Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Xingqiu

"Oi, Xingqiu. Kau lihat ani-ue, tidak?"

Saat sosok laki-laki berambut biru tua itu sedang duduk di sofa ruang tengah kediaman kalian–Feiyun Commerce Guild, kamu yang masih berdiri di tangga langsung 'menyapanya' dengan tidak ramah.

Laki-laki itu tidak membalas pertanyaanmu, kamu dapat melihatnya masih tetap fokus membaca novel di tangannya. Kamu menggerutu kesal, kamu pun meneriakkan namanya lagi, "Hei, Xingqiu!"

Dua kali, masih tidak ada jawaban. Tiga kali, laki-laki itu masih bergeming tanpa ada niat membalas panggilanmu.

Kamu yang sudah tak sabar pun memilih untuk menuruni tangga rumahmu dan menghampirinya. Kamu menepuk pundaknya dengan kesal. "Jangan mengabaikanku, Xingqiu!"

"Kalau aku tidak mengabaikanmu, kau pasti takkan ke sini, 'kan?" Kakak kembarmu terkekeh geli, ia kemudian menutup novel yang tadi ia baca. "Sejak aku pulang kemarin sore, kau belum menemukan sama sekali, 'lho. Memangnya kau tidak rindu padaku?"

"Menjijikkan." Kamu mendengus kesal, kakak kembarmu itu memang sering menggodamu–sampai-sampai kamu sudah lelah untuk memarahinya. "Padahal kau cuma pergi sehari saja untuk ikut ani-ue."

"Kenapa kau sensitif sekali?" Xingqiu tertawa kecil sambil memandangmu dengan sebelah mata. "Oh, aku tahu~ Kau pasti iri karena aku yang diajak pergi oleh ani-ue."

Perempatan siku imajiner muncul di kepalamu, ingin sekali rasanya kamu menampar mulutnya yang sembarangan bicara itu. "Xingqiu, kau pilih diam atau kusambar bibirmu?"

"Kalau disambar dengan ciuman, aku tidak keberatan, sih."

"Heh, tidak sopan!"

Plak!

Sebuah tamparan kamu berikan pada kakakmu yang menurutmu kurang ajar itu. Xingqiu meringis kesakitan bersamaan dengan tangannya mengusap-usap pipinya yang kamu tampar. "Aww! Sakit sekali!"

"Salah sendiri bercanda yang tidak-tidak. Pasti karena novel bacaanmu yang aneh itu." Kamu berjalan menuju ke hadapannya, kemudian melipat kedua tanganmu di depan dada. Pada detik selanjutnya, kamu duduk di samping kakak kembarmu lantaran mengetahui perbincangan kalian akan semakin panjang. "Lama-lama kau semakin menyebalkan saja, Xingqiu."

"Aku hanya meniru novel itu, kok. Siapa juga yang mau menciummu, (Name)?" Xingqiu menjulurkan lidahnya, kemudian dengan nada menyebalkan ia berkata, "Lebih baik aku mencium bibirku sendiri di depan cermin."

"Padahal wajah kita mirip, tapi kau tidak ada manis-manisnya sepertiku, (Name)," kata Xingqiu untuk meledekmu.

Kamu merasa jengkel. Di depan orang-orang, Xingqiu selalu dikenal sebagai sosok yang tampak lebih dewasa dibanding usia aslinya–tetapi, di depanmu, dia sangat menjengkelkan selayaknya bocah. "Chongyun lebih manis darimu, tahu."

"Oh, kau masih suka padanya, toh? Padahal sudah ditolak begitu~" Xingqiu tertawa tanpa dosa, ia masih ingat jelas saat kamu ditolak oleh sahabatnya oleh sebab Chongyun ... terlalu polos, jika harus dibilang. Wajahnya sangat merah saat kamu menyatakan perasaanmu, tapi pada akhirnya kamu ditolak. "Tidak apa-apa, nanti akan kusampaikan pada Chongyun."

"Begini-begini, aku mendukungmu dengan sahabatku, lho. Mau aku bantu, tidak?" tawar Xingqiu. "Aku jamin, Chongyun akan langsung jatuh hati padamu~"

"Tidak, terima kasih." Kamu menggeleng-gelengkan kepalamu dengan tegas. "Terakhir kali kau bilang begitu, sebaliknya justru berakhir dengan kegagalan–aku sampai tak enak hati padanya."

Sekitar dua minggu yang lalu, Xingqiu bilang ingin membantu kamu mendekati Chongyun. Kakakmu itu memberitahu kalau Chongyun menyukai makanan yang pedas. Kamu pun membuatkan makanan ekstra pedas untuk laki-laki pujaanmu itu, tetapi berakhir dengan Chongyun yang pingsan lantaran tak kuat makan makanan pedas.

Apa yang dilakukan Xingqiu pada saat itu?

Betul, dia menertawakan kebodohanmu yang mempercayainya begitu saja.

Setelah kejadian itu, kamu mengabaikan Xingqiu selama tiga hari, itu pun karena disuruh berbaikan oleh kakak tertua kalian.

"Kembali ke pertanyaanku tadi, apa kau melihat ani-ue?" tanyamu, berusaha mengembalikan pembicaraan kalian ke topik semula. "Aku ingin bicara sesuatu padanya."

"Ani-ue pergi sejak dini hari tadi, katanya dia akan kembali besok atau lusa," jawab Xingqiu. "Memangnya ingin bicara apa?"

"Hmm ... sejujurnya, aku juga tak tahu. Tapi, sudah lama aku tidak bertemu dia, jadinya aku berencana untuk berbincang-bincang sejenak dengan ani-ue." Kamu menghela napas berat, mendengar penjelasan Xingqiu bahwa kakak tertuamu tak akan ada di rumah setidaknya sampai besok. "Kalau memang begitu, apa boleh buat."

Kalian berdua terdiam selama beberapa menit, baik kamu maupun Xingqiu sudah kehabisan topik untuk dibicarakan. Xingqiu kembali membaca novelnya, sementara kamu hanya memejamkan mata dan bersandar di sofa.

Pada lima menit selanjutnya, Xingqiu kembali membuka percakapan, "Ngomong-ngomong (Name), kenapa kau selalu memanggilku Xingqiu?"

"Memangnya kenapa?" Kamu membuka mata, mengalihkan pandanganmu untuk bertatapan lurus dengan sepasang netra kuningnya. "Namamu 'kan Xingqiu. Apa kau mau bertukar identitas denganku–aku yang jadi Xingqiu, kau yang jadi (Name)?"

"Bukan itu maksudku, (Name) adikku sayang." Xingqiu menggeleng pelan. "Aku baru sadar, belasan tahun kita hidup bersama sebagai kakak-adik, belum pernah aku mendengarmu memanggilku Xingqiu-niisan atau ani-ue."

"Kenapa aku harus memanggilmu begitu?" Kamu memandang Xingqiu dengan tatapan malas.

"Aku 'kan lebih tua daripada kau."

"Hah, kita lahir cuma beda tiga menit saja."

"Tetap saja, aku ini kakakmu juga, lho." Xingqiu kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahmu, menatapmu lekat-lekat dengan senyuman jahil yang terpasang di wajahnya. "Kau tidak mau memanggilku dengan sebutan Xingqiu-niisan?"

"Tidak mau."

"Ayolah, sekali saja. Ya?"

"Pokoknya tidak mau! Rasanya aneh sekali memanggilmu begitu, tahu!" Kamu menggerutu kesal, kemudian mendorong jauh-jauh kakak kembarmu itu. Kamu kemudian beranjak berdiri, lalu melangkahkan kakimu untuk keluar dari kediaman kalian. "Aku mau pergi dulu!"

Kamu menutup pintu dengan kasar, sementara Xingqiu dari balik pintu hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkahmu.

Sejujurnya, ia ingin kamu lebih menganggapnya sebagai sosok 'kakak', sebab selama ini kamu hanya menganggap si kakak tertua sajalah yang menjadi kakakmu.

Sementara Xingqiu? Kamu lebih menganggap dia seperti teman sebaya saja–walau ini memang tidak sepenuhnya salah.

'Ya sudah, mungkin lain kali (Name) akan menganggapku sebagai kakaknya juga.'

***

"Sial!"

Kamu berlari dengan napas tersengal-sengal, langkahmu tertatih-tatih, tetapi kamu harus pergi dari sana secepat mungkin. Sepasang netramu mengecek situasi di belakang, Primo Geovishap sedang mengejarmu. Entah sudah berapa lama kamu menghindari serangan yang dilancarkan si Primo Geovishap, tetapi tampaknya monster itu enggan melepaskannmu begitu saja.

Sungguh sial nasibmu hari ini. Kamu berencana menyelidiki reruntuhan di daerah Minlin, sebab kamu dengar salah satu peninggalan bersejarah Liyue ada di wilayah itu. Sialnya, tanah yang kamu pijak runtuh, membuatmu terjatuh ke sarang hewan legendaris itu.

Duar!

Si Primo Geovishap menyemburkan sambaran petir dari mulutnya, cukup untuk membuatmu terhempas. Malang sekali, sebab electro resistance Primo Geovishap itu meningkat–sementara kamu hanya bermodalkan vision electro dengan bow sebagai senjatamu.

"Gawat!"

Kamu mengeluarkan busur panah dari tanganmu, mengalirkan elemen electro ke anak panah, kemudian kamu menembakkan anak panah itu ke tanah, membuat rantai petir kecil yang cukup untuk menahan pergerakan monster itu.

Namun, seranganmu hanya mampu menahannya selama belasan detik saja, setelahnya ia kembali menghantammu dan membuatmu terpental.

'Sakit sekali!'

Kamu menahan perih dalam hati, pergelangan kakimu terkilir. Monster itu masih mengejarmu, sementara kamu yang kehilangan sumber utama untuk melarikan diri hanya bisa berpasrah. Kamu bukan orang bodoh yang akan memaksakan untuk melawannya, mencari jalan keluar adalah opsi terbaik yang dapat kamu pilih.

Seketika kamu teringat pada larangan Xingqiu, sejak awal kamu sudah dilarang olehnya, sebab ia tahu seberapa berbahayanya tempat itu. Namun, kamu bersikeras dan tidak mendengarkan perkataannya.

Kamu hanya bisa pasrah mengingat sisa tenagamu sudah tidak banyak dan kamu dalam keadaan tidak menguntungkan. Setitik air mata mengalir di pelupuk matamu. Kamu berbisik pelan, "Harusnya aku mendengarkan perkataan Xingqiu."

"(Name)!"

Ketika kamu sudah merasa tidak ada harapan lagi, suara yang familier menyapa indera pendengaranmu, kamu spontan menghentikan langkah. Kamu membalikkan badan, kemudian berhadapan dengan sosok yang memanggilmu itu.

Penampilan yang dipenuhi warna biru tua, serta wajahnya yang tampak serupa denganmu. Xingqiu datang, ia menolongmu.

Saat itu, bagimu sosok Xingqiu terlihat dapat diandalkan jauh dibandingkan siapapun. Kamu spontan berseru, "Xingqiu?!"

Kamu melihat sosok Xingqiu yang menghunuskan pedangnya, bersamaan dengan ia yang membuat penjara air untuk menahan monster itu. Xingqiu juga tahu bahwa dirinya belum cukup kuat untuk mengalahkannya, maka dari itu setelah menahan si monster, Xingqiu segera menghampirimu.

"Tak ada waktu lagi, ayo lari, (Name)!"

Xingqiu segera menarik tanganmu, dengan kekuatanmu yang tersisa kamu memaksakan diri untuk berlari mengikuti langkahnya.

Kali itu, Xingqiu menyelamatkanmu. Meski malu mengakuinya, kamu benar-benar bersyukur atas kedatangan kakakmu itu.

***

"Sakit?"

"Iya, lumayan ...."

Xingqiu memijat pergelangan kakimu, kakimu semakin sakit lantaran tadi terpaksa berlari. Xingqiu merasa bersalah–tetapi apa boleh buat, ia tidak tahu kakimu terluka.

"Makanya aku 'kan sudah bilang, jangan sembarangan pergi ke sini, (Name)." Xingqiu lantas mengomelimu, menceramahimu dengan segudang perkataan. "Kau jadi terluka begini ... ya Morax, harusnya kau dengarkan aku."

"Apa kau khawatir padaku?" tanyamu iseng. "Padahal selama ini kau–"

"Tentu saja aku khawatir!" Xingqiu memotong kalimatmu, wajahnya tampak sangat jelas mengkhawatirkanmu. Netra emasnya tampak berkaca-kaca, napasnya tidak stabil. "Kalau sampai terjadi apa-apa padamu ... aku ... aku akan menyesal seumur hidup."

Kamu terdiam, Xingqiu juga terdiam. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain, tetapi kamu tahu ia pasti mengusap air mata yang sudah telanjur mengalir lantaran sangat mencemaskanmu.

"Maafkan aku ... Xingqiu." Kamu berbisik pelan, kemudian menundukkan kepala. Melihat Xingqiu menangis, rasanya kamu ingin menangis juga. Andaikan kamu lebih mendengarkannya, pasti ia takkan bersedih begitu. "Maafkan aku."

Xingqiu mengangguk pelan, ia kemudian terus memijat pergelangan kakimu. Sesekali kamu meringis pelan, dan ia meminta maaf ketika kamu meringis.

"Nah, sudah. Coba berdiri," kata Xingqiu.

Kamu merasa ragu, kemudian menapakkan kakimu ke tanah. Rasa nyeri masih belum hilang, sekali lagi kamu meringis. "Sakit ...!"

Xingqiu kemudian mengusap-usap pergelangan kakimu, ia memintamu jangan memaksa kalau memang masih sakit.

Hanya ada satu hal yang terpikir di benak Xingqiu. Ia kemudian menarikmu, lalu menggendongmu di punggungnya. "Kita harus kembali ke Liyue Harbor supaya kau bisa diobati."

"Turunkan aku–aku berat."

"Memang, kau berat sekali, rasanya seperti memikul beban hidup saja," canda Xingqiu untuk mencairkan suasana. "Tapi tak apa, jangan remehkan aku. Menggendongmu adalah hal yang mudah."

"Tapi–"

"Kalau protes, aku akan melemparmu ke sarang Primo Geovishap itu lagi, bagaimana? Kau 'kan tidak mau menerima pertolonganku."

Kalimat yang diucapkan Xingqiu sukses membuatmu bungkam. Kakak kembarmu itu tertawa penuh kemenangan. Ia pun melanjutkan langkah untuk menggendongmu kembali ke Liyue Harbor.

Kalau diingat-ingat, adegan ini terasa seperti deja vu. Saat kalian masih kecil, kalian berdua sering digendong oleh kakak tertua kalian seperti itu. Bahkan, tak jarang kalian bertengkar karena merebutkan siapa yang digendong duluan oleh kakak tertua kalian.

Namun, kali ini berbeda. Xingqiu yang menggendongmu.

Entah sejak kapan, Xingqiu benar-benar menjadi sosok kakak yang dapat diandalkan bagimu, bukan hanya hari ini–tetapi sudah sejak lama sekali, hanya saja kamu enggan mengakuinya.

Kamu mengalungkan lenganmu ke lehernya, kemudian mendekatkan bibirmu ke telinganya sambil berbisik, "Terima kasih, Xingqiu-niisan."

Xingqiu nyaris kehilangan keseimbangan lantaran mendengarmu memanggilnya kakak, seperti yang sudah lama ia idam-idamkan. "Hah–?!"

"Hei, hati-hati! Aku nyaris jatuh, nih!" Kamu menggerutu kesal. "Iya, aku memanggilmu niisan. Kau senang sekarang?"

Senyuman lebar tak bisa disembunyikan oleh Xingqiu. Tawa hangatnya menyebar di udara.

"Tentu aku senang sekali, (Name)."

End of Xingqiu's Part

HAIII AKHIRNYA RASHI UPDATE BOOK INIII! Maaf lama banget, sempet kena WB dan jadinya stuck ;;;;;

Gimana chapter kali ini? Agak sus kah–Rashi ngerasa agak gimanaa gitu pas nulis. Tapi kalo nggak sus, syukurlah kalo gitu heheh /udh

Makasih banyak udah mampir ke book Rashi! Jangan lupa tinggalkan jejak, vote atau komen, dua-duanya lebih bagus~

See ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro