesuaikan, itu bukanlah sebuah hubungan, melainkan hanya perasaan satu pihak."
Yiraga berceloteh tanpa beban, mengeluarkan seluruh isi hatinya yang sudah dipendam sejak lama. Ekspresinya terlihat begitu lega dan lepas. Gue mengelus lengan kirinya yang bebas, memberi apresiasi melalui sebuah sentuhan.
"Terlepas semua kesulitan yang aku rasakan di masa lalu, aku bersyukur, karena pengkhianatan Kristi, aku jadi menemukan kamu."
Yiraga meraih tangan gue dan mengecupnya dengan penuh kasih, membuat perasaan hangat merambat di dada.
Hari ini sangatlah panjang, hadirnya kembali Rayhan, pertemuan kembali Yiraga dengan Kristi dan ditutup dengan Yiraga mengungkapkan seluruh isi hatinya tentang masa lalu yang amat ingin gue ketahui sebelumnya.
"Aku sayang kamu, kehadirkan kamu nggak cuma melengkapi ruang hati aku yang terasa kosong selama ini, tapi lebih dari itu, kehadiran kamu juga berdampak untuk seluruh keluarga, terutama adik-adik aku."
Gue mengecup pipi Yiraga dengan penuh rasa sayang. Untuk saat ini tidak mau memikirkan hal lainnya. "Aku juga sayang banget sama kamu, Yi."
.
.
Sesampainya di rumah gue membuka ponsel, dan mendapati sebuah pesan yang tidak diinginkan.
Besok bisa kita bicara sepulang kamu kerja?
-Rayhan
Gue meneguk ludah dengan gugup, tidak heran sedikitpun dari mana bisa Rayhan mendapatkan nomor gue. Bukankah harusnya percakapan gue dengan Rayhan tadi sudahlah jelas?
Dengan gemuruh di dada, gue pun membalas pesannya.
Buat apa?
Ada yang harus aku bicarakan
Bukannya tadi siang udah jelas?
Kalau begitu, aku akan ungkapkan semuanya ke Yiraga
Gue memijat pelipis dan membuat gerakan memutar untuk mengurangi rasa sakit di kepala yang tiba-tiba mendera. Sepertinya Rayhan belum ingin menyerah. Memikirkan bagaimana respon Yiraga jika mengetahui mantan yang selama ini gue ceritakan padanya adalah sahabatnya yang menghilang selama tiga tahun membuat perut gue terasa melilit dan mual pun mendera. Serangan panik mendadak muncul.
Rayhan, tolong jangan buat situasinya semakin sulit
Aku butuh jawaban, kamu bisa atau enggak?
Aku pulang jam tujuh malam
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro