Keturunan Raja
Tak jauh dari tempat itu, ada tiga pasang mata yang sedang memerhatikan upacara itu dari balik semak-semak yang sangat lebat.
"Bagaimana ini? Upacaranya hampir dimulai," Putri mulai khawatir dengan kejadian yang sedang berlangsung tak jauh dari tempat persembunyian mereka.
"Inget Put, masih hampir, belom dimulai beneran," Ana mengingatkan.
"Lalu apa rencanamu?" tanya Dimas.
"Hmm..." Ana memegangi dagunya, tanda ia sedang berpikir. "Lo berdua mencar, ke sana dan ke sana," Ana menunjuk dua arah yang berlawanan. "Jangan keluar sampai gue bilang 'sekarang!' karena gue punya rencana bagus untuk mengacaukan upacara bodoh ini," Ana tersenyum licik.
"Dasar otak kriminal!" ledek Putri, lalu mulai berjalan meninggalkan Ana dan Dimas. Tak lama kemudian, Dimas pergi ke arah satunya.
"Tunggu dulu!" Ana menarik lengan Dimas, sampai ia terjatu di dekat Ana, "ops, maaf," Ana tersenyum kikuk.
"Iya, tidak apa," Dimas berjongkok di sebelah Ana "Ada apa?" tanya Dimas, menandakan ia tahu kalau Ana akan menyampaikan sesuatu yang sangat penting.
"Lo yang bawa ini ya?" Ana mengeluarkan batu kristal yang ada di kantongnya lalu memberikannya kepada Dimas. "Nanti kalau keadaannya mulai genting, lo ancurin aja tuh batu," bisik Ana.
Dimas menggeleng, "Tidak semudah itu Ana. Hanya anak yang memiliki darah keturunan rajalah yang dapat menghancurkannya."
"Hah? Darah keturunan raja?" tanya Ana dengan tampang bingung. "Bagaimana aku mengetahuinya?" tanya Ana makin bingung.
"Darah anak keturunan raja itu wangi, tidak berbau anyir seperti darah manusia pada umumnya," ucap Dimas. "Tapi kamu jangan khawatir, saat di bawah sana, aku sempat mencium kehadiran orang yang memiliki keturunan raja."
Ana langsung mengambil walkie talkie-nya dan mengecilkan volume-nya, agar tidak terdengar berisik, "lo pergi kesana, sambil hubungi Rika make ini. Suruh dia untuk mencari siapa yang memiliki darah keturunan raja itu. Suruh dia datang membawa orang itu secepatnya," Ana menyerahkan walkie talkie-nya kepada Dimas.
Dimas mengangguk, lalu menerima walkie talkie Ana dan baru kristal itu, dan Dimas langsung berjalan merunduk ke sisi taman yang lainnya.
Ana melirik jam tangan digitalnya pukul 23.53, waktu hampir habis. Setelah melihat Dimas mulai menjauh, Ana pun keluar dari tempat persembunyiannya, dan mulai berjalan santai ke arah upacara sesembahan itu.
"Siapa itu!?" tanya Roar berang.
"Santai dong, gue, eh, saya hanya ingin bertanya, sebenarnya pesta apa yang didirikan oleh pihak vila? Sampai - sampai hanya dua orang yang diundang begini, dalam keadaan pingsan pula," tanya Ana dengan wajah polosnya.
"Oh, gadis manis ini mau ikut pesta peresmian pasangan kekasih ini? Boleh saja. Kemarilah nak," ucap Roar dengan suara yang lembut.
"Apa? Pasangan kekasih?" Ana mengerutkan keningnya. "Gak minat ah, kirain ada upacara pembunuhan atau apa... gitu, yang berbau darah," Ana memasang wajah kecewanya dan siap melangkah pergi.
"Tunggu!" seru Roar berusaha menahan Ana, agar ia tidak pergi. "Kenapa buru - buru sekali sih, manis..." Roar mulai berjalan mendekat.
"Berhenti!" seru Ana dengan menunjukkan wajah yang sangat menyeramkan. Ia mengeluarkan sebilah pisau yang ia sembunyikan di tas kecilnya, "Kalo lo berani mendekat, gue bakal bunuh elo. Lalu gue cincang - cincang dan bangkainya gue buang ke kolam ikan vila ini," Ana tersenyum keji layaknya seorang iblis yang telah menemukan mangsanya.
"Wah... ternyata nona yang manis ini memiliki pikiran yang sangat jahat," Roar tersenyum licik. "Bagaimana kalau nona bergabung dengan kami? Melihat keinginanmu untuk membunuh, dan wajahmu yang tidak menampakkan rasa takut saat melihat kami semua yang ada disini, aku tertarik mengajakmu kedalam kamplotanku. Ikutlah bersama ku, maka kamu akan menjalani hidup kekal, tanpa pernah merasakan kematian yang begitu menyakitkan," Roar mengulurkan tangannya.
Ana diam sejenak, "em.. enggak ah, wajah kalian jelek semua begitu. Terutama wajahmu," Ana menunjuk ke arah Roar, "Apa kakek - kakek sepertimu yang memimpin semua ini? Ah, perkumpulan yang tidak keren!" Ana mengibaskan tangannya, sambil melirik sedikit ke arah jam tangannya. Pukul 23.57, kenapa Rika lama sekali? Seharusnya empat menit sudah cukup untuk mengetahui siapa orang yang memiliki darah keturunan raja.
"Seharusnya, kakek - kakek kayak lo itu harus cepet - cepet pensiun dan bertobat. Supaya dosa - dosa lo yang lalu itu diampuni sama Tuhan Yang Maha Kuasa."
Mendengar perkataan Ana, para prajurit yang ada di sekitar situ, langsung mengangkat senjata untuk menyerang Ana.
Roar mengangkat tangannya, tanda supaya prajuritnya tidak ada yang menyerang Ana. Dengan perkataan yang dilontarkan Ana barusan, Roar dapat mengetahui, kalau Ana bukanlah siapa - siapa. Ia tidak dapat melihat wujut asli makhluk - makhluk yang ada disini. Berarti dia bukanlah sebuah ancaman, melainkan sebuah kekuatan yang baru.
"Aku akan mengangkatmu sebagai pemimpin disini, bila kamu ingin bergabung dengan kami," ungkap Roar yang membuat para pengikutnya tercengang.
"Hmm..." Ana melirik jam tangannya, pukul 23.58, berakhirlah semuanya. "Ku rasa, aku memiliki acara yang lebih penting ketimbang..." Ana menghentikan ucapannya, karena tiba - tiba saja ada orang yang merangkulnya dari belakang. Bukan hanya sekedar merangkulnya, lebih tepatnya, orang itu sedang memiting leher Ana sambil menempelkan potongan kaca yang tajam ke leher Ana.
"Dimas, bagaimana kamu bisa keluar dari kendi itu?" tanya Roar dengan suara beratnya yang kelihatannya terkejut melihat kehadiran Dimas yang sebenarnya dikurung di penjara bawah tanah yang dindingnya dilapisi oleh mantra. Selain itu, Dimas juga dikurung di dalam kendi yang membuat suara Dimas tidak akan di dengar oleh siapapun saat ia terkurung di dalam kendi itu. Bagaimana dia bisa keluar? Siapa yang mengeluarkannya? Berbagai pertanyaan muncul di benak Roar.
"Seharusnya baginda sudah menyadarinya," Dimas memberi jeda pada ucapannya, "bahwa salah satu dari mereka adalah keturunan raja," Dimas memberi senyuman licik dan sedikit menekan pecahan kaca itu ke leher Ana.
"Dasar penghianat!" desis Ana.
"Bagaimana pun, aku pernah bekerja untuknya," Dimas mengalihkan pandangannya pada Marty. "Heh! Makhluk jelek! Jangan pernah kamu menyamar lagi menjadi aku!" bentak Dimas, "cepat ubah wajahmu! Bikin aku sebal saja."
Tanpa di perintah lagi oleh Dimas, Marty yang tadinya menyamar menjadi Dimas versi dewasa, kini berubah menjadi makhluk yang buruk rupa. "Begitu lebih baik," ucap Dimas.
"Siapa yang kamu maksud keturunan raja, Dimas? Aku tidak mau kamu membuang semua waktuku yang berharga ini, karena dulu kamu pernah mengacaukannya, dan nyaris saja membuatku mati," dengan suaranya yang tegas, Roar memerintahkan Dimas untuk membuktikan ucapannya. "Buktikan padaku, siapa orangnya? Agar aku tidak perlu melakukan upacara ini lagi, dan aku akan hidup kekal selamanya di dunia ini! Hahahahaha!" sang raja tertawa dengan kejinya.
Tanpa banyak bicara, dengan gerakan secepat cahaya, Dimas membuat luka gores yang cukup dalam di lengan Ana. Membuat lengan bajunya robek dan darah mengalir cukup deras di lengannya.
"Dasar manusia sialan yang tidak tahu terima kasih! Sebenarnya apa yang mau kamu lakukan!" teriak Ana penuh dengan emosi. Tapi sayang, orang yang dimaki tidak berbicara apapun terhadapnya. "Sialan!" maki Ana lagi.
Semua orang mendadak menarik napas sedalam - dalamnya, seakan - akan para makhluk ini tidak pernah menghirup udara segar. "Darah keturunan raja..." Roar menarik napasnya dalam - dalam, "akhirnya kamu datang juga.." Roar tersenyum keji. "Cepat bawa gadis itu ke batu sesembahan!" perintah Roar dengan suara tegas. "Kita jadikan dia korban pertama kita," lagi-lagi Roar tersenyum keji ke arah Ana.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro