Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

02.

Rizka bilang kalau mau hubungan berjalan dengan tenang, jauhi percakapan tentang mantan kekasih. Tetapi jauh di lubuk hati gue, gue selalu penasaran kenapa Yiraga bisa berakhir dengan mantan pacarnya yang hampir menyandang status Nyonya Yiraga sekitar dua tahun yang lalu itu. Rasa penasaran gue belum terjawab sampai detik ini karena Yiraga selalu bilang jika masa lalu hanya ada untuk menjadi kenangan, yang tidak perlu diungkit keberadaannya.

Meski gue akui moto yang Yiraga junjung itu bagus, gue merasa butuh kejelasan tetang apa yang terjadi di masa lalunya sehingga membuat keduanya memilih untuk berjalan terpisah dan tidak beriringan lagi. Bisa saja Yiraga menyembunyikan sesuatu di masa lalu yang membuat ia berpisah dengan mantannya bukan?

"Udah deh, Git, nggak usah lo pusingin mantan Yiyi lo itu. Kalian juga udah mau nikah kan? Kalau mantannya balik lagi di saat kayak gini lo nanti nangis kejer pasti!"

Gue baru saja menceritakan kegagalan dalam mendapatkan info dari calon adik ipar gue ke Jihan, Rizka dan Ara. Dan respon yang Jihan berikan membuat gue menciut.

"Nih, ya, jangankan buat yang mau nikah, buat gue yang masih pdkt sama Mas Chandra aja, topik mantan itu jadi sosok yang menakutkan!" timpal Ara yang membuat gue menghela napas.

"Lo nyari penyakit hati kalau kata gue sih," kini Rizka yang buka suara.

"Kalau dia putus sama mantannya karena dulu selingkuh gimana? Kalau nanti dia nyelingkuhin gue gimana?"

Rizka memutar bola matanya. "Ini nih, kebiasaan lo mikir yang jelek dan enggak-enggak padahal belum tentu itu yang terjadi."

"Fokus aja sih sama pertunangan lo yang diadain minggu depan, mau nyari cincin juga kan nanti pulang kerja?" tanya Ara yang gue angguki.

"Brigita, nyari tau soal mantan calon suami lo emang itu perlu, tapi gue saranin sih nanya ke orangnya langsung, jangan dari pihak lain. Salah-salah nanti lo yang repot." Jihan menasihati gue.

"Lagian lo yang bilang ke kita soal kepercayaan dan komunikasi dalam membangun rumah tangga itu penting. Kok lo yang ragu gini sekarang?" tanya Rizka heran.

"Itu kan yang gue baca di novel penulis kesukaan gue kemarin! Ternyata ngejalaninnya susah banget. Segini aja gue belum nikah, dan umur gue udah lumayan mateng. Di cerita itu malah kedua karakter utamanya cerai karena kurang komunikasi karena masih sama-sama labil waktu nikah muda."

"Ya belajar dong Git, seenggaknya lo nggak akan berakhir cerai karena masalah yang dialami tokoh utama novel kesukaan lo itu!" semprot Ara yang membuat gue mengerucutkan bibir gue dengan sebal.

"Ngomong sih gampang, ngejalaninnya itu loh! Giliran gue nanya soal mantannya dia, emosi dia langsung berubah, jadi bete. Gimana gue mau nanya-nanya langsung ke dia coba?"

Topik mantan kekasih adalah topik yang cukup sensitif untuk gue yang pernah menelan pil pahit bernama kekecewaan, pacar gue sebelumnya pergi menghilang entah ke mana tanpa memberikan gue kabar apapun, di saat gue udah memberikan sepenuhnya kepercayaan gue untuknya. Untung saja gue hanya memberikan kepercayaan gue, bukan hal penting yang lainnya. Namun sebuah kepercayaan juga merupakah hal mahal yang sulit untuk dibeli di manapun bukan?

"Yaudah nih, mumpung lo baru mau tunangan, belum telat-telah banget kalau lo nanya sekarang." Jihan mencoba menasihati. "Jangan pake emosi tapi, talk from heart to heart."

"Lagian lo gila sih, masih ada yang ngeganjel mau aja nerima lamaran Yiraga!" komentar Ara yang membuat gue menghela napas.

"Cuma Yiraga satu-satunya yang bisa membangun kepercayaan gue akan sosok laki-laki, dia baik dan bertanggungjawab. Dan saat dia mengutarakan keseriusannya, gue nggak segan untuk jawab ya."

"Kalau kata gue yah Git, setiap orang pasti punya masa lalu. Entah apa yang terjadi di masa lalu sampai dia pisah sama mantannya, tapi gue yakin dia pasti belajar dari semua itu. Gue yakin Yiraga nggak mau ngasih tau lo karena ada alasannya. Kadang dengan mengetahui semuanya nggak menjamin kalau itu yang terbaik. Ngerti?" 

Rizka dan wejangannya memang cukup membuat gue merasa beruntung memiliki sahabat sepertinya, mungkin gue tidak akan bisa berpikir dengan sudut pandang lain jika tidak membagi masalah ini dengan mereka.

"Rayhan sama Yiraga orang yang berbeda, mereka bukan orang yang sama. Yakinin hati lo, kenapa lo sampe mau nerima Yiyi lo itu untuk jadi pendamping hidup lo, jangan karena perkara yang belom jelas malah ngeganggu momen-momen menjelang hari bahagia lo," ujar Jihan menyemangati.

Ara mengangguk, menyetujui ucapan Jihan. Kemudian ia membuka ponselnya dan sibuk dengan kegiatannya entah apa. "Nih! Mending lo liat model cincin tunangan lo deh daripada galau nggak jelas," tukas Ara yang membuat gue, Jihan dan Rizka reflek mendekat ke arahnya.

"Wah, yang ini bagus banget Git! Yiraga tajir kan ya? Minta yang mahal sekalian!" sahut Jihan yang membuat gue menghela napas. 

"Baru aja lo pada bener nasihatin gue, udah sepeleng lagi otaknya!"

"Perempuan dan seleranya, laki-laki pasti ngerti kok," timpal Ara yang membuat gue mendengus.

***

Sore ini akhirnya gue bisa lebih pulang lebih cepat atas ijin dari Khairi. Ya, gue yakin Yiraga lah yang meminta izin ke Khairi karena kami memang berencana mencari cincin untuk pertunangan kami yang akan dilaksanakan minggu depan. Kebetulan pertunangan kami hanya diadakan di rumah dan hanya mengundang kerabat terdekat tanpa mengadakan pesta yang awalnya keluarga Yiraga usulkan. Gue lebih suka momen sederhana namun sakral, tanpa harus berkutat dengan hal yang penuh dengan keribetan yang malah menghilangkan esensi dari acara itu sendiri. 

Yiraga menyambut gue di lobby kantor dengan senyuman manis miliknya. Melihat dari setelan jas yang digunakannya, gue yakin jika dia langsung pergi ke sini dari kantornya tanpa pulang terlebih dahulu.

"Kakaaak!"

Senyuman gue mendadak hilang mendengar suara yang begitu familiar ini. Saat gue menoleh, Leo, adik sepupu Yiraga sedang berlari ke arah gue dengan senyuman cerahnya.

"Lele?" tanya gue spontan saat Leo mendekat dan memeluk gue dari samping.

"Nama aku keren-keren kok disamain sama ikan sih?" dengus Leo kesal. Gue menggunakan nama panggilan 'Lele' karena itulah panggilan yang sering digunakan oleh Jun dan Gatra untuk Leo.

"Kamu ngapain di kantor kakak?" 

"Diajak Bang Aga!" sahut Leo.

"Bohong Git! Dia sendiri yang minta ikut," timpal Yiraga spontan. "Homeschooling-nya lagi libur, dia dibawa Tante Amel ke kantor, pas aku pulang kantor dia udah nongol aja di depan ruanganku, mau ikut," lanjut Yiraga menjelaskan.

"Bang Jun sama Bang Gatra udah bilang kalau Bang Aga mau jalan, jadi Leo mau ikut," timpal Leo dengan cengiran tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Yi, bukannya kita mau nyari cincin?" bisik gue ke Yiraga yang dijawab Yiraga dengan cengiran kaku.

"Aku nggak tega sama Leo, kamu tau sendiri kan?"

Leo adalah sepupu Yiraga yang paling kecil, ia anak tunggal sama seperti gue dan Ibunya sudah tidak bisa hamil lagi akibat tumor di sekitar rahim yang dideritanya. Leo sendiri terbilang anak yang 'terlalu' dijaga oleh orangtuanya sehingga hanya bisa bermain dengan anggota keluarganya saja. Leo juga tidak memiliki teman karena sejak kecil orangtuanya menyekolahkannya dengan metode homeschooling. Jadi Yiraga akan sebisa mungkin untuk memenuhi permintaan Leo. 

Yiraga bahkan cenderung lebih mengayomi dan menunjukan kasih sayangnya untuk Leo dan Gatra dibandingkan untuk Jun. Karena di hadapan Jun, Yiraga akan berubah menjadi sosok  tegas meskipun sebenarnya ia begitu peduli dengan semua adiknya.

"Terus sekarang gimana?"

"Leo, Abang janji beliin Leo apa aja, tapi jangan ganggu Abang sama Kak Brigita pas nyari cincin ya?"

"Tergantung bayarannya apa Bang!" timpal Leo dengan cengiran isengnya.

Dasar Biang Kerok! Yang ada rencana gue beli cincin malah jadi ngasuh si Lele!

"Di mall ada penitipan anak usia lima belas tahun nggak sih?" tanya Yiraga yang membuat gue menepuk jidat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro