Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Vila Sildi

Siang itu anak kelas X-IPA 3 sedang berkumpul di depan gerbang sekolah, menunggu bus sewaan untuk membawa mereka ke salah satu vila yang terletak di Bandung.

"Pak Ubai, bus nya mana sih? kok dari tadi belum dateng-dateng?" tanya Trisna ke salah satu guru yang ikut liburan bersama mereka.

Pak Ubai melirik ke arah jam tangannya, "mungkin sebentar lagi bus nya datang," jawabnya santai.

Tak lama kemudian, ada seorang siswa yang berteriak, "woi! Bus nya datang!" seru Tyo. Semua orang yang sedang bersantai, langsung berdiri mendengar teriakan dari Tyo.

"Semuanya masuk ke dalam bus!" seru pak Eka dengan lantang ketika bus mereka tiba. "Masuknya jangan berdesakan ya," lanjutnya.

Setelah melihat di depan gerbang sekolah tidak ada lagi orang yang naik ke dalam bus, pak Ubai bertanya kepada murid-muridnya. "Apakah semuanya telah naik ke dalam bus?"

"Pak, kayaknya Tirta, Putri, Ana, sama Alya, belum naik deh," kata Ragil sambil mengedarkan pandangan ke seluruh tempat duduk.

"Ya sudah Ragil, tolong kamu cari mereka," perintah pak Ubai.

"Bani, ayo temenin gue," Ragil mengajak temannya untuk mencari keempat temannya yang belum ada.

Tak lama kemudian, Ragil dan Bani datang dengan keempat temannya. "Dari mana aja sih lo semua?" tanya Trisna yang duduk di depan bersama Icha.

"Abis ngeremin telor kucing," jawab Ana asal sambil terus berjalan menuju tempat duduk yang masih kosong.

"Dih, emangnya kucing bertelor apa?" protes Icha yang berada di sebelah Trisna.

"Tau nih Ana... ada-ada aja. IPA lo dapet berapa sih?" kata Trisna.

"Min satu," jawab Ana saat ia sudah duduk di salah satu kursi yang kosong.

"Sudah, daripada kalian ribut, lebih baik kita berangkat saja," ujar pak Eka yang langsung di sambut sorak sorai oleh para muridnya.

***

Sampailah rombongan itu di Vila Sildi pada sore hari. "Semuanya, turunnya satu-satu ya!" seru pak Ubai.

Pemandangannya sungguh menarik. Di sekitar vilanya terdapat banyak pepohonan, kolam ikan, taman, dan tentunya kolam renang besar yang letaknya tak jauh dari vila-vila tersebut. Vila ini juga lebih mirip dengan rumah biasa yang di desain secara tradisional, dan vila ini hanya memiliki 2 kamar di setiap bangunannya.

"Ayo Na!" Putri menepuk punggung Ana yang sedang bengong di depan vila SildiAna tersadar dari lamunannya, "hah? Kenapa Put?"

"Ayo masuk," jawab Putri. Lalu mereka berdua melangkah ke dalam vila.

Ana mengangguk ragu dan mulai mengikuti Putri dari belakang, "emm... iya, ayo," sambil berjalan, ia melirik lagi ke papan nama yang bertuliskan 'Vila Sildi'.

Setelah masuk ke dalam vila dan berkumpul di tanah lapang yang ada di vila, pak Eka dan pak Ubai membagi kamar mereka dengan cara undian.

"Anak laki-laki, ikut pak Eka ke sana untuk pembagian kamar, dan untuk anak perempuan, ikut pak Ubai untuk pembagian kamar," kata pak Ubai.

"Pak, kenapa gak di gabung aja?" tanya Ragil iseng, yang langsung di sambut sorakan tidak setuju dari para siswi.

"Wah, Ragil mauan," kata Retno.

"Tau Gil, menang banyak lo entar," dukung Icha.

"Mending nanti dia sekamar sama Tirta atau Putri," Orlando memberi jeda dalam kalimatnya, "nah, kalo dia sekamar sama Vira gimana?" lanjut Orlando yang mengingatkan soal gadis terburuk yang ada disini.

Mendengar ucapan Orlando yang membandingkan sosok Tirta dan Putri yang cantik bagaikan bidadari dengan Vira yang tampangnya seperti itu, membuat orang-orang yang mendengarnya itu langsung tertawa. Mereka tak akan bisa membayangkannya bila hal itu benar-benar terjadi.

Setelah pembagian kamar selesai, mereka semua langsung masuk ke kamarnya masing-masing untuk istirahat, dan membereskan barang bawaan mereka.

***

Tirta, Putri, Ana dan Alya masuk ke rumah yang di depannya ada nomor 12B.

"Pemilik vila ini kayaknya gak suka banget sama angka 13," celetuk Ana saat mereka masuk ke dalam rumah.

"Sok tahu banget sih Na," ujar Alya.

"Dih, serius. Memangnya kalian tidak memerhatikan nomor kamarnya?" tanya Ana yang hanya mendapat reaksi bisu dari ketiga temannya. "Ya ampun... dari tadi ternyata kalian gak sadar ya? Kalo rumah sebelah yang bertuliskan 12A itu harusnya kamar nomor 13, karena sebelumnya ada rumah yang didepannya ada tulisan angka 12 nya. Terus rumah ini juga harusnya bernomor 14, bukan 12B. Memangnya kalian tidak merasa aneh apa?" tanya Ana.

Putri menggedikkan bahunya. "Mungkin pemilik vila ini terlalu percaya mitos kali Na... vila ini kan letaknya di sekitar hutan. Bahkan, di depan pintu masuk tadi kamu lihat hutan hijau yang sangat lebat itukan?" Putri malah balik bertanya.

"Iya sih... cuman, tetep aja aneh," jawab Ana masih menyisakan kerut di dahinya.

"Jangan kebanyakan mikir Na, ntar cepet tua loh... hahaha!" goda Alya.

"Ya sudah, dari pada kalian meributkan masalah yang tidak jelas, lebih baik kita masuk kamar aja yuk!" ajak Tirta pada teman-temannya.

Setelah masuk ke dalam kamar, Ana langsung membuka tasnya untuk membongkar barang bawaannya.

"Ana, Alya kebelet pipis. Jagain tas Alya dulu ya..." setelah berkata seperti itu, Alya langsung lari ke kamar mandi.

Ana hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah temannya itu sambil terus mengeluarkan barang-barang dari dalam tasnya. Ketika Ana sedang mengeluarkan barang bawaannya, terdengar suara aneh dari lemari. Kenapa pintu dengan pintu lemarinya? Apa ada orang di dalamnya? Pikir Ana.

Ana pun mulai berjalan mendekati lemari kayu yang nampak mencurigakan itu. Dengan perasaan ragu, tangan Ana terulur ke pintu lemari untuk membuka lemari pakaian tersebut. Kreet... Ana membuka pintu lemarinya dengan perlahan. Tiba – tiba ada sesuatu yang meloncat keluar dari dalam lemari.

Ana terkejut melihat sesuatu melompat keluar dari dalam lemari. Sampai–sampai ia terjungkal ke belakang. Tapi ketika menyadari kalau sesuatu yang melompat dari dalam lemari itu adalah kucing, Ana langsung menari napas lega, karena tadi Ana sudah berpikir yang tidak–tidak mengenai isi lemari tersebut.

Ana bangkit untuk melihat isi lemari itu. Ternyata lemari itu dilapisi oleh kertas koran. Mungkin karena tangannya Ana iseng, ia menyoba untuk merobek kertas koran tersebut.

Baru saja ia merobek sedikit koran tersebut, ia melihat sebuah kertas yang terselip di balik lapisan koran tersebut. Karena penasaran, Ana mengambil kertas itu. Dari penampilannya, sepertinya kertas itu kelihatan sudah berada di dalam lemari itu dalam waktu yang cukup lama. Betapa terkejutnya Ana ketika membaca isi kertas yang baru di ambilnya, "sinting..." gumam Ana pada dirinya sendiri.

"Na, sudah selesai belum beres-beresnya? Ke taman yuk!" ajak Alya yang tau-tau sudah ada di kamarnya.

Ana segera mengantongi kertas tersebut dan tersenyum kepada Alya. "I-iya, duluan saja. Ini tinggal memasukkan baju-baju kedalam lemari."

Alya mengerutkan keningnya ketika melihat tingkah aneh temannya. "Mmm.... kenapa lo, Na? Ada yang lo sembunyiin ya, dari gue?" Alya menghampiri Ana.

"A-apa sih Alya, sok tau deh lo! U-udahlah, sana duluan... nanti gue nyusul," Ana langsung mendorong tubuh Alya menuju keluar kamar.

"Iya, iya, ya sudah kalau begitu, cepat-cepat menyusul ya?" Alya langsung pergi meninggalkan Ana sendirian.

Ana mengangguk. Setelah melihat Alya sudah pergi, Ana langsung menarik nafas lega, "gila tuh anak! Kapan masuknya coba?" gumam Ana. "Bisa gawatkan, kalau dia sampe baca kertas ini." Ana segera melanjutkan kegiatan beres-beresnya lalu setelah semuanya selesai, ia akan menyusul Alya ke taman.

***

Saat berjalan di taman, Ana melihat Alya sedang asik berbincang-bincang dengan Trisna. Ana pun memutuskan untuk menghampirinya.

Tanpa sengaja, ketika Ana ingin menghampiri kedua temannya, ia menabrak seseorang. "Eh, maaf mas," Ana sedikit membungkukkan badannya saat mengucapkan kata maaf.

"Tidak apa. Kamu baik-baik saja kan?" tanya pria itu.

"Oh, enggak, gak kenapa-napa," jawab Ana.

"Oh iya, maafkan saya juga karena tidak memerhatikan kalau ada kamu," orang itu mengulurkan tangan, "perkenalkan, nama saya Dimas."

Ana menjabat tangan Dimas, "salam kenal ya Dimas, nama saya Ana. Emm.... saya permisi mau ke sana dulu ya," setelah berkata seperti itu, Ana berlari menghampiri kedua temannya.

Setibanya disana, Ana malah dibilang curang oleh kedua temannya. "Ah, Ana mah... curang..." ujar Trisna.

"Dih? Curang kenapa coba?" Ana mengerutkan keningnya karena bingung. "Gue baru dateng ke sini langsung dikatain curang sama lo berdua. Gak jelas nih kalian," omel Ana.

"Iya, kamu curang. Karena sudah berkenalan dengan cowok itu lebih dulu daripada kami," jawab Alya.

Ana langsung mengerti kemana arah pembicaraan mereka. Oh.... ternyata gara-gara si Dimas itu mereka ngatain gue curang? Dasar, kalo cowok aja cepet. Pikir Ana.

***

Pukul 19.00 malam. Orang-orang yang menginap di Vila Sildi, mulai mendatangi restoran yang ada di vila tersebut.

Ketika teman yang lainnya sedang sibuk makan, Ratna malah sibuk mengedarkan pandangannya ke seluruh area tempat makan. Berharp orang yang di carinya akan terlihat.

Indah yang melihat temannya dari celingukan gak jelas itu, akhirnya menegurnya, "Ratna, lo nyari apaan sih?" Indah juga memandang ke sekitar restoran.

"Ha?" Ratna terkejut mendengar pertanyaan Indah. "Gue nyari Ana. Lo liat dia gak?"

"Mana gue tahu," jawab Indah."Oh..." kata Ratna singkat. Sebenarnya ia ingin menanyakan soal teks drama yang dijanjijan Ana, tapi orang yang di cari-cari itu tidak kelihatan batang hidungnya.

Sementara itu, Ana yang sejak tadi sibuk mengetik di kamarnya, tiba-tiba di kejutkan dengan suara benda jatuh, "prang!"

"Apa itu?" gumam Ana sambil memandang sekeliling. "Gak ada yang jatuh..." kata Ana setelah memastikan tidak ada benda yang jatuh di dalam kamarnya. "Apa mungkin di luar ya?" Ana turun dari ranjang, dan mulai berjalan ke luar kamar.

Baru saja dua langkah dari depan pintu kamar, ia dikejutkan dengan kedatangan seekor kucing yang melompat ke arahnya. "AAA!" Ana memekik terkejut. "Oh astaga! ternyata kucing. Gue kira apaan?" Ana berjalan ke arah datangnya kucing yang tadi melompat ke arahnya.

Setelah melihat-lihat keadaan dapur, akhirnya Ana menemukan penyebab suara benda pecah itu terdengar, "ternyata gelasnya pecah," ia segera membereskan pecahan gelas tersebut, lalu membuangnya ke tempat sampah.

Ketika Ana selesai membereskan pecahan gelas, ia baru tersadar akan suatu hal. Kalau seluruh ruangan ini tertutup. Tidak ada pintu, ataupun jendela yang terbuka. Mendadak hawa di dapur menjadi dingin, lalu Ana seperti merasakan hembusan nafas yang sangat dingin, menusuk lehernya. Tanpa pikir panjang, Ana berlari keluar rumah, lalu menutup pintu dengan kencang.

Brak! Ana membanting pintu. "Hah! Sialan!" umpat Ana kesal di depan teras.

"Kenapa lo, Na?" tanya Ragil yang kebetulan bertemu dengan Ana.

"Oh, gak papa kok," Ana memasang senyum yang terkesan di paksakan. "Ini... di dalam ada kucing."

"Kucing?" Ragil mengerutkan keningnya. "Bukannya lo seneng sama kucing ya?" tanya Ragil.

"Iya Na, tampang lo kayak orang abis ngeliat setan," celetuk Bani yang berdiri di sebelah Ragil.

"Ah enggak kok Ban," Ana tersenyum kikuk. "Eh iya Gil, gue bisa minta tolong ke lo gak? Buat ngambilin kucingnya?" Ana mengalihkan pandangannya ke Ragil.

"Baiklah," Ragil berjalan ke arah pintu vila yang di tempati oleh Ana dan ketiga temannya.

Setelah beberapa menit, akhirnya Ragil keluar dari vila. "Ana, lo ngerjain gue ya? Orang di dalam gak ada kucing, dan ajaibnya lagi... pintu sama jendela di dalam itu gak ada yang terbuka. Lo ngigo kali," ujar Ragil dengan kesalnya.

"Tahu nih Ana, mungkin lo kelaperan kali, jadinya lo ngayal ada kucing!" kata Bani.

Ana menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "oh, mungkin itu cuma khayalan gue aja kali ya?"

Ragil menepuk pundak Ana, "ya udah Na, gue pergi dulu. Jangan lupa makan ya?" Ragil dan Bani berjalan ke vila sebelah.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro