Xiao
"Baru saja membereskan musuh?"
Laki-laki yang kamu ajak bicara melepas topeng Nuo yang ia kenakan dan menyimpannya kembali. Tatapannya yang tajam melirik ke arahmu, dan kemudian ia segera memalingkan wajah tanpa menanggapimu.
Kamu telah mengenalnya sejak lama sekali, dan kamu telah maklum dengan sifatnya yang terkesan cuek, dingin, dan apatis. Langkahmu tergerak untuk mendekatinya, kamu berdiri tepat di depannya setelah menyadari ia tampaknya akan segera pergi membersihkan musuh di tempat lain. Kamu membuka mulutmu untuk bicara padanya, "Apa ada yang bisa kulakukan untuk membantumu, Xiao-niisan?"
"Tidak ada, aku sudah menyelesaikan semuanya. Kau pergilah. Jangan merepotkanku."
Senyuman tipis terulas setelah mendengar penolakan dari Xiao–satu dari lima yaksha terkuat yang dipanggil oleh Rex Lapis untuk melindungi Liyue. Meski pemilihan kata yang digunakannya terkesan tidak ramah, kamu tahu kalau Xiao adalah orang yang baik.
Sebab, kamu telah mengenalnya selama ribuan tahun, dan kalian menjalani takdir yang sama.
"Nii-san ini ... lain kali setidaknya sisakan untukku sedikit," katamu sesaat sebelum tertawa pelan sambil menggaruk pipimu. "Meski bukan yang terkuat, aku ini juga yaksha, tahu. Aku pun tetap harus menjalankan kontrakku dengan Rex Lapis."
"Aku tahu. Namun, keadaanmu yang sekarang hanya akan merepotkanku jikalau kau ikut bertarung."
Kamu tertegun ketika mendengar perkataan Xiao. Memang betul perkataannya, kamu yang sekarang hanya akan merepotkan Xiao.
Mengapa?
Sebab, belum lama ini 'kebencian' yang tertanam dari jasad para dewa yang telah gugur menggerogoti dirimu–karma semakin membebanimu dan nyaris membuatmu kehilangan kesadaran.
Jikalau Xiao terlambat datang untuk memainkan lagu dengan seruling miliknya–bahkan Xiao pun ragu kalau kamu akan bisa bertahan.
"Tolong jangan khawatir, Xiao-niisan. Aku sudah tahu di mana batasanku," katamu seraya mengejar langkahnya yang kian menjauh. Kakakmu itu menghentikan langkah kala ia menyadari kamu masih bersikeras untuk membantunya. "Aku ... takkan kehilangan kendali lagi, untuk kali ini. Percayalah padaku, nii-san."
"Izinkan aku membantumu, ya, nii-san?"
Xiao mendecak kesal, ia sudah paham kalau kamu itu keras kepala. Akan tetapi, sifat Xiao yang keras tidak mengizinkan dirinya untuk mengalah, meski padamu sekalipun. "Tidak boleh. Berapa kali harus kubilang padamu, (Name)?"
"Lalu, hentikan panggilan 'nii-san' itu. Aku bukan kakakmu."
Kamu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan-lahan. Kamu sudah SANGAT terbiasa dengan sifat Xiao, tetapi–sebagai makhluk hidup, tentunya kamu juga memiliki batasan.
Namun, kamu memilih mempertahankan kesabaranmu, supaya hubungan kalian tidak semakin menjauh lagi.
"Secara garis keturunan, aku dan nii-san memang tidak memiliki hubungan darah," jawabmu sambil mengulas senyum samar di wajahmu. Netra emas yang ia miliki menatapmu dengan tajam. "Tetapi, kita berdua berbagi takdir yang sama. Lalu, kenapa aku tidak boleh memanggilmu nii-san?"
"Xiao-niisan ingat? Hari di mana Rex Lapis membebaskan kita dari belenggu dewa yang memperalat kita itu. Kita berbagi takdir yang sama sejak itu–tidak, bahkan sebelum Rex Lapis menolong kita."
Xiao memalingkan wajahnya ke arah lain, enggan menatapmu. Memang benar, kalian memiliki takdir yang sama. Kalian tumbuh di bawah tiran dewa yang memperalat kalian, memakan 'mimpi' manusia sampai akhirnya kalian dibebaskan oleh Rex Lapis.
Sampai kalian menjadi yaksha pun, kalian tetap bersama–meskipun seperti perkataanmu tadi, kau tidak termasuk dalam jajaran yaksha terkuat.
Bohong kalau Xiao bilang tidak peduli padamu. Sejujurnya, ia sangat memerhatikanmu, lebih dari siapapun. Ia menyayangimu, sama seperti kamu menyayanginya. Ia menganggapmu sebagai sosok 'adik'.
Tetapi, kembali kepada sifat Xiao yang tidak bisa menunjukkan afeksi secara langsung. Xiao tetap bersikap keras dan seolah-olah tidak mempedulikanmu.
"Terserah apa katamu. Namun, aku tetap tidak mengizinkanmu bertarung. Pulang saja sana ke Wangshuu Inn, nanti aku susul setelah aku selesai."
Xiao tetap bertahan pada pendiriannya, dan senyuman di wajahmu berangsur-angsur menghilang ketika mendengar itu.
"... Memangnya kenapa tidak boleh? Aku sudah bilang akan berhati-hati, kan?" Kamu memprotes larangan Xiao dengan kesal.
Kamu memandangnya lekat-lekat, tetapi tatapan Xiao padamu tidak berubah sedikitpun. Ia tampak tak ada niatan untuk memberikanmu izin. Kamu menghela napas panjang. "Ya sudah, aku tidak akan membantu Xiao-niisan. Tapi, jangan halangi aku untuk pergi membersihkan musuh di tempat lain."
Kamu membalikkan badan dan mulai mengambil langkah untuk menjauh. Tetapi, baru tiga langkah kamu berjalan, tiba-tiba saja tanganmu ditarik oleh seseorang, yang tak lain adalah Xiao.
"Kau ini ... benar-benar keras kepala. Aku bilang tidak boleh ya tidak boleh, (Name)!" Pada akhirnya, Xiao meninggikan nada suaranya, menunjukkan ekspresi yang tidak seperti biasanya. Kamu bisa melihat ada rasa khawatir ketika netra kalian saling bertemu. "Kalau aku membiarkanmu ... kau pikir aku akan tenang-tenang saja?"
"Bagaimana kalau kau mengalami hal yang sama seperti Menogias, Indarias ... dan Bonanus? Atau menghilang ... seperti Bosacius?!"
Xiao benar-benar meninggikan nada bicaranya di akhir kalimat, dan kamu mengetahui kalau ia tengah berada dalam emosi. Kamu bisa lihat badannya gemetar, dan tatapannya menunjukkan kekhawatiran. "Nii-san ...."
"Aku sudah kehilangan banyak teman-temanku, (Name) ... dan kini hanya kaulah seorang yang tersisa." Xiao meletakkan kedua tangannya di atas bahumu, mencengkeramnya erat. Ia memandangmu lurus, sepasang netra kalian saling bertemu. "Bagaimana kalau kau sampai menghilang juga ... karena karma itu?"
"Aku khawatir padamu, (Name)! Kau itu sudah seperti adikku sendiri ... tahu?!"
Kamu terdiam saat mendengar Xiao mengatakan hal itu. Sebegitu pedulinya ia padamu–sampai-sampai ia menyebutmu sebagai 'adiknya' sendiri, meskipun belum ada lima menit dari sejak Xiao bilang kalau ia bukanlah kakakmu.
"Aku ... mengerti." Kamu menganggukan kepalamu sambil menyentuh lengannya yang mencengkram bahumu itu sambil mengulas senyum di wajahmu. "Maaf, nii-san. Aku tidak berpikir sampai ke situ ... niatku hanyalah untuk membantumu saja."
"Baiklah. Sesuai perkataan nii-san, aku akan kembali dulu ke Wangshuu Inn. Maafkan keegoisanku ...."
Xiao menghela napas pelan. Ia pun menarikmu ke dalam pelukannya dan membiarkan jemarinya mengelus kepalamu. "Tidak, (Name). Sejujurnya, aku yang egois. Aku seakan menghalangi kontrakmu dengan Rex Lapis."
"Tetapi ... ini demi kebaikanmu."
Kamu membalas pelukan Xiao sambil terkekeh pelan. Tak biasanya kakakmu itu menunjukkan afeksinya seperti ini. "Aku sangat mengerti. Aku menyayangimu, Xiao-niisan."
Selang beberapa detik, Xiao melepas pelukannya dan kemudian membalikkan badannya ke arah lain, guna melanjutkan kegiatannya untuk menghabisi musuh. Sebelum benar-benar pergi dari sana, ia menoleh ke arahmu. "Tunggu aku di Wangshuu Inn. Hari ini ayo kita makan almond tofu bersama-sama."
Kamu terkekeh pelan. "Tentu. Mau kubuatkan, atau pesan saja dari Verr Goldet?"
"Almond tofu yang kau buat tentunya akan lebih nikmat." Xiao tertawa pelan sambil mengulas senyuman di wajahnya. "Sampai jumpa nanti, (Name)."
End of Xiao's Part
Haloo, Rashi update! Maaf minggu lalu gak update yaa, sebab kan minggu lalu update 2 chapter sekaligus
Di part Xiao ini ceritanya Rashi pengen buat yang rada nge-feel, tapi keknya kurang berasa? Tapi yaudah gapapa deh :")
Terima kasih udah mampir ke book Rashi ini! Jangan lupa tinggalkan jejak yaa heheee
Kalo ada req mau siapa buat part selanjutnya, boleh banget komen.
See ya!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro