Epilog
Dari semua cerita Alfi, ini doang yang paling absurd. Sumpah -_-
Tapi lumayan, untuk nostalgia, kalau dulu pas SMP, tulisan Alfi masih belum enak untuk dibaca. Dan agak sedikit ngadet-ngadet gaje gitu :v
Semoga mata kalian (yang membaca cerita ini) tidak rusak karena gaya bahasa Alfi waktu SMP dulu -_-
(Langsung mojok. Malu, karena ceritanya absurd parah)
"Tunggu dulu Na, jangan tidur dulu. Lo belum ngelanjutin ceritanya," tahan Panji saat melihat Ana sudah memejamkan matanya.
Ana pun membuka kembali kedua matanya denga perasaan malas, " ada apa lagi sih Nji?"
"Lanjutin cerita lo yang tadi. Kenapa dari awal lo yang dapet pertandanya? Sedangkan gue yang mau di jadiin tumbal cuman dimimpiin begitu," protes Panji.
"Ternyata temen gue yang satu ini cuman pinter pelajaran doing ya? Logikanya gak jalan," cibir Ana. "Ya kalo si korban di kasih tau dia bakal jadi korban pembunuhan, rencana si pembunuh bakal gagal dong Nji... dan si calon korban akan melarikan terlebih dahulu sebelum menjadi korban. Dasar dodol!" maki Ana.
"Terus, kenapa waktu itu lo pernah bilang ke gue, kalo vila init uh kayaknya vila para Iblis?" tanya Putri.
"Oh... itu? Itu karena gue pernah iseng nulis vila sildi, terus gue kayak ngaca sambil megang tulisan itu. Kalo gue perhatiin, kok dari tulisan gue ada yang aneh? Ya gue pantulin aja tuh tulisan sildinya di kaca. Dengan huruf I yang menempel di kaca. Dan sialnya, itu terbaca jadi seperti Iblis dengan huruf s yang terbalik " ungkap Ana panjang lebar.
"Udah kan? Gue mau tidur," Ana kembali memejamkan matanya kembali.
Tapi kedua temannya tetap saja membangunkan Ana, walaupun ia sudah mengatakan kalau dirinya sudah terlalu lelah untuk diajak bicara. Tetapi Panji dan Putri tetap meminta Ana untuk bercerita lebih banyak. Sepertinya mereka penasaran dengan kemampuan Ana yang baru diperlihatkannya.
Beruntung di saat-saat seperti itu muncullah Dimas, "maaf mengganggu, tapi bisakah aku meminjam tuan put.. maksudku Ana, sebentar?" tanya Dimas.
Sebelum kedua temannya ada yang menjawab, Ana sudah berdiri dan melewati Panji untuk berdiri di sebelah Dimas. Tentunya saat melewati Panji, Ana melakukan sebuah kegiatan rutinnya, yaitu iseng, dengan cara menendang kaki Panji.
"Sialan lo Na!" umpat Panji.
Tanpa memperdulikan umpatan temannya itu, ia berbicara dengan Dimas, "ada apa?" tanya Ana.
"Bisakah kita bicara di belakang dengan Rika?" pinta Dimas. Ana pun mengangguk, lalu mulai berjalan mendahului Dimas.
Mungkin karena efek kecapean, pusing, dan kurang tidur, Ana hampir saja jatuh ke kursi yang diduduki oleh Ratna. Dengan sigap, Dimas yang ada di belakang Ana merangkul tubuh gadis itu agar tidak jatuh menimpa temannya.
Ratna dan Retnno yang melihat kejadian itu dengan jelas langsung menggoda Ana, "cieee Ana..." goda Ratna dan Retno.
"Kayaknya semenjak kejadian di vila, Ana sama Dimas jadi lengket ya....?" Goda Retno.
"Berisik lo No," kata Ana sambil memegangi kepalanya yang ternyata terasa sangat berat. Bahkan untuk berjalan ke tempat duduk Rika, ia membutuhkan bantuan Dimas untuk menuntunnya.
Saat Rika melihat Ana yang terlihat sakit, ia langsung menghampirinya dan membantu kakaknya untuk duduk di tempat duduknya barusan.
Setelah sampai, tanpa basa basi, Ana langsung bertanya kepada Dimas, apa yang ingin ia bicarakan? Sampai-sampai harus memintanya ke tempat duduk Rika yang berada di paling belakang.
Betapa terkejutnya Ana, ketika mendengar jawaban dari Dimas, "jadi, kamu nyuruh aku ke sini cuman buat menghindari aku dari mereka?" tanya Ana seolah ia tidak tahu kalau Dimas bisa membaca pikiran semua orang.
"Untuk apa Dim?" tanya Ana lagi.
"Supaya kamu bisa beristirahat dengan nyaman," ungkap Rika. "Habis... dari tadi kamu tuh kelihatan ingin tidur, tapi tidak bisa, karena kedua temanmu itu terus menuntut penjelasan darimu." Tambahnya.
"Dasar," Ana melipat tangannya lalu mencoba untuk memejamkan mata.
"... tuan putri... maksudku Ana, aku rasa nanti kamu harus belajar soal dunia yang selama ini dihindarkan dari nyonya, karena ia sangat takut untuk kehilanganmu, jadi mulai besok, kamu harus banya be..." ucapan Dimas tiba-tiba terhenti, karena ia merasakan ada sesuatu yang bersandar di pundaknya.
Dimas hanya tersenyum melihat Ana yang sudah tertidur pulas.
'Istirahatlah dulu nona, karena aku yakin, jalan yang akan kamu hadapi mulai sekarang ini akan berbeda,' kata Dimas dalam hati.
Melihat tatapan khusus yang diberikan kakaknya terhadap Ana, si tuan putri yang sengaja di buang untuk menghindarkannya dari serangan para musuh abadi yang sempat banyak memakan korban. Membuat Rika berpikir, apakah kakaknya memiliki perasaan khusus pada saat pertama kali melihatnya?
Rika hanya bisa tersenyum melihat sikap kakaknya. Ia tahu kalau kakaknya bisa membaca pikiran setiap orang, bahkan ia sangat yakin, kakaknya mendengar apa yang sedang dipikirkannya. Tapi ia hanya pura-pura tidak tahu.
***
Alam seperti menunjuk Ana sebagai kekuatan utama manusia zaman ini. Sebenarnya, dari kecil Ana sudah bagaikan magnet dengan para makhluk tak kasat mata itu. Banyak kejadian ganjil yang sering dia alami. Tapi Ana kecil tidak pernah merasa takut ataupun menangis. Tidak seperti anak pada umumnya.
Ia memang berbeda. Bukan, Ana itu istimewa. Ditambah dengan kalung yang ia kenakan sekarang, Ana pasti akan menarik perhatian makhluk halus itu lebih banyak lagi.
Tapi sekarang, Ana bisa sedikit bersikap tenang, karena ia bisa bertemu dengan anak dari pengawal setia keluarga aslinya terdahulu. Keluarga mereka memang ditugaskan untuk tinggal disitu selama bertahun-tahun untuk menghadapi situasi seperti ini.
Dan akhirnya, waktu mempertemukan ketiganya dalam situasi yang sangat sulit. Walaupun begitu, akhirnya mereka bisa saling bekerja sama untuk menyelamatkan banyak nyawa.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro