Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Menyusun Rencana

Aksi melarikan diri mereka hampir ketahuan oleh tukang sapu vila yang kabarnya ia adalah seorang hantu yang sedang menyamar. Tapi karena kecerdikan Tirta, dan sedikit kebohongan dari Ana, akhirnya mereka bisa keluar menuju hutan.

Ketika mereka sampai di depan hutan, Alya melihat sesosok wanita cantik berambut panjang, dan mengenakan gaun putih panjang yang sederhana sedang berdiri di sebelah pohon besar. “Ha-ha-han..” ucapan Alya tertahan karena mulutnya di bungkam oleh Tirta.

“Jangan berisik!” perintah Tirta dengan suara berbisik.

“Tenang saja, dia berada di pihak kita,” jelas Ana.

Alya, Tirta, dan Putri saling pandang satu sama lain, lalu mengangguk dengan ragu.

Wanita itu tersenyum, “lewat sini,” dengan senyum manis yang terukir di bibirnya, dia mulai berjalan masuk kedalam hutan. Disusul dengan Ana, Alya, Putri, Tirta.

Setelah cukup lama berjalan, akhirnya mereka berhenti di depan batu besar yang di sampingnya terlihat Rika yang sedang bersender di batu itu, “kalian lama sekali,” kata Rika.

“Lo pikir gampang apa, keluar dari tempat itu?” protes Alya.

“Yang penting sekarang kita selamat sampai di hutan,” kata Putri.

“Bisa kita mulai?” tanya Rika.

Semua orang yang ada di situ mengangguk.

“Mereka akan memulai upacaranya tepat pukul 12 malam, di saat itulah bulan purnama berada tepat di atas kepala kita,” Rika memberi jeda pada kalimatnya. “Kita harus menyelamatkan teman kalian, lalu menghancurkan pusat kekuatan mereka,” jelas Rika panjang lebar.

“Bagaimana kalau kita bagi saja menjadi 2 tim? Agar tugasnya lebih cepat selesai,” saran Putri.

“Putri benar. Lagi pula, kita belum tahu apa dan dimana sumber kekuatan mereka,” Tirta menyetujui perkataan Putri.

“Terus, siapa yang akan membagi tim nya? Dan bagaimana kita bisa menyelamatkan orang yang akan di jadikan tumbal? Padahal kita sendiri tidak mengetahui siapa orangnya?” tanya Alya beruntun.

Dengan refleks, mereka langsung melirik ke ara Ana.

“Apa? Kenapa kalian ngeliatin gue kayak gitu?” kening Ana berkerut. Tanda ia tak mengerti dengan maksud dari tatapan mata teman – temannya.

“Kita semua tahu, kalau sudah menyangkut masalah seperti ini, elo jagonya,” Tirta menunjuk ke arah Ana.

“Tapikan yang jadi ketua OSIS itu kan elo, Tir,” ucap Ana dengan asal.

“Ana, itu tuh gak ada hubungannya!” omel Alya.

“Sudahlah Na, bercandanya nanti saja. Sekarang waktunya untuk serius,” tegur Putri.

“Iya, iya...” kata Ana malas, “kenapa harus gue sih yang mimpin masalah beginian?” gerutu Ana.

“Karena elo punya otak criminal yang hebat!” celetuk Alya.

Ana langsung memberi tatapan tajam ke arah Alya. Yang dipandangi malah hanya senyam – senyum tidak jelas.

“Sudahlah Alya, lo diem dulu. Biarkan si Ana berpikir,” tegur Tirta.

Ana diam sejenak untuk berpikir, “hmm... begini rencananya...”Ana mulai menuturkan rencananya.

***

Sementara Ana dan kawan-kawannya sibuk menyusun rencana, para penunggu vila telah sibuk menyiapkan upacara sesembahan mereka yang adakan 2 tahun sekali.
“Ayo semuanya! Kita harus menyiapkan upacaranya sebelum baginda raja hadir!” kata setan yang seluruh tubuhnya berwarna merah.

“Hey! Kamu jangan malas-malasan! Cepat kerja!” setan yang tubuhnya berwarna hitam mencambuk setan lain yang menurutnya malas.

“Bisakah kau berjalan lebih cepat?” ledek hantu yang memiliki badan besar, dan kulit berwarna hijau. “Aku rasa siput pun akan mendahului mu, jika kau berjalan begitu lama!” ia melayangkan cambuknya ke setan pembawa kayu tersebut.

Suasana di vila saat ini benar – benar sangat menyeramkan. Hanya ada para hantu dan siluman yang berkeliaran di daerah vila Sildi.

***

“Sudah jelas semuanya?” tanya Ana yang disambut anggukan dari teman-temannya. “Ayo bergerak!” perintahnya yang dijawab penuh semangat dari teman – temannya, “baik!”

Tanpa di perintah dua kali, Alya, Rika, dan Tirta pergi menuju vila.

“Sekarang, apa yang akan kita lakukan? Kita kan belum tahu sumber kekuatan mereka,” tanya Putri setelah ketiga orang tadi meninggalkan hutan.

Bukannya menjawab pertanyaan Putri, Ana malah memalingkan wajahnya kepada penunggu hutan ini dan bertanya kepadanya, “selain dari depan, apa ada jalan masuk lain kedalam vila?”

Wanita itu mengangguk, “di ujung sana ada goa,” ia menunjuk ke arah barat. “Di dalamnya ada jalan yang menghubungkan hutan dengan vila.”

Ana mengangguk, “Terima kasih.”

Wanita itu hanya membalasnya dengan tersenyum, dan di detik kemudian, ia sudah tidak ada.

“A-ana, kemana wa-wanita tadi? Ke-kenapa dia bisa menghilang begitu saja?” tanya Putri dengan suara tergagap.

“Apa gue lupa bilang? Kalau dia itu termasuk makhluk halus?” Ana menatap wajah Putri dengan menunjukkan wajah polosnya.

“Yang benar saja Ana! Dari tadi kita ngomong sama hantu!?” pekik Putri.

“Ssshh… berisik lo Put. Kalau lo teriak – teriak begitu, semua makhluk gaib yang ada disini bisa mendatangi kita sekaligus, tau?” ancam Ana.

“Ya-yang benar saja! Jangan bercanda di saat – saat seperti ini, Ana!” omel Putri.

“Ayo pergi!” Ana mulai berjalan menuju goa.

“Hey! Ana! Tunggu!” Putri langsung berjalan menyusul Ana.

Mereka sudah tiba di depan goa yang gelap dan tampak mengerikan. Banyak sarang laba – laba di sekitarnya. Dan ketika mereka mulai memasuki goa tersebut, terasa hawa dingin yang tidak wajar, “kenapa disini dingin sekali sih?” keluh Putri.

“Mungkin karena goa ini gelap dan jarang terkena sinar matahari secara langsung, jadi udara disini cukup lembab dan… dingin,” jawab Ana sedikit ragu.

Setelah berjalan cukup lama di dalam goa tersebut, mereka hanya menemukan jalan buntu. “Gimana sih, kok jalannya buntu?” keluh Ana sambil menatap ujung goa yang hampa.

“Sudahlah Na, kita kembali saja,” kata Putri.

“Baiklah...” kata Ana kecewa. Baru saja ia membalikkan badannya, tiba – tiba Ana dikejutkan dengan sebuah benda kecil yang terbang kesana – kemari dengan lincahnya. Sangking penasarannya, Ana menyorotkan senternya kearah benda tersebut.

“Hey!” pekik makhluk mungil tersebut.

“Makhluk apa ini?” tunjuk Ana ke arah makhluk Aneh yang sedang terbang di atas kepalanya.

“Bodoh. Aku ini fairy!” omel fairy itu.
“Maksud mu, peri?” Ana memperjelas maksud fairy tersebut.

Si fairy pun mengangguk.

“Tapi jika benar kamu ini adalah fairy, kenapa wujud mu seperti itu?” kini Putri yang angkat bicara.

Fairy itu menghampiri Putri, “apa maksud mu berkata ‘seperti itu,’ hah!?” si fairy mulai meradang, “apa kau ingin bilang, kalau aku ini jelek?!”

“Bu-bukan begitu maksud ku...” sesal Putri.

“Tapi memang kenyataannya begitu kan?” gumam Ana.

Fairy yang memiliki paru dan badan seperti gagak, tapi dengan wajah menyerupai manusia dengan rambut merah dan tentu saja bibirnya diganti dengan paru kuningnya yang kuat dan tajam sedang menatap tajam ke arah Ana, “aku sedang tidak ingin ribut dengan manusia payah seperti kalian. Katakan, apa tujuan kalian datang kemari?”

“Kami... tersesat?” ucap Ana yang lebih tepatnya terdengar seperti sebuah pertanyaan ketimbang pernyataan.

“Jika kalian tersesat, kenapa kalian kemari?” fairy itu mulai terbang di sekitar Ana dan Putri. Lebih tepatnya terbang mengelilingi mereka.

“Hey… bisakah kau diam di satu tempat saja? Aku pusing melihatmu berterbang mengelilingiku seperti itu,” protes Ana.

“Baiklah,” fairy itu duduk di batu kecil yang ada di dinding. “Lalu, kenapa kalian datang kemari kalau kalian tersesat?” tanya si fairy untuk kedua kalinya.

“Karena ada seseorang yang memberitahu kami, bahwa disini ada jalan pintas menuju vila,” kata Putri.
Ana mengangguk, “dan kami harus tiba ke vila Sildi secepatnya.”

“Apa kata mu?! Vila Sildi?” fairy itu langsung terbang menuju batu besar yang berada di sebelah Ana dan berpindah tempat duduk di batu besar itu.

Ana dan Putri mengangguk dengan kompak.

“Sungguh malangnya nasib kalian berdua,” kata fairy sambil menggeleng – gelengkan  kepalanya.
“Memangnya ada apa?” tanya Putri.
“Intinya kalian menginap di vila yang salah.”

“Maaf sebelumnya, aku harus memanggil mu apa?” tanya Ana.
“Panggil saja aku, Mess,” kata fairy.
“Bailkah Mess, aku hanya ingin bertanya. Sebenarnya ada apa dengan vila itu? Sampai – sampai kau bilang, kalau kami menginap di vila yang salah?” tutur Ana.

“Asal kalian tahu saja, vila itu telah memakan banyak korban. Walaupun itu hanya 2 tahun sekali,” ucap Mess dengan cuek.

“Terus...?”

“Mereka akan menghisap elemen kehidupan korbannya, lalu roh korbannya di biarkan terpisah dari raga aslinya,” lanjut Mess.

“Elemen… kehidupan?” Putri tak mengerti dengan perkataan Mess barusan. Sekeras apapun ia berusaha mencerna perkataan Mess barusan, tetap saja ia tidak mengerti dengan maksud si fairy tersebut.

“Aku jelaskan. Manusia, jika ingin hidup, harus mempunyai 3 hal pokok. Yang pertama adalah roh, yang kedua adalah raga, dan yang ketiga… elemen kehidupan,” jawab Mess.

“Lalu, apa pentingnya elemen kehidupan itu bagi manusia?” sekarang gantian Ana yang bertanya.
“Tanpa elemen kehidupan, manusia akan tampak seperti orang ling – lung, atau mungkin kalian biasa menyebutkan fenomena itu dengan sebutan gangguan kejiwaan?” Mess menggedikkan bahunya. “Bahkan jika roh orang itu tidak dapat menahan sakitnya saat elemen kehidupannya di ambil, kemungkinan besar dia bisa meninggal,” jelas Mess panjang lebar.

“Mengerikan...” desis Ana.

“Jika kalian tahu kalau ini sangat mengerikan, kenapa kalian berdua ingin kembali ketempat itu?” tanya Mess. “Bukankah, lebih baik menunggu sampai fajar tiba?”

“Bukan begitu... kami sebenarnya ingin menyelamatkan teman-teman kami yang sedang berada di dalam vila,” jelas Putri.

“Kalian? Menyelamatkan?” Mess kelihatan ragu untuk sesaat, kemudian tertawanya pecah, “hahahaha! Yang benar saja! Kalian akan melawan para setan dan siluman – siluman itu?! Kalian gila!” maki Mess.

“Terima kasih banyak atas puniannya. Kami memang sudah gila. Bahkan kami berani mempertaruhkan nyawa kami demi mempertahankan keselamatan lainnya,” kata Ana dengan tampang sok-nya.

“Sombong sekali kau,” cibir Mess. “Baiklah, kalau kalian tetap bersi keras ingin kembali ke sana. Aku akan memberi tahu jalannya kepada kalian,” si fairy mulai mengetuk-ngetuk ujung goa, dan detik selanjutnya, pintu yang awalnya tak terlihat itu terbuka. “Ayo cepat! Kita tidak punya banyak waktu.”

“Apa? Hanya begitu saja? Tahu gitu, gue ketok – ketok aja tuh goa,” gerutu Ana sambil mulai berjalan masuk, dan Putri menyusul di belakang Ana.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro