[FlashFic] Cerita Kama
Cerita lepas Puppeter's Pawns
Pendalaman karakter Maier
》☆《
Maier paling tidak senang disuruh duduk diam. Anak laki-laki dari ras Tycal itu lebih suka berkeliaran dan mengajak orang-orang berkelahi---walau seringnya ditolak dan disuruh pulang. Dia paling bahagia jika dibiarkan keluar dari kota untuk menghajar monster-monster menjijikan yang disebut Romtor. Biasanya Ma akan membiarkan Maier pergi sesekali, tetapi tidak kali ini.
"Tidak boleh, Nak. Kamu sudah dengar peringatan dari pada penjaga, bukan?" Ma mengelus pucuk kepala Maier. Anak itu sedang meremas ujung celemek ibunya, merengek minta diizinkan pergi bermain.
"Itu omong kosong, Ma! Mereka cuma pengin menakut-nakuti kita semua!"
"Makhluk-makhluk itu sungguhan jadi lebih liar belakangan ini, Maier. Dengarkan Ma."
Sebelum rengekan Maier kian menjadi, pintu depan rumah mereka berayun terbuka. Berjalan masuk membawa cangkul adalah seorang pria dengan tatapan tajam. Wajahnya dihiasi bekas luka gores dan daun telinga kanannya yang sedikit runcing bentuknya tidak lagi utuh. "Maier, berhentilah merengek. Kama menunggumu di teras rumahnya."
"Heee ... aku enggak mau menemani Kama. Orang tua itu membosankan."
"Maier!" tegur sang ibu.
Dengan adanya Pa di sana, tidak butuh waktu lama untuk membuat Maier melakukan apa yang diminta. Anak itu melengos disertai gerutuan yang tak sampai pada telinga siapa pun saking pelannya. Dengan langkah yang disentak-setak seolah dapat mengguncang bumi, Maier membawa dirinya ke teras dari sebuah rumah kayu yang berdiri di puncak tanjakan. Ada sebuah kursi goyang yang tak pernah dipindahkan dari teras tersebut. Seorang wanita tua duduk di atasnya, asyik merajut ditemani sejuknya embusan angin sore.
Gerakan tangan wanita tua itu seketika terhenti saat Maier tinggal beberapa langkah lagi sebelum mencapai puncak tanjakan. Matanya terpejam, tetapi dapat dia rasakan kedatangan Maier tanpa perlu mendengar langkah kakinya. "Maier, kamu sungguhan datang, Nak." Jemarinya yang mengerut kembali bergerak, lalu dia lanjut berkata, "Kama pikir kamu tidak akan datang. Berbincang dengan orang tua itu membosankan, bukan?" Demikian Kama berkata-kata dengan bibir melengkung pada wajahnya yang sudah keriput dan banyak sekali kulit longgar ditarik gravitasi.
Maier tidak membalas. Kedua pipinya sedikit kembung ketika anak itu mendudukkan bokongnya pada anak tangga teras. Posisi duduknya tidak tepat di hadapan Kama, sedikit bergeser ke kirinya. Dia bertopang dagu dengan satu tangan yang bertumpu pada paha berbalut celana tanggung setengah betis.
Melihat tingkah perangai cucunya, Kama memutuskan untuk menyudahi kegiatan merajutnya lantas bertanya, "Maier ingin mendengar cerita Kama?"
Masihlah enggan berbicara, anak itu mengangguk. Pandangannya terkunci pada kerikil di jalanan yang sama sekali tidak menarik jika hanya dipandangi. Maka, Maier memutuskan untuk sedikit bermain. Tangannya yang bebas bergerak-gerak mengusap udara seperti sedang membentuk tanah liat. Bagian kecil dari jalan itu bolong; onggokan tanah yang semula mengisinya kini berada dalam kendali Maier. Dibentuknya onggokan tanah itu menjadi dua golem mungil yang kemudian memainkan kerikil seakan bola sepak.
"Wah, wah, cucu Kama memang mahir," puji wanita tua yang matanya belum juga dibuka. Kama lalu membersihkan tenggorokannya. "Nah, apa Maier pernah bertemu dengan seorang manusia?"
Si anak laki-laki menggelengkan kepala. "Manusia, kan, sudah punah. Mereka dihabisi karena menjajah tanah kita."
Kama mulai menggoyang-goyangkan kursinya pelan. "Bagaimana jika Kama bilang ... apa yang kamu percayai hanyalah kebohongan belaka?"
Maier tercekat, begitu pula golem-golem mungilnya. Dia menoleh lantas balas bertanya, "Maksud Kama?"
"Manusia memanglah muncul tiba-tiba tanpa diundang. Namun, makhluk yang penampilannya mirip dengan kita itu tidak pernah memendam niat untuk menjajah. Dan, mereka belum punah, hanya terancam keberadaannya."
"Aku enggak percaya. Kama cuma bikin cerita ngawur supaya aku mau dengar." Perhatian Maier kembali dia pusatkan pada mainannya.
Kama tidak menghiraukan respons cucunya. Masih menikmati waktu di kursi goyang, wanita tua itu lanjut bercerita tentang para manusia, makhluk-makhluk yang mendadak muncul dan berakhir menjadi buruan mereka yang berada di atas hierarki kekuatan. Berbeda dari para Tycal yang dianugerahi kekuatan untuk mengendalikan unsur-unsur alam, manusia hanya berbekal otak serta tangan kosong. Kaum tersebut yang butuh waktu sangat lama untuk mempelajari cara bertahan dari para Romtor, monster-monster haus darah, justru dituding sebagai penjajah. Maka dari itu, para Tycal memburu mereka dengan kedok pengorbanan demi mencegah akhir dunia.
"Kalau mereka memang enggak bisa pengendalian alam, kenapa kita harus takut dijajah mereka? Enggak masuk akal," cibir Maier. Permainan golem-golem mininya makin seru saja jika dilihat-lihat. "Terus, kan memang benar, soal mereka yang dijadikan tumbal biar gerbang Underworld enggak terbuka. Orang-orang kita juga ada yang dikorbankan begitu."
"Maier," panggil Kama lembut sehingga anak tersebut mau menoleh. "Jika kamu kedatangan sesuatu yang berpotensi mengancam dalam jumlah banyak, apa yang akan kamu lakukan?"
Maier terdiam sejenak, merenung dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Mainannya mematung di tempat. Setelah mengangguk mantap, dia menjawab, "Bakal aku kalahkan! Supaya mereka enggak cari gara-gara sama aku."
Kama manggut-manggut. "Itulah yang orang-orang kita lakukan, Maier."
"Tapi itu terlalu brutal."
"Para petinggi berbeda dari dirimu yang masih anak-anak, Maier."
Percakapan sore hari itu tidak pernah Maier lupakan, apalagi pertanyaan terakhir dari Kama. Wanita tua itu bertanya padanya tentang apa yang akan Maier lakukan jika bertemu dengan seorang manusia. Tentu saja Maier akan memperlakukan mereka layaknya dia memperlakukan kaumnya sendiri, jawabnya kala itu. Manusia dan Tycal tidak berbeda jauh, sama-sama punya akal dan beradab.
》☆《
Glosarium:
Ma: Panggilan untuk ibu
Pa: Panggilan untuk ayah
Kama: Panggilan untuk nenek
》☆《
Clou's corner:
Bahasa mana itu? Bahasa buatan. Ini cerita lepas dari naskah high fantasy.
Ini canon atau enggak? Belum tau hehe. Aku masih mencari suara karakter Maier (bacanya: mai-yer).
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro