Teror Tengah Malam
Di tempat yang berbeda, ada seorang anak yang masih terjaga di dalam kamarnya, "akhirnya selesai juga," Ana tersenyum puas melihat hasil kerjanya. Segera ia mengirim e-mail ke temannya, bahwa pekerjaannya telah selesai.
"Jam berapa sekarang?" tanya Ana pada dirinya sendiri.Ana melihat ke arah jam tangannya, bahwa waktu menunjukkan pukul 22.30 malam, "aduh, sudah jam segini lagi. Kira-kira warung masih ada yang buka gak ya?"
Ana membangunkan teman sekamarnya yang sudah terlelap, "Alya, Alya, bangun..." Ana menggoyang-goyangkan bahu Alya.
"Apa sih Na... gue masih ngantuk tau.." kata Alya dengan suara yang serak.
"Gue laper, temenin gue ke warung depan yuk!" bujuk Ana masih menggoyang-goyangkan bahu Alya.
"Males ah... gue masih ngantuk," Alya menutup wajahnya dengan selimut.
Ana kesal, ia semakin menjadi-jadi. Ia mendorong tubuh Alya sampai tubuhnya membentur tembok di sebelahnya.Alya pun terbangun, "ANA!" bentak Alya.
Ana tersenyum jail, "anterin yuk! Alya kan baik, dan tidak sombong, suka menabung," Ana tersenyum lebar, berusaha untuk membujuk temannya.
Alya mendengus dengan sebalnya. Kalau sudah seperti ini, Ana biasanya akan mengenakan segala cara untuk mencapai keinginannya. Dan akhirnya Alya pun mengalah pada Ana. "Iya deh, ayo!" kata Alya kesal.
Saat Alya dan Ana keluar kamar, tiba-tiba suara benda pecah, 'pyar!' sontak, Alya dan Ana langsung berhenti. "Alya, gue tau lo masih ngantuk, tapi vas bunga gak usah lo senggol-senggol gitu dong! Nanti kalo Tirta sama Putri bangun gimana?" omel Ana dengan suara berbisik. Takut membangunkan Tirta dan Putri.
Alya mendorong bahu Ana yang ada di depannya, "sembarangan lo kalo ngomong! Gue emang masih ngantuk gara-gara lo bangunin dengan paksa, tapi gue gak semabok itu kali Na," dumel Alya sambil mengucek-ngucek matanya yang masih terasa lengket.
"Terus, kalo bukan lo siapa lagi? masa set..." kata-kata Ana terhenti saat ia menengok ke belakang.
"Lo kenapa sih Na?" tanya Alya tak mengerti dengan kata-kata Ana yang tiba-tiba terputus.
"Emm... lebih baik lo nengok ke belakang aja deh ya... lo liat tuh... di belakang lo ada apaan..." kata Ana dengan suara yang kecil dan senyum yang aneh.
Dengan perlahan, Alya menengok ke belakang, matanya melotot menatap sosok wanita berambut panjang dengan wajah yang rusak sedang menatap tajam kearah Ana dan Alya, "A-A-A-na, i-i-tu a-ap-a?" kata Alya dengan suara tergagap.
"Sebodo amatlah dia itu apaan!" Ana langsung melangkahkan kakinya dengan cepat keluar rumah.
"ANA! TUNGGU!" Alya langsung lari mengejar Ana.
"Sialan tuh kunti! Gak tau orang lagi laper apa? Malah di takut-takutin," maki Ana saat mereka berjalan di jalan setapak yang ada di vila Sildi.
Saat mereka sedang berjalan di jalan setapak, tiba-tiba mereka bertemu dengan pak Eka dan si penjaga vila. "Kalian mau emana?" tanya pak Eka penuh selidik.
"Mau ke warung pak, beli makanan," jawab Ana.
"Ya sudah kalau begitu, kalian bareng saja sama nak Dimas. Kalian kan masih searah," saran pak Eka.
"Boleh, boleh tuh pak," jawab Alya bersemangat.
"Ish, giliran ada si Dimas aja semangat 45," gerutu Ana.
Alya hanya tersenyum lebar mendengar perkataan Ana.Akhirnya pak Eka pun pergi, dan mereka bertiga pun jalan menuju warung yang kebetulan menjadi rumah bagi Dimas dan adiknya.
Mereka pun sampai di depan warung. "Eh, gue beli mie goreng dong," kata Ana.
"Mau beli berapa?" tanya Dimas.
"Alya, lo mau gak?" tawar Ana dengan wajah tanpa ekspresi.
"Gue sih pasti mau, kalo Dimas yang masakin," Alya tersenyum genit ke arah Dimas.Dimas hanya menyikapinya dengan tersenyum, lalu masuk ke dalam rumahnya.
Saat sedang menunggu makanan mereka datang, Ana merasakan kalau sejak tadi ada yang memperhatikan mereka. Ana mengedarkan padangan ke sekitarnya, tapi ia tidak menemukan seseorang atau sesuatu yang sedang memperhatikan mereka.Ketika mata Ana menatap ke arah vila yang letaknya lebih rendah dari warung yang berada di sebelah jalan utama, ia melihat ada sesuatu yang aneh di balik semak – semak.
Seperti ada seseorang, atau mungkin sesuatu yang sedang bersembunyi di baliknya. Ana pun mencoba mempertajam penglihatannya.Sontak saja, mata Ana langsung membulat dengan sempurna saat melihat sosok itu sedikit keluar dari tempat persembunyiannya. Mata merahnya terlihat mengkilat dan mengerikan. Memandang penuh kebencian ke arah Ana. Ia hanya bisa mematung melihat sosok mengerikan itu. Sosoknya yang terlihat seperti manusia, namun tidak sepenuhnya terlihat seperti itu, sungguh membuat Ana bergidik ngeri ketika melihat taring tajamnya saat makhluk itu menggeram ke arahnya.
Keringat dingin mulai bercucuran membasahi kening Ana. Sulit baginya untuk menelan ludah saat melihat sosok mengerikan itu. Ditambah, makhluk itu sedang menggeram ke arahnya. Bahkan makhluk itu seakan ingin menerjang untuk menerkam Ana.Tiba – tiba ada sebuah tangan yang menepuk bahu kirinya. Ana terlonjak kaget lalu menoleh ke arah kirinya, "ada apa?" tanya Ana sedikit lega kalau ternyata yang menepuk bahunya adalah temannya sendiri, Alya."Lo kenapa sih? Muka lo pucat benget tuh!" Alya menunjuk ke arah wajah Ana. Ia merasa sedikit khawatir melihat wajah pucat Ana.
Ana langsung menggeleng dan tersenyum, "ah... tidak. Aku tidak apa kok Al.""Tapi-" omongan Alya terpotong karena Dimas dan Rika, adik perempuan Dimas sudah datang dengan membawa piring berisikan makanan mereka.
"Ini mie nya, silahkan," Dimas meletakkan piring yang dipegangnya ke atas meja lalu kembali ke dalam rumah.
"Silahkan di makan," kata Rika setelah ia meletakkan sebuah piring di atas meja yang tersedia.
"Eum... Rika," panggil Ana sedikit ragu.
"Ya?" Rika menatap Ana dengan senyum yang terukir di bibirnya.
"Boleh kutanya sesuatu?" tanya Ana sedikit bingung.
Rika mengangguk, "Em."
"Sebenarnya... aku merasa bingung dengan vila ini," Ana menatap dalam ke manic mata Rika, "ada apa dengan vila ini?" sekarang Ana menatap tajam ke arah mata Rika. Berusaha mencari kebenaran di mata gadis tersebut.Dipandangi dengan tajam seperti itu, membuat Rika merasa tidak nyaman. Bahkan sekarang keringat dingin mulai membasahi keningnya."Kenapa tidak menjawab?" Ana sedikit memicingkan matanya.
Rika terlihat bingung harus menjawab apa? Sebenarnya Rika bisa saja berbohong, tapi tatapan mata Ana yang begitu tajam, membuatnya sulit untuk mengatakan sebuah kebohongan."Rika!" suara Dimas terdengar dari dalam rumah memanggil adik kesayangannya."Iya kak!" balas Rika dengan sedikit berteriak, takut kakaknya tidak mendengar.
"Maaf, aku harus kembali ke dalam, kakakku sudah memanggilku," Rika membungkukkan badannya lalu berjalan menuju rumah. Saat sudah berada di depan pintu rumahnya, Rika bisa menarik napas lega, huft...
Setelah selesai makan, dan membayar makanannya, Ana dan Alya bergegas kembali ke vila. Selama perjalanan menuju vila, Ana merasakan sesuatu yang aneh. Dia merasakan seperti ada seribu mata yang memerhatikannya ketika ia sedang berjalan. Berkali-kali Ana menengok ke belakang, untuk memastikan kalau di jalan ini hanya ada mereka berdua.
"Ada apa sih Na?" Alya curiga dengan sikap Ana yang sejak tadi menoleh kebelakang.
"Ha? Gak papa kok," Ana terus berjalan ke arah menuju vila.
Sesampainya mereka di depan vila, tiba-tiba Ana mendengar suara aneh yang lebih mirip dengan tawa cekikikan seorang wanita. "Tunggu dulu," Ana menarik tangan Alya.
"Kenapa sih lo,dari tadi aneh banget."
"Coba lo pasang telinga lo baik-baik," perintah Ana dengan suara berbisik.Hening sesaat. Tiba-tiba terdengar suara cekikikan itu lagi.
"Ana! Itu suara apa!?" Alya panik ketika ia mendengar suara cekikikan tersebut.
"Mana gue tau," Ana menggelengkan kepalanya. "Sepertinya suara itu berasal dari pohon di belakang kita," bisik Ana.Dengan perlahan mereka menoleh ke belakang. Sungguh terkejutnya mereka, saat mereka tahu ada sesosok wanita berbaju putih dengan rambut panjang yang acak-acakan.
"A-a-na, i-itu a-apa-an?" ucap Alya terbata-bata.
Ana hanya diam tak bergeming. Bibirnya seperti di lem, tubuhnya kaku, dan kakinya juga seperti sudah di tancampakan paku bumi, yang membuatnya tidak bisa bergerak sama sekali. Hanya matanya saja yang menatap tajam ke arah wanita berambut panjang acak-acakan itu.
Alya tidak tahan, ia segera berlari masuk ke dalam vila, dan meninggalkan Ana sendirian.Suasana terasa semakin mencekam. Saat wanita berambut panjang itu perlahan mulai mendekati Ana. Ana ingin teriak, berlari, tapi semua itu tidak bisa dilakukannya.Ketika wanita itu hanya berjarak satu langkah dengan Ana, tiba-tiba ia mengilang entah kemana.
Wajah pucat Ana terlihat sedikit lega. Tangan dan kakinya juga sudah bisa di gerakkan kembali. Segera ia masuk ke dalam vila dengan langkah gontai, dan bergegas menuju kamarnya, berharap dapat segera melupakan kejadian malam ini.
"Astaga... kenapa malam ini aku mengalami banyak kejadian buruk sih!? Apa salahku ya tuhan..." gerutu Ana saat sudah berada di dalam kamarnya.
***
Di kamar no.14 terlihat I'ing yang tidurnya tidak tenang. Bagaimana ia bisa tidur tenang? Setiap ia hampir tertidur, tak sengaja tangan atau kaki Panji mengenai tubuh I'ing, padahal sudah berkali-kali ia menjauhkan diri dari Panji, agar tubuhnya tidak tertindih tangan atau kaki Panji, tapi tetap saja tanga dan kaki itu mengenai tubuh I'ing."Ah, dari pada gue tersiksa gini, mendingan gue tidur di kamar Ragil sama Bayu aja," umpat I'ing kesal. Lalu ia turun dari ranjang, dan berjalan keluar kamar.Panji sendirian di kamarnya.
Ia sama sekali tidak menyadari kalau dirinya di tinggalkan oleh teman sekamarnya.Dalam tidurnya... Panji kelihatan gelisah. Sepertinya ia bermimpi. Mimpi yang sangat buruk. Sampai-sampai Panji terjaga karena mimpi buruk tadi, "hah... hah... hah... untung cuman mimpi," kata Panji lega menyadari kejadian barusan hanyalah sebuah mimpi.
Tiba-tiba Panji tersadar, kalau dirinya telah berada di tempat yang gelap dan sunyi sendirian. Ia menoleh kesana-kemari, mencari-cari teman sekamarnya, "kemana I'ing? Kok gak ada?" Panji merasa bulu kudu nya berdiri. Segera Panji keluar dari kamarnya, lalu masuk ke kamar Ragil dan Bayu.
Sesampainya di kamar itu, Panji melihat orang yang sejak tadi di carinya. Ternyata ia berada di kamar ini. Panji langsung menyelipkan tubuhnya di antara ketiga temannya dengan paksa sampai ada ruang yang cukup baginya untuk tidur.
"Nji! Gila lo! Sempit bego!" maki Bayu.
"Bodo ah, males gue tidur sendirian," kata Panji dengan malas.
"Ah, alasan lo! Bilang aja kalo lo takut tidur sendirian," goda Ragil sambil membalikkan badannya untuk menghadap kearah tembok.
"Siapa juga yang takut, gue cuma males tidur sendirian. Udah ah, pada berisik lo! Gue mau tidur," Panji langsung memejamkan kedua matanya, tak peduli kedua temannya terus ngedumel tentang kasur yang sempit.
***
Esok paginya, Panji bangun dengan mata yang memerah. Semalaman ia tidak bisa tidur, karena mimpi buruk yang ia alami.
Mimpi itu seperti nyata baginya. Tidak bisa di sangkal lagi, Panji benar-benar merasa ketakukan dengan tangan-tangan kotor yang ingin meraih tubuhnya, ketika ia terjatuh ke dalam jurang.Tangan-tangan itu... seakan ingin mencabik-cabik tubuh Panji, mematahan tulang-tulangnya.
Dari dalam jurang itu... terdengar suara banyak orang, mereka seperti memerintahnya agar cepat jatuh ke dalam jurang, "kemarilah... kemarilah...".Panji bergidik ngeri setiap kali mengingat mimpi buruk itu, "dosa apa... gue, sampe-sampe bisa mimpi kayak begitu?"
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro