Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[CerPen] Magic for You

Akhir pekan, hari yang dinantikan oleh kebanyakan orang telah tiba. Jalanan menjadi agak sepi. Sebagian besar kendaraan kini berbaris di lahan parkir tempat-tempat wisata.

Di bangku taman bermain, seorang gadis duduk termenung memikirkan kenapa temannya tak kunjung datang. Mengirim pesan sia-sia saja. Orangnya tidak aktif. Kalau telpon, gadis itu tidak punya pulsa.

Namanya Clourine, gadis biasa yang tidak punya banyak teman. Nilainya di sekolah juga biasa saja. Orang-orang hanya memperhatikannya untuk mencari kesalahan, baik penampilan maupun perwatakannya.

Hanya satu orang yang mau berteman dengannya secara tulus hati. Harel, anak laki-laki dengan tingkah yang membuat setiap orang menggeleng-geleng. Kini dia berdiri di depan Clourine yang tengah hanyut dalam pikiran.

Harel berjongkok, memerhatikan raut sendu Clourine untuk beberapa saat. "Clou? Harel di sini. Sadar, Clou," ucapnya seraya melambaikan tangan di depan wajah Clou.

Clou pun sadar. Dia terperanjat kaget kala melihat Harel berjongkok di depannya. Jarak antara wajah mereka cukup dekat untuk membuat rona merah timbul di wajah Clou.

"Ah, Harel! Kenapa lama banget?!" Clou bersedekap, menatap Harel dengan alis ditekuk.

Harel hanya cengar-cengir tidak jelas. Dia tetap berjongkok, lantas bertanya, "Clou mikir apa tadi? Kok kelihatan sedih?"

Raut wajah Clou seketika melunak. Tatapannya kembali sendu seperti sebelumnya, tetapi dia malah memasang senyum tipis. "Nggak, kok. Biasalah, ada yang bicarain aku. Katanya aku--"

"Nggak usah dengerin kata orang. Di mataku, Clou itu cantik, Clou itu imut," ucap Harel terus terang. Ia menatap Clou lekat-lekat, seperti takut gadis itu akan menghilang jika ia mengalihkan pandangan.

Wajah gadis itu tampak memerah bagai tomat. Bisa-bisa Clou meledak kalau Harel terus berucap terus terang.

Mendadak Harel berdiri, lantas menarik Clou untuk berdiri juga. Gadis itu mendelik dengan detak jantung yang tidak karuan. Perlahan ekspresinya berubah jadi malu-malu kucing.

Harel mulai menyenandungkan nada yang ia karang secara spontan. "Aku nggak suka kalau Clou senyum samar-samar kayak tadi." Ia pun menarik Clou menuju stan permen kapas.

Tanpa bertanya apa Clou mau atau tidak, Harel membeli dua permen kapas dan memberikan satu pada Clou. "Orang-orang itu cuma lihat yang di luar. Mereka nggak tahu Clou yang sebenarnya."

Mereka beranjak dari stan permen kapas ke tempat membeli tiket wahana. Harel membeli dua tiket untuk wahana terowongan seram.

"Eh, kenapa terowongan seram?!" seru Clou dengan nada tidak suka.

Lagi-lagi Harel hanya cengar-cengir. "Jangan takut, dong. Kan, nanti kita naik kereta. Mereka bikin kita takut dari jauh, nggak sampai naik ke kereta," ujarnya terus menarik Clou untuk mengantre.

Hari masih siang, jadi tidak terlalu banyak pengunjung. Biasanya taman bermain seperti ini ramai di malam hari. Giliran mereka berdua pun tiba. Clou gemetaran saat naik, sedangkan Harel terkekeh sambil makan permen kapas.

Banyak boneka menyeramkan di sepanjang terowongan. Sebagian dibuat bergerak-gerak dan mengeluarkan suara seram untuk menakuti pengunjung. Clou ketakutan setengah mati karena boneka-boneka itu.

Harel menghabiskan permen kapasnya, lantas menengadah. Dia sama sekali tidak terganggu oleh usaha pengurus wahana untuk menakut-nakuti mereka dengan boneka. "Oh, iya. Aku baru ingat. Clou takut boneka, ya?"

Terlambat, pikir Clou yang sudah terlalu lemas untuk bersuara.

Laju kereta kian pelan karena jalan keluar sebentar lagi terlihat oleh mereka. Boneka-boneka yang disiapkan semakin menakutkan. Ada yang tidak memiliki bola mata dan menyeringai. Ada juga yang hanya kepala dengan rambut awut-awutan.

"Clou," panggil Harel pelan, "tahu, kan? Aku ingin membantumu. Aku ingin menjadi kekuatanmu."

Akhirnya perhatian Clou teralih dari boneka-boneka menyeramkan di dinding terowongan. Dia menatap Harel yang pandangannya tertuju ke atas.

Harel terkekeh, lantas membalas tatapan Clou. Senyum lebar ia lukis pada wajahnya. "Kalau cuma kata-kata, kedengaran bohong, kan?"

Clou mencoba 'tuk mengalihkan pandangan. "Ya, begitulah ...."

"Jadi, bagaimana kalau aku perlihatkan sihir begini?" tanya Harel dengan jari telunjuk diputar-putar berlawanan dengan arah jarum jam.

Kumat lagi tingkah aneh anak ini, ucap Clou dalam hati. Ia lontarkan senyum kikuk pada Harel.

"Lihat baik-baik, ya! Lihat aku, jangan yang lain," ucap Harel dengan percaya diri nan tinggi.

Clou hanya mengangguk-angguk. Netranya tertuju pandang anak laki-laki dengan tingkah aneh yang duduk di sampingnya.

Harel melafalkan kata-kata acak yang tidak dimengerti oleh Clou. Dia pun menyerukan kata terakhir seraya mengangkat tangan tinggi-tinggi.

Mendadak kereta mereka berhenti dan lampu di terowongan itu mati disertai bunyi ledakan. Suara menyeramkan boneka yang tadinya terdengar nyaring memelan hingga lenyap ditelan kegelapan.

Clou memekik terkejut, spontan memeluk Harel di sampingnya.

"Eh, kok jadi begini?" Harel heran sendiri, tidak mempermasalahkan seorang gadis yang sedang memeluknya karena terkejut. "Jangan-jangan aku beneran bisa sihir!"

Imajinasi Harel kembali menembus awan di angkasa. Namun nyatanya, genset wahana itu meledak karena ada kerusakan pada satu sektor. Clou dan Harel pun dijemput oleh dua petugas taman bermain.

Keduanya keluar dari terowongan dengan selamat. Sebagai permintaan maaf, mereka menerima tiket main gratis selama satu hari penuh dari pengelola taman bermain itu.

Harel menyimpan tikel miliknya dalam saku, lantas menengadah. Dia menatap langit dengan kecewa, kemudian beralih menatap Clou. "Menurutmu, langitnya bagaimana?"

Clou menengadah mengamati langit. Biru cerah, dihiasi awan putih dengan berbagai ukuran dan bentuk. "Hmn ... biasa aja."

Napas kecewa diembuskan oleh Harel. "Harusnya langit kelihatan beda. Setidaknya kelihatan beda di matamu. Tadi aku sudah menyihirnya, lo!"

Tiba-tiba Clou terkekeh, membuat Harel terkejut. Clou memasang senyum lebar, meski tidak selebar senyum Harel. "Nggak apa-apa. Makasih ya, udah berusaha."

Senyum itu tampak sangat berharga di mata Harel. Baginya, senyum itu seperti keindahan sebuah permata yang harus dijaga sepenuh hati.

Sihir itu tidak nyata. Semua tahu itu, kecuali beberapa orang seperti Harel. Bagi anak itu, sihir adalah nyata. Dia menganggap senyuman Clou barusan adalah bukti bahwa sihir itu nyata.

Harel gagal menyihir langit, tetapi dia berhasil menyihir gadis di sampingnya untuk tersenyum lebar.

"Sihir itu nyata! Sihirku akan melindungi senyum Clou selamanya. Sihirku nggak akan lenyap!" Harel berseru girang bak anak kecil yang baru dibelikan mainan.

Kali ini, Clou yang menarik Harel menuju wahana lain. Mereka menghabiskan hari itu bersama di taman bermain. Semua wahana mereka coba. Banyak juga stan makanan dan mini game yang mereka kunjungi.

Pada penghujung hari, kala mentari berganti dengan rembulan, mereka pulang bersama dengan jalan kaki. Tidak ada ketakutan hanya karena mereka berjalan berdua di gelapnya malam.

Saat penerangan berkurang karena mereka telah memasuki kompleks perumahan, Harel terus mengoceh tentang sihir. "Aku punya sihir pelindung! Semua yang jahat nggak akan mendekati kita," katanya.

Harusnya mereka berpisah di pertigaan. Namun, Harel bersikeras mengantar Clou sampai ke rumahnya. Dia juga melapor pada ayah Clou begitu beliau membukakan pintu.

"Lapor, Pak. Harel berhasil melindungi Clou sepanjang hari dan mengantarnya pulang dengan selamat," ujarnya dengan sikap tentara memberi hormat.

Ayah Clou terkekeh mendengarnya. Beliau mempersilakan putrinya masuk, juga mengundang Harel untuk mampir sebentar. Tentu Harel menolak karena hari sudah malam dan dia harus segera pulang.

Clou bergegas naik ke kamarnya, tetapi terhenti saat melewati kamar kakak perempuannya.

"Kencan sama Harel lancar?" tanya kakaknya yang terdengar seperti ledekan. Ya, itu memang ledekan sekaligus pertanyaan.

Pipi Clou langsung merah. Panas rasanya, seperti terbakar. Ia tidak memedulikan pertanyaan kakaknya dan langsung masuk ke kamar.

Dia melompat ke kasur, membenamkan wajah dalam bantalnya yang empuk. Teriakannya teredam oleh bantal itu.

Clou memutar badan. Kini dia berbaring menatap langit-langit kamar nan hampa. Wajahnya masih panas dan merah. Mengingat momennya dan Harel di taman bermain, semburat merah di wajahnya kian menjadi.

Beneran kita cuma teman, Harel?

Harel, anak laki-laki yang selalu sekelas dengan Clou dari SMP sampai mereka masuk SMA. Tubuhnya tidak jangkung seperti kebanyakan cowok. Hanya sedikit lebih tinggi dari Clou. Tingkah anehnya membuat orang heran.

Harel percaya akan sihir, membuat orang-orang menganggapnya bocah. Nilai akademik maupun non-akademik miliknya biasa saja. Bicaranya terus terang tanpa filter, membuat orang risi.

Dari sekian banyak anak laki-laki di dunia, Clou malah jatuh hati pada Harel. Cinta itu tidak terduga. Cinta itu aneh.

Tidak lama kemudian, Clou menerima pesan. Itu pesan dari Harel.

"Clou, hari Senin ulang tahun sekolah. Jangan lupa, ya!"

Harel juga mengirim beberapa gambar berupa gaun kemeja dan jenis gaun lainnya. Dia mengirim pesan lagi.

"Aku punya referensi baju buat Clou, lo! Imut-imut, kan?"

Benar, gaun-gaun di gambar itu terlihat imut. Namun, sayangnya Clou tidak percaya diri untuk tampil dengan gaya seperti itu. Clou tidak mau mendengar cibiran orang tentangnya.

"Ini cuma saran, sih. Pake apa aja, Clou tetap cantik sama imut kok! Asal bukan baju yang udah nggak layak pakai, hehe."

Clou pun membalas dengan singkat ditambah emotikon senyum. Setelah itu, dia melompat dari kasur dan menghampiri kakak perempuannya di kamar sebelah.

"Kak Loren, besok bantuin aku pilih baju buat hari ulang tahun sekolah," pinta Clou pada kakaknya yang asyik rebahan sambil main ponsel.

Loren mengernyit kala beradu pandang dengan adiknya. "Tumben kamu peduli soal penampilan. Jangan-jangan, karena Harel--"

Tiba-tiba Clou menyentak-nyentakkan kakinya. "Kakak apa-apaan, sih!"

"Hayo, mukamu merah, tuh."

"Kakak!"

Pertengkaran sepasang saudara berlanjut sampai ayah mereka meneriaki dari bawah.

Besoknya, Clou sibuk memilih baju dengan kakaknya. Loren hampir menyerah karena Clou selalu bilang terserah. Namun, si bungsu itu menolak baju-baju pilihan Loren.

Melihat kakaknya yang hampir menyerah, Clou menunjukkan gambar gaun yang dikirim Harel. "Aku mau yang mirip ini, Kak. Tapi panjangnya selutut aja."

"Kenapa nggak bilang dari tadi, sayangku?"

Perihal baju sudah selesai. Tersisa sepatu dan gaya rambut yang cocok. Satu hari itu dipenuhi dengan debat, pemaksaan, penolakan, sampai akhirnya mereka menemukan titik terang.

Kini Clou sudah siap. Ia berdiri di bawah pohon dekat gerbang sekolah, menunggu kehadiran sosok yang membuat jantungnya berdebar tidak karuan.

Satu jam sebelum acara dimulai, Harel tiba. Sekali lagi dia membuat Clou menunggu. Ingin Clou jewer telinganya, tetapi dia tahan.

Di sisi lain, Harel terpana dengan penampilan Clou di hadapannya. Gadis itu memakai gaun kemeja biru dongker, ikat pinggang putih, ditambah sepatu kets putih. Terdapat jam tangan dan gelang karet di pergelangan tangan kiri.

Sebagian rambut Clou dikepang dua, kemudian diikat ke belakang. Sisa rambut hitamnya terurai, menari di udara berkat tiupan angin. Poninya dibagi dua. Sedikit di kiri, lainnya sebelah kanan.

Clou yang sebelumnya adalah kuncup bunga, kini telah mekar menjadi sekuntum bungan nan indah. Begitulah yang dipikirkan Harel kala menatap gadis di hadapannya.

"Clou cantik sekali hari ini. Imut." Harel sengaja memelankan suara saat mengucapkan kata terakhir.

Senyum simpul Clou tunjukkan. "Makasih."

Keduanya pun berjalan berdampingan menuju aula sekolah setelah berbincang-bincang cukup lama. Clou tampak ragu untuk melangkah masuk.

Di luar aula sudah sepi karena murid lain sudah masuk duluan. Tentunya para pembuat onar masih berkeliaran di suatu tempat.

"Clou," panggil Harel.

Gadis yang dipanggil pun menoleh. Telunjuk Harel letakkan di kening Clou. Semburat merah langsung muncul di wajah gadis itu.

Harel tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya. Sekitar tiga detik kemudian, Harel menarik telunjuknya. "Aku sudah kasih sihir percaya diri buat Clou. Nggak usah takut, ya?"

Tangan Clou bergerak menutupi dahinya yang sudah tersembunyi di balik poni. Ia mengangguk, mengiyakan perkataan Harel.

Mereka melangkah masuk. Beberapa murid yang duduk di belakang menoleh. Sebagian besar laki-laki. Mereka hanya menoleh sebentar untuk melihat siapa yang masuk, lalu kembali bercakap-cakap dengan teman.

Keduanya menyingkir dari pintu, beranjak mencari tempat duduk kosong. Harel bersedekap saat mereka menemukan tempat untuk duduk.

"Kenapa mereka biasa aja pas lihat Clou, padahal secantik ini." Harel menggerutu pelan.

"Harel ...." Clou berucap lirih.

"Di mataku, Clou itu kayak tuan putri di negeri dongeng. Cantik. Nggak perlu nanya siapa yang paling cantik ke cermin ajaib, aku sudah tahu itu Clou." Secara tidak sadar, Harel mengatakan itu semua dengan mulutnya, tidak hanya dalam kepala.

Satu lagi pasangan yang duduk tepat di belakang mereka tercengang. Si gadis pun memasang wajah cemberut. Dia iri dengan pasangan di depan.

Belum pacaran saja, mereka sudah membuat satu pasangan iri. Namun, sama saja. Harel orangnya memang terus terang. Bicaranya tidak disaring. Kadang seperti orang tidak tahu malu.

"Harel, kamu sadar barusan bicara apa?" tanya Clou. Gadis itu tetap tersenyum meski terkesan kaku karena menahan malu.

"Eh, kedengaran, ya?" Harel menoleh. "Nggak apa-apa. Toh, itu benar."

Balasan Harel malah membuat Clou menepuk dahi. Harel tidak pandai menyembunyikan perasaan. Dia juga tidak peduli pada cibiran orang. Dia ini tipe blak-blakan.

Acara ulang tahun sekolah pun dimulai. Sebagian besar murid duduk dengan tenang. Sisanya malah bercakap-cakap atau bermain-main di belakang. Ada yang izin ke toilet dan tidak kembali sampai acara di aula selesai.

Kegiatan selanjutnya adalah makan bersama di kelas masing-masing. Harel sempat dimarahi karena tidak membawa apa-apa untuk disantap bersama.

Begitu selesai makan, mereka berdua mengobrol sambil menonton anggota ekskul tari yang tampil di lapangan. Ada pula anggota ekskul musik yang tampil dengan memainkan alat musik.

Harel berdiri kala penampilan ekskul musik selesai. "Clou, ikut aku, yuk," ajaknya seraya mengulurkan tangan.

Clou memandang Harel heran. "Ke mana? Ngapain?"

"Ke ruang seni." Lagi-lagi Harel menarik tangan Clou seperti saat di taman bermain.

Mereka berjalan sambil berpegangan tangan menuju ruang seni di pojok bangunan sekolah. Clou membiarkan dirinya dibawa ke ruang musik. Dia tidak melontarkan protes. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang.

Area pojok sekolah sepi. Jarang ada yang lewat atau datang, apalagi saat ada acara seperti ini. Ruang seni sepi pengunjung, tidak seperti ruang musik.

Harel menghentikan langkahnya di depan pintu ruang seni. Melepaskan tangan Clou, ia membalikkan badan.

"Tiap hari aku mikirin Clou. Aku mau jadi kekuatan Clou. Aku mau melindungi Clou."

Jantung Clou seperti akan keluar kala ia mendengar kata-kata yang terucap dari mulut Harel. Semburat merah perlahan menampakkan diri di pipi Clou yang kian panas.

"Karena itu, aku mau kasih sihir pelindung buat Clou." Harel memutar-mutar telunjuknya di udara. "Tapi, ada syarat supaya sihirku bisa bertahan untuk selamanya."

Clou berteriak dalam hati, mempertanyakan apa syarat yang Harel maksud. Nyatanya, gadis itu hanya diam mematung, beradu pandang dengan anak laki-laki di hadapannya.

"Supaya syarat itu terpenuhi, Clou jadi pacarku, ya? Mau, kan?"

Meledak sudah Clou. Wajahnya semerah tomat. Badannya kaku, nyaris tidak bisa bergerak. Kalau saja bukan di sekolah, dia pasti pingsan. Dengan begitu, Clou mengangguk kaku seraya mengucap, "M-mau ...."

"Hore! Sekarang aku sama Clou pacaran!" Harel berseru girang, menangkupkan kedua tangan Clou.

Langit tampak biasa saja. Tidak ada yang berbeda di langit sore ini. Namun, ada satu hal yang berbeda hari itu. Sekarang Clou dan Harel tidak sekadar teman.

Inilah akhir dari kisah pertemanan seorang gadis biasa dan anak laki-laki dengan tingkah luar biasa. Akan tetapi, ini bukan akhir yang sebenarnya.

Masih ada banyak hal yang harus mereka hadapi. Masih ada petualangan yang harus dilakukan oleh si gadis biasa dan penyihir.

THE END


A/N:
Halo lagi, hehe. Kayaknya lapak ini bakal banjir songfict ansuta.

Judul lagu:
Magic for Your "Switch" - Switch

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro