Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Night Camp

"Ice takut hantu~ Ice takut hantu~" suara Blaze yang saat itu sedang mengemas barang untuk pergi kemping di gunung bersama Taufan terdengar menggema di kamar miliknya yang berbagi dengan Ice.

Ice yang sedari tadi menjadi korban bully Blaze yang tidak henti-hentinya sejak ia kembali ke rumah 2 minggu yang lalu terlihat manatap tajam sang kakak.

"Kak Blaze, berhenti meledekku" desis Ice sembari menatap tajam Blaze yang sedang sibuk memilih pakaian untuk pergi ke gunung bersama Taufan kakak keduanya.

Mereka berdua sudah merencanakannya sejak 2 bulan yang lalu untuk pergi ke gunung mencari ketenangan. Ntah dirasuki apa kedua pembuat onar itu sehingga mereka memutuskan untuk pergi ke gunung bersama.

Bahkan banyak dari saudara-saudaranya yang meragukan keinginan mereka. Sebenarnya mereka juga ingin mengajak Thorn, cuma tidak diizinkan dengan Gempa. Jadinya hanya mereka berdua saja yang pergi.

"Bagaimana jika aku tidak mau?" Blaze terlihat menatap Ice dengan tatapan jahil yang membuat sang adik mendesis sekali lagi.

"Semoga kak Blaze juga di bawa ke dunia lain"

"Aku tidak takut"

Boboiboy milik
Animosta

Cerita ini adalah lanjutan dari buku sebelumnya yang berjudul
"Night"

[Night Camp]
.
.
.
🌿HAPPY READING🌿

"Naik naik~ ke puncak gunung~ tinggi-tinggi sekali~" suara nyanyian sumbang tersebut berasal dari dua makhluk nista yang diusir Halilintar dari rumah.

Yap..
Itulah alasan mereka sebenarnya pergi mandaki gunung. Halilintar, kakak sulung mereka memberikan taruhan untuk mereka berdua pergi mendaki gunung selama sehari. Jika mereka sanggup melakukannya maka Halilintar akan mengabulkan apapun keinginan mereka.

Dan tentu saja hal itu tidak akan dilewatkan oleh mereka berdua. Kapan lagi kakak sulung mereka akan mengabulkan apapun keinginan mereka?

"Kak Upan nanti mau minta apa sama kak Hali?" tanya Blaze penasaran.

Taufan yang mendengar pertanyaan Blaze terlihat menyeringai jahil sambil memutar bola matanya ke kiri dan ke kanan secara bergantian.

"Kalau kamu Blaze, maunya apa?" tanya Taufan balik dan di balas senyuman senang dari Blaze.

"Kalau aku sih maunya kak Hali belikan anak ayam 2 ekor! Habisnya kasihan sama Shelly kemarin anaknya mati 2" jika ada yang bertanya siapa itu Shelly, jawabannya adalah nama ayam betina milik Blaze. Dan parahnya lagi Shelly adalah nama bendahara kelas yang kerjanya menagih uang kas tiap hari dengan ekspresi galaknya. Karena ayam betina milik Blaze lumayan galak, karena itu Blaze memberinya nama Shelly.

Taufan hanya tertawa ketika mendengar permintaan Blaze. Bukan hal yang baru bagi Taufan karena Blaze memang penyuka ayam. Bahasa ayam saja ia mengerti.

"Kalau aku sih nanti mau suruh kak Hali pakai baju neko yang di kasih sama Fang waktu ulang tahun kita 3 bulan yang lalu" Blaze terlihat menyeringai ketika mendengar apa yang di katakan Taufan.

Lumayan untuk menyebarkan aib milik Halilintar. Tapi seketika itu juga ekspresi wajah Blaze langsung muram ketika mengingat perkataan kakak sulungnya 3 bulan yang lalu.

"Bukannya udah kak Hali buang bajunya?" tanya Blaze dan di balas dengan kekehan dan gelengan kepala dari Taufan.

"Ada di lemari aku kok! Fang yang suruh aku simpan" balas Taufan dengan senyuman liciknya. Kapan lagi bisa menistakan kakak sulungnya tanpa di hukum?

"Pasti nanti langsung kumat tsundere nya"

"Hahaha... Itu pasti"

Cukup lama waktu yang mereka gunakan untuk mendaki gunung tersebut. Bahkan sekarang langit sudah menunjukkan warna jingga pertanda sudah hampir memasuki waktu malam.

Keduanya memutuskan untuk menginap di tepi sungai. Karena memang tempatnya yang dekat dengan sumber air. Blaze bertugas membangun tenda dan Taufan yang bertugas untuk mencari kayu bakar untuk menghidupkan api unggun.

Taufan berjalan santai sambil bersenandung kecil dengan tangannya yang penuh dengan tumpukkan kayu bakar. Matanya seketika membulat ketika melihat sebuah tumpukan kayu bakar yang berada di dekat tenda mereka. Si manik safir itu terlihat mendengus kesal ketika melihat tumpukan itu. Kalau tau Blaze akan mengambil kayu bakar, Taufan tidak perlu repot-repot pergi menyusuri gunung terjal hanya untuk mencari kayu.

"Kak Upan udah siap nyari kayu bakarnya?" tanya Blaze yang terlihat baru keluar dari tenda yang sudah ia bangun.

"Blaze jahat! Kalau Mau ambil kayu bakar bilang dong! Jadinya kan aku tidak perlu buang-buang tenaga!" sungut Taufan yang membuat Blaze mengerut dahi bingung.

"Maksud kak Upan apa?" tanya Blaze tidak mengerti. Taufan terlihat mengembungkan pipinya kesal dan menunjuk tumpukan kayu bakar yang ada di depannya.

"Kamukan yang ngumpulin?" marah Taufan sambil menunjuk tumpukan kayu itu.

Blaze tampak semakin bingung dan menatap tumpukan kayu dan Taufan bergantian. Bukannya tugas mengumpulkan kayu bakar kakaknya? Terus kenapa dia harus repot-repot ambil tugas milik kakaknya?

"Kak Upan bicara apa sih?" sungguh saat ini Blaze benar-benar tidak mengerti dengan apa yang dikatakan kakak keduanya.

"Aku ngambek" balas Taufan kesal sebelum menerobos masuk ke dalam tenda meninggalkan Blaze yang tengah melamun.

"Dari tadi aku di tenda kok! Kak Taufan bicara apa sih?"

*****

Malam semakin larut. Taufan yang tadinya ngambek dengan Blaze sudah kembali semula. Bahkan tadi mereka bernyanyi riang di bawah hamparan bintang. Benar-benar pemandangan yang indah.

Blaze memejamkan matanya karena rasa kantuk yang sudah tidak dapat ia tahan lagi. Di saat dirinya hampir memasuki dunia mimpi, dirinya di kejutkan dengan tepukan pelan yang mendarat di bahunya. Matanya langsung mendelik tidak suka dan berbalik arah untuk menatap kakaknya yang sudah terbuai dengan dunia mimpi.

Blaze menduduki dirinya sambil menetralkan nafasnya yang tidak beraturan karena dikejutkan oleh seseorang sebelumnya. Dengan sadis ia menendang tubuh Taufan dengan maksud ingin membalas perbuatan kakaknya tadi.

"HUAA..!!" tentu saja apa yang dilakukan Blaze sangat mengejutkan bagi Taufan yang sudah tertidur. Netra biru safir milik Taufan terlihat telah melebar dengan nafas yang tidak beraturan sebelum menatap Blaze kesal.

"Apa-apaan sih, Blaze?!" omel Taufan yang tidak terima mimpi indahnya dihancurkan begitu saja oleh Blaze.

"Membalas perbuatan kak Taufan beberapa menit yang lalu"

"Kamu bicara apa sih?"

"Jangan pura-pura bodoh kak!"

"Aku serius, Blaze!!"

"Kan kak Upan ya--"

Tap..tap..tap

Pertengkaran mereka berdua seketika terhenti ketika mendengar suara langkah kaki dari luar tenda. Seolah melupakan pertengkaran mereka beberapa menit yang lalu, saat ini keduanya terlihat saling berpelukan ketakutan sambil memandang bayangan hitam yang tengah bergerak di luar tenda.

"K..kak...i...itu..a..apaan?" tanya Blaze pelan sambil menatap bayangan itu tampa berkedip.

Dari pada menjawab, Taufan lebih memilih melepaskan pelukan Blaze dan mengambil senter biru miliknya. Dengan sangat hati-hati dirinya membuka tenda untuk melihat sosok tubuh yang telah berani membuat dirinya dan Blaze ketakutan.

"Tidak ada apa-apa, Blaze. Hanya ada sedikit kabut" Blaze sedikit menghela nafas lega sebelum mengikuti langkah Taufan keluar dari tenda. Matanya menerawang sekelilingnya mengikuti arah gerak lampu senter milik Taufan.

Tiba-tiba saja lampu senter biru itu mati sehingga membuat Taufan dan Blaze sedikit kesal.

"Kok mati sih" Taufan menggoyang-goyangkan lampu itu dengan kasar. Blaze yang kesal karena lampu senter yang tidak menyala akhirnya merampas senter itu dan membenturkannya dengan kepala Taufan.

Memang manjur karena seketika itu juga lampu itu kembali hidup namun juga membuat si pemilik kepala meringis sambil menatap Blaze sebal.

Kabut di sekeliling mereka semakin tebal membuat kedua remaja itu kehilangan jejak keberadaan tenda mereka.

Padahal beberapa menit yang lalu tenda milik mereka masih berada di belakang mereka berdua bagaimana bisa menghilang begitu saja?

"Loh? Di gunung ada pasar?" Blaze terlihat cengok ketika melihat deretan penjual daging dan sayuran yang di penuhi oleh pembeli.

Tidak jauh bedanya dengan Blaze, Taufan cukup terkejut ketika melihat deretan penjual setelah kabut menghilang. Aneh bukan?

"Hei Blaze, waktu kita membeli tenda perlengkapan sebelum mendaki gunung apa petugas ada memberitahu kita soal ini?" tanya Taufan hati-hati dan dibalas dengan gelengan kepala dari Blaze.

"Kurasa tidak" balas Blaze pelan.

"Oh.. Kalian mirip sekali dengan anak yang menaiki bus saya" Blaze maupun Taufan tidak ada yang berani menoleh ke belakang. Cerita kesialan Ice 2 minggu yang lalu kembali menginga di kepala mereka. Apalagi Blaze. Dirinya kembali mengingat kata-kata Ice sebelum dirinya pergi berangkat berkemah bersama Taufan.

Keduanya saling berpandangan sebelum memutuskan untuk menoleh ke belakang.

Seorang pria tua dengan wajah yang hanjur dan sudah membusuk. Mata keduanya mendelik sebelum Blaze memutuskan untuk mengambil langkah seribu sambil menarik tangan Taufan.

"HUAAA!!! INI PASTI KUTUKAN DARI ICE!!"

"WOI BLAZE! YANG KENA KUTUK KAMU KENAPA AKU JUGA KENA!!"

Keduanya berlari menyusuri pasar tanpa mempedulikan tatapan orang-orang yang sudah dapat mereka tebak bukanlah manusia. Buktinya? Mereka biasa saja waktu melihat pria bermuka hancur itu.

Bagus! Sekarang mereka tersesat! Mata keduanya terlihat meneliti sekeliling. Setelah pasar sekarang mereka malah tersesat di hutan. Blaze yang terengah-engah melihat ke arah jam tangannya.

Oh sial! Siapa sangka jam tangannya tidak sedikitpun menunjukkan angka pertanda jika jam tangan itu telah mati. Mata Blaze kini menatap Taufan yang juga menatap jam tangannya.

Rupanya jam kakaknya sama saja. Keduanya medesah lelah sebelum menjatuhkan diri mereka di atas dedaunan kering.

"Kak aku capek"

"Aku juga Blaze"

Dan keduanya memutuskan untuk memejamkan mata mereka untuk melepas rasa lelah setelah berlari jauh.

*****

"

Hei nak bangun!" duo huru hara itu terlihat membuka mata mereka ketika mendengar suara yang membangunkan mereka. Langit yang masih gelap menunjukkan kalau mereka tertidur tidak lama.

Seorang wanita tua yang membawa kapak terlihat tersenyum kecil. Tangannya mengelus lembut surai milik keduanya sambil mendesah lega.

"Kalian korban yang ke-999 rupanya! Wajah kalian benar-benar mirip dengan korban yang ke-998! Pulanglah maafkan cucu-cucu nenek yang suka membawa manusia ke pasar itu! ikuti cahaya terang yang ada di sana lalu kalian akan pulang" tidak ada kata-kata yang terucap dari keduanya.

Mereka hanya menurut saja dan menyusuri kaki mereka mengikuti cahaya sesuai perintah wanita tua itu. Tidak ada kata terima kasih atau selebihnya yang dapat mereka ucapkan. Sudah terlalu banyak hal yang terjadi malam ini dan itu cukup untuk membuat mereka shock.

Cahaya itu semakin terang membuat keduanya terpaksa menutup mata mereka. Kini mereka telah tiba di depan rumah.

Keduanya tersenyum lega sebelum memutuskan untuk melangkahkan kakinya memasuki rumah. Semuanya cukup terkejut ketika melihat mereka berdua memasuki rumah.

Taufan yang sudah menahan diri dari tadi langsung menerjang Halilintar sambil menggumamkan kata "aku senang masih bisa melihatmu kak"

Sedangkan Blaze lebih memilih menatap Ice yang sedang tiduran di paha Gempa.

"Kalian tidak jadi camping? Masa pulang malam-malam sih ke rumah?" tanya Gempa heran namun tidak mendapat reaksi apapun dari Blaze.

"Hei Ice" panggil Blaze pelan namun masih bisa di dengar oleh Ice dan yang lain.

"Apa kak?"

"Doa mu sebagai korban ke-998 terkabul untuk menjadikan aku dan kak Taufan korban ke-999"

"Hah?"

END

Aduh gaje banget ini cerita:v

Jangan cuma di baca di vote juga y!^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro