Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lewat Mimpi

Saat semua orang sedang berkemas untuk kepulangan mereka pagi ini, Ana dan Tirta malah asik berjalan di tengah hutan. Padahal satu jam lagi bis mereka tiba. "Untung Na, dari kemarin gue udah beres-beres. Coba kalo enggak, gue timpuk kepala lo make balok karena sudah menyeret-nyeret gue ke hutan tanpa persetujuan gue," omel Tirta yang berjalan di sebelah Ana.

"Masa bodo lo udah beres - beres apa belum, emang gue peduli kalo lo ketinggalan di vila terkutuk itu?" jawab Ana cuek.

"Sialan lo," Tirta mendorong pelan lengan Ana.

"Aw! Tir! Yang bener dong, ini sakit tau!" omel Ana sambil memegangi lengan kanannya.

"Ups, maaf," walau meminta maaf, tetap saja Tirta ingin tertawa. Karena baginya, jarang sekali melihat temannya yang satu ini merintih kesakitan. Bukannya Tirta kejam, tapi kapan lagi melihat cewek yang selalu terlihat kuat, usil bin licik ini mendadak terlihat lemah tak berdaya? Sangat jarangkan?

"Kenapa lo? Pengen ketawa karena sekarang gue mendadak menjadi gadis yang lemah tak berdaya?"

"Bukan gue maksud jahat Na, tapi kapan lagi...?" Tirta tersenyum geli.

"Sialan lo Tir, berarti lo bukan temen yang sayang sama temennya. Buktinya, temen lagi sakit lo ketawain," gerutu Ana sambil terus berjalan masuk ke dalam hutan yang pohonnya makin lebat.

"Kalo gue bukan temen yang baik, kenapa gue nurut aja lo tarik - tarik ke sini? Padahal lo tau sendirikan, kalo gue bisa ngelawan lo?" kini Tirta menatap dengan tatapan yang menggoda sekaligus geli.

Ana terdiam sejenak, "iya juga sih..." jawabnya pelan, nyaris seperti sebuah bisikan.

Ternyata, luka itu bukan hanya menyebabkan Ana terlihat seperti cewek pada umumnya, tapi juga membuatnya lebih kalem dan tidak suka berdebat, pikir Tirta. Wah, kalau kayak begini ceritanya, Tirta mungkin akan sering berharap Ana seperti ini terus. Tentunya tanpa luka sedikitpun menempel di badannya.

Sudah 15 menit mereka masuk ke hutan, tapi tempat yang dituju belum juga sampai. "Na, sebenernya lo tau jalannya gak sih? Kok kita sampenya lama banget?" tanya Tirta yang mulai terlihatan lelah.

"Kalo gak salah, pas di mimpi, gue bener kok lewat sini," jawab Ana kalem.

"What!? Mimpi!? Yang bener aja lo Na! Kalo kita tersesat gimana?" tanya Tirta mulai panik.

"Gampang, nanti teman-teman kita akan cari ke hutan. Kan tadi gue udah bilang ke Rika, kalo gue mau ke hutan sebentar,"

"Aduh, berjalan tanpa arah bareng lo itu sama aja cari perkara lain. Padahal kita baru aja nuntasin satu perkara, eh ini..."

"Berisik, udah sampek nih," Ana memotong ucapan Tirta sambil berlari ke arah gubuk kecil yang indah, dan jelas satu-satunya yang ada di hutan ini.

Saat mereka berdua tiba di depan gubuk tersebut, keluarlah wanita cantik mengenakan pakaian serba putih yang panjang, dan di kepalanya ada mahkota yang dirangkai dari beberapa bunga yang jelas-jelas saja notabennya berwarna putih.

"Akhirnya kalian datang juga, silahkan masuk," wanita cantik itu mempersilahkan Tirta dan Ana masuk kedalam gubuknya, dan tak disangka-sangka adalah, ternyata bagian dalamnya sangat luas jika dibandingkan dengan pemandangan yang mereka dapat ketika di dalam.

Wanita cantik itu menyuruh Ana dan Tirta duduk di meja dan kursi yang terbuat dari kayu yang masih benar-benar terlihat seperti pohon yang baru di potong. Tapi bukannya merasa aneh, mereka berdua malah kagum, karena menurut mereka, disitulah keunikannya.

"Emm... peri, ini kristalnya," Ana memberikan kantung plastik hitam kecil itu ke peri putih, setelah si peri kembali membawakan biskuit dan teh. "Maaf kalau rusak, habis ini gara-gara Dimas yang..."

"Tidak apa," potong si peri putih. "Seharusnya, sudah dari dulu kristal ini dihancurkan, tapi para leluhurmu selalu menolaknya, dan pada akhirnya ada seorang siluman yang berhasil merebutnya dari leluhurmu, namanya..."

"Roar, si siluman naga," tebak Ana.

"Benar," si peri cantik itu mengangguk. Ia membuka pelastik hitam kecil yang ia terima dari Ana, "Tapi, sesuai dengan perkataan leluhurmu, salah satu keturunan mereka, harus memegang kristal ini, agar tidak ada makhluk jahat lagi yang bisa mengambilnya."

"Maaf, bukannya kristal itu sudah hancur, ya?" tanya Tirta sopan.

"Iya, tapi aku bisa saja mengembalikannya seperti semula, jika kamu memintanya. Tapi ku rasa, akan lebih bijak kalau aku memegang separuh bagiannya, karena akan sangat bahaya bagimu, bila memegang kristal itu dalam keadaan utuh."

"Aku sih terserah peri putih ajalah, malah kalo boleh milih ya, aku gak mau berurusan sama kristal aneh itu. Bisa-bisa hidupku tidak akan tenang," ucap Ana.

"Tidak bisa begitu, bagaimanapun, kamu ini pewaris asli yang lebih pantas memegang kristal ini," protes peri putih dengan lembut, "tapi untuk berjaga-jaga, aku ingin kamu menyimpan separuh bagiannya saja."

Ia mengambil beberapa pecahan kristal tersebut, dan tahu-tahu saja saat peri putih itu membuka telapak tangannya, di atas telapak tangannya ada kalung yang begitu indah. Kalung yang berhias kristal yang katanya Ana terkutuk itu, bisa terlihat begitu indah. "Ini, ambilah, jaga kalung ini dengan baik-baik, kalau bisa, kamu kenakan kalung ini kemanapun kamu pergi."

"Baiklah, terima kasih peri. Kami pulang dulu ya? Soalnya temen-temen pasti udah mulai mencari kami. Hampir jam 9 nih.." Ana menunjukkan jam digitalnya.

"Baiklah, kalau kalian mau cepat sampai, tutup mata kalian!" perintah si peri. Tirta dan Ana langsung menuruti perintah si peri, dan dalam sekejap saja, mereka sudah berada di depan vila.

"Kalian berdua lama sekali dari hutan," kata Rika yang sedang duduk manis di depan rumahnya yang ada di luar kawasan vila.

"Apa harus ya...?" tanya Ana pada dirinya sendiri.

"Apa harus kenapa?" tanya Tirta heran.

Ana menggeleng, "Tir, lo lebih baik cepet balik ke dalem deh, kayaknya Putri sama Alya nyariin lo tuh," kata Ana sambil mendorong Tirta.

"Enggak ah, lagi pula ngapain gue balik lagi ke dalem vila? Barang-barang gue semua ada disini," protes Tirta. "Lo kenapa sih?" tanya Tirta heran.

Tanpa mengubris ucapan Tirta, Ana berlari menghampiri Rika yang berada di seberang jalan. Tampak Ana sedang membisikkan sesuatu yang membuat raut wajah Rika bingung setengah mampus. Habis itu mereka melakukan perdebatan kecil yang suaranya juga dikecilkan. Saat Tirta ingin mendekati mereka, Ana melarangnya dengan mengatakan, "tunggu disitu!" dengan suara yang cukup keras. Membuat Tirta mengurunkan niatnya untuk mendekati mereka.

Tirta bingung, kenapa Ana memerintahkannya untuk jangan mendekat ke arah mereka. Ana seolah-olah sedang membisikkan sesuatu yang membingungkan pada Rika. Gadis itu bahkan sampai mengerutkan keningnya saat berbicara dengan Ana, namun pada Akhirnya Rika mengangguk.

Kejadian itu membuat Tirta semakin penasaran. Apa yang sebenarnya dibicarakan oleh Ana dan Rika?

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro