Tuan Putri
Menghilangnya Roar, juga membuat seluruh pasukannya menghilang dalam sekejap.
“Hah...” Ana jatuh terduduk lemas sambil memegangi bahunya yang terluka.
Dimas dan Putri langsung berlari menghampiri Ana, “kamu tidak apa-apakan?” tanya Dimas lembut.
Putri langsung mendorong Dimas, “heh! Otakmu tidak beres ya? Habis melukainya, kamu bertanya dia baik apa tidak? Ya jelas tidaklah!” bentak Putri.
“Udah deh Put, daripada lo ngebentak orang gila ini, mendingan lo buka iketannya Panji. Gue yakin dia tersiksa banget diiket kayak bagitu,” ucap Ana berusaha membelokkan kemarahan temannya.
Walaupun masih ngedumel, Putri pergi juga untuk membantu Panji.
Melihat Ana berusaha bangkit, Dimas mengulurkan tangannya, “perlu bantuan?” tanyanya dengan suara lembut.
Ana menepis tangan Dimas, “gue bisa bangun sendiri,” jawab Ana dengan ketus.
Baru bangkit, Ana nyaris jatuh lagi. Dengan sigap, Dimas menangkap tubuh Ana yang cukup tinggi itu, “tuh kan... apa saya bilang, tuan putri belum cukup sehat untuk bangkit sendiri. Izinkan saya membantu putri,” kata Dimas sambil terus memegangi lengan Ana yang tidak terluka.
“Apa-apaan sih lo!?” Ana menepis tangan Dimas dari lengannya. “Gue itu terlalu sehat untuk lo kasihanin! Dan... ngapain lo manggil-manggil gue tuan putri!? Kalo lo nyari orang yang namanya Putri, tuh! Orangnya,” Ana menunjuk ke arah Putri yang kini sedang berusaha membangunkan Alya.
Dimas tersenyum. Walau habis dimarahi oleh Ana, cowok ini tetap tersenyum, “saya tahu keadaan tuan putri belum cukup stabil, karen darah yang tadi saya gunakan untuk menghancurkan kristal itu.”
Ana mengerutkan keningnya, “hah? Maksudnya?” Ana benar-benar tak paham dengan ucapan Dimas. Dia pikir, sakit kepalanya ini diakibatkan kekuatan dari si Roar yang sempat membuatnya tidak bisa bergerak sama sekali, walaupun tidak dalam keadaan terikat.
“Nanti, akan saya ceritakan. Tapi sebelumnya luka ini harus dibalut dulu,” Dimas menarik tangan Ana yang berdarah-darah. “Maaf telah melukai tuan putri. Dengan segala hormat, saya menyesal telah melakukan tindakan bodoh barusan yang dapat melukai nyawa putri,” Dimas mengikat kencang lengan Ana yang terluka dengan saputangan yang ada di sakunya.
“Terima kasih, emm... tapi gue harap setelah ini lo jangan manggil gue tuan putri lagi. Lo pikir gue anak cucunya raja apa?”
“Memang, kamu tidak bisa mengungkiri hal tersebut,” jawab Dimas lalu mengakhiri ikatannya dengan satu sentakan yang cukup kuat.
“AW! Sakit tau!” Ana memegangi lengannya yang baru saja dibalut dengan saputangan.
“Maaf,” Dimas menundukkan wajahnya.
“Hey! Kalian berdua! Kalo pacarannya udah selesai, bantuin gue bawa Alya dong! Berat nih!” teriak Panji.
“Eh! Kutu kupret! Siapa yang lagi pacaran, hah? Lo pikir setelah kita melihat siluman, iblis, para setan dan cecunguknya itu, suasananya menjadi romantis?” omel Ana.
Bukan maksud Ana ingin melucu, tapi entah mengapa, ketiga orang itu tertawa mendengar perkataan Ana.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro