Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

33. Pesta Besar

Tidak terasa satu minggu sudah berlalu semenjak Tohka Ono pergi. Aku bisa mengingat kejadian itu dengan jelas di kepalaku, tapi aku tak merasakan apa pun saat mengingatnya. Seperti ini kah yang dirasakan oleh Clint di seratus tahun pertama keaktifannya? Kurungan itu benar-benar mengekang perasaanku seutuhnya. Berbeda saat masih ada sosok Cassandra. Aku bisa merasakan apa pun semauku, tapi tak bisa mengekspresikannya. Lebih baik seperti itu daripada tidak bisa merasakan apa pun.

Ah! Nier. Kenapa kau malah memikirkan perempuan itu lagi? Jika kau terus memikirkannya, jiwanya tidak bisa tenang. Kau mau membuatnya menjadi makhluk astral? Jadi, berhenti lah terus memikirkannya dan segera relakan kepergiannya.

“Guru.”

Ah… mereka bertiga. Setelah gagal menghiburku dengan datang satu-persatu, sekarang mereka memutuskan untuk datang bersama. Apa bedanya?

“Ada apa kalian ke sini? Aku sedang tidak bernapsu melakukan apa pun.”

Tanpa kuberi izin, Avandra, Idazzi, dan Tarusanu duduk bersila di hadapanku. Setelah mereka duduk, aku baru menyadari kalau mereka membawa bungkusan plastik di tangan masing-masing. Apa yang sebenarnya mereka bawa?

“Kalau begitu, kau tidak perlu melakukan apa pun, Nier. Kau hanya perlu meminum dan memakan apa pun yang ada di hadapanmu sesukanya.”

“Benar, Senior. Nikmati saja persem—, maksudku sajian dari kami.”

“Kau belum makan dan minum apa pun, Guru. Biasanya kau suka sekali menyempatkan dirimu untuk makan dan minum setidaknya enam hari sekali.”

Mereka bertiga menyusun setiap makanan dan minuman dari bungkus plastik yang mereka bawa masing-masing.

“Sesukanya? Sejak kapan aku makan dan minum dengan impulsif, Avandra? Persembahan? Apa itu yang ingin kau katakan, Tarusanu? Memangnya aku ini Dewa penjaga kuil? Terima kasih sudah mengetahui hal sedetail itu, Idazzi. Tapi, segera hentikan tindakanmu yang memperhatikanku secara berlebihan itu. Kau terdengar seperti penguntit.”

Mereka bertiga langsung menundukkan kepala dan terlihat murung. Maaf, jika perkataanku itu terdegar kejam untuk kalian. Tapi, aku memang sedang tidak bersemangat. Jadi kumohon pergi lah dan tinggalkan aku sendiri.

“Sepertinya... aku ketinggalan pesta.”

Lahika? Kenapa dia datang ke sini? Kenapa dia membawa bungkus plastik juga?

“Ribelle akan segera menyusul. Saat ini, dia sedang mencari keberadaan Guru Clint. Dan kubawakan ini untuk meramaikannya. Pesta tidak akan lengkap tanpa kehadiran ini.”

Lahika mengeluarkan semua botol yang ada di dalam plastik yang dibawanya. Meski tulisan di setiap botol menggunakan bahasa yang berbeda-beda, aku bisa tahu kalau semua botol itu isinya minuman keras.

“Kenapa kau membawa barang semacam itu, Lahika? Apa kau lupa skenario macam apa yang kau tangani, saat kita berdua bertemu terakhir kali?”

“Tentu saja aku ingat. Tapi, tubuh kita punya sistem kekebalan yang luar biasa. Buat apa takut mati setelah meminumnya?”

Perkataannya ada benarnya dan ada salahnya. Tubuh kita memang bisa menetralisir segala macam jenis racun, tapi kita memang pada dasarnya sudah mati. Buat apa takut mati? Kesampingkan dahulu kedatangan tiba-tiba Lahika, aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada ketiga orang yang sedang duduk di hadapanku saat ini.

“Rencana siapa ini? Jujur saja. Apa perlu aku potong jari kalian satu-persatu sampai ada yang mau berkata jujur?”

Serempak Avandra dan Idazzi menunjuk Tarusanu. Sudah kuduga. Laki-laki labil ini memang suka sekali melakukan hal-hal semacam ini. Dia bilang tidak suka diganggu ketenangannya, tapi dia sendiri berani mengganggu ketenanganku.

“Guru. Kami sudah membawa barang yang kau minta.”

Sekarang apa lagi…?

Vazco dan Ezcort datang bersamaan. Vazco membawa kompor gas portabel, beberapa peralatan dan perlengkapan masak, serta beberapa bahan makanan. Sementara Ezcort membawa potongan kayu yang cukup banyak di kedua tangannya.

“Guru, kenapa kau membutuhkan kompor ini? Apa kita ingin meledakan sesuatu?”

“Iya. Kepalamu lah yang ingin kita semua ledakan.”

Vazco langsung meletakkan semua barang bawaannya di bawah dan melakukan gerakan push-up dengan sangat cepat. Ezcort pun juga meletakkan semua potongan kayu yang dibawanya di bawah, lalu melakukan gerakan peregangan pada kedua tangannya.

“Guru. Kenapa kau memberiku tugas yang sangat berat, sementara hanya menyuruh Vazco membawa benda sekecil itu? Tahu kah kau kalau aku harus menebang beberapa pohon secara manual, lalu memotongnya kecil-kecil setelahnya? Aku ini Dewa Kematian, Guru. Tugasku untuk mengakhiri hidup manusia, bukan mengakhiri hidup pohon-pohon.”

“Kau mau tubuhmu dipotong kecil-kecil seperti kayu-kayu itu?”

Ezcort langsung ikut melakukan gerakan push-up seperti yang dilakukan oleh Vazco. Akhirnya, aku melihat secara langsung bagaimana Avandra mendidik kedua muridnya dengan cara yang sadis.

“Senior. Jangan sampai kau berevolusi menjadi iblis seperti Dewa Kematian yang ‘katanya’ paling terbijak ini.”

“Oh… kau mau memulainya lagi? Jangan kau pikir karena ada Nier di sini, aku tidak berani memulai pertengkaran denganmu?”

“Siapa takut, ‘Penggila Humus’?”

“Maju, ‘Petani Kapas’.”

Keadaannya kenapa malah jadi seperti ini? Lahika puas tertawa, sementara Idazzi menyusun setiap makanan seperti yang biasa dia lakukan pada batu-batu. Mau tidak mau aku sendiri yang harus meredakan keributan ini, tapi aku malas sekali. Apa situasinya tidak bisa lebih bertambah buruk?

“Nierku! Kau tidak memulai pestanya tanpa aku, kan?”

Ah… aku tarik pertanyaanku tadi.

“Bagaimana caramu membuat semua ini kembali sunyi seperti sedia kala? Aku tahu bagaimana caranya, tapi aku ingin melihatmu melakukannya dengan caramu.”

Clint tiba-tiba muncul di sampingku dan menantangku untuk melakukan sesuatu yang merepotkan. Kalau begitu, aku terima tantanganmu dan menyelesaikannya dengan cara yang paling simpel.

“Diam semuanya!”

Seketika, suasana menjadi hening. Makanan yang disusun Idazzi jatuh semua. Avandra dan Tarusanu menghentikan perkelahian mereka dan kembali duduk dengan tenang. Lahika menghentikan tawanya, lalu berteleportasi ke samping Avandra dan ikut duduk. Vazco dan Ezcort berhenti melakukan push-up, lalu duduk bersila di belakang guru mereka. Sementara Ribelle melepaskan pelukannya, lalu duduk di sampingku.

“Aku tidak menyangka. Sepertinya baru kali ini kita punya pemikiran yang sama, Nier.”

“Kalau memang sama, kenapa kau tidak melakukannya sejak awal?”

“Tak akan ada yang mau mendengarkanku.”

“Ah, benar juga.”

Setelah semuanya kembali tenang dan sunyi, orang terakhir akhirnya datang.

“Maaf, aku sedikit terlam… bat. Kenapa suasananya sehening ini? Bukannya kita ingin mengadakan pesta untuk menghibur Senior Nier?”

Flattern… pertanyaan sederhanamu itu membuatku berubah pikiran. Kalau mereka sudah berkumpul seperti ini hanya untuk menghiburku, aku tidak mungkin bisa menolaknya. Aku lebih suka menyendiri, tapi aku lebih tidak suka mengecewakan orang. Sepertinya, tidak ada salahnya menghabiskan waktu dengan cara seperti ini.

“Kemari lah, Flattern. Kau belum terlambat. Pestanya belum dimulai.”

“Syukur lah… aku pikir aku sudah terlambat, Senior Nier. Aku membawa beberapa minuman soda untuk pesta ini. Eh… kenapa kalian masih diam saja?”

“Kalian dengar pertanyaan Flattern? Lalu, kenapa kalian masih diam saja?”

Serempak, mereka semua mulai melakukan tugasnya masing-masing. Ezcort dibantu Ribelle dan Flattern menyusun potongan-potongan kayu untuk dijadikan api unggun. Avandra dan Tarusanu menyiapkan bahan makanan yang akan diolah. Vazco menyiapkan kompor portabel dan alat-alat masak agar siap untuk dipakai. Idazzi menata makanan dan minuman. Sementara dua sisanya sama sekali tidak membantu. Clint berbaring sambil mendengarkan lagu, sementara Lahika duduk sendirian ditemani minuman keras di genggamannya.

Guru dan murid sama saja….

Tapi, bukan kah ini adalah kesempatanku? Saat ini, semuanya sedang sibuk dan Lahika sedang sendirian. Ini kesempatanku untuk bertanya padanya soal pertanyaannya saat itu. Aku pun berteleportasi ke sebelahnya dan ikut duduk bersamanya.

“Mau sebotol, Senior?”

“Boleh.”

Lahika mengambil salah satu botol minuman, membuka tutupnya menggunakan ibu jarinya, lalu memberikannya kepadaku. Aku pun menenggak botol yang diberikan Lahika.

“Tidak ada rasanya.”

"Punyaku juga.”

Sebenarnya bukan minumannya yang tidak memiliki rasa, tapi indera perasa kami lah yang telah mati.

“Apa kau tidak merasa penasaran, Senior? Kenapa hanya indera perasa kita yang dimatikan? Kita masih bisa melihat, mendengar, mencium bau, dan meraba banyak hal. Makan-makan dalam pesta ini juga jadi tidak berguna.”

“Entahlah. Mungkin karena kita tidak perlu makan dan minum lagi. Makanan dan minuman yang kita konsumsi hanya akan jadi sampah yang dimusnahkan oleh energi di dalam tubuh kita. Padahal, makanan dan minuman itu tidak punya salah apa-apa.”

Lahika tertawa setelah mendengar guyonanku yang garing. Aku salut padanya, Ribelle dan Clint. Mereka bertiga masih bisa tertawa dan tersenyum. Padahal, kotak emosi mereka telah dikurung sepenuhnya. Tapi bukan waktunya memikirkan hal itu, Nier. Ingat lah tujuan awalmu menghampiri Lahika.

“Semiggu lagi aku akan menggantikan Hadesz dan menjadi ‘Father’ yang baru. Setelah itu, aku berencana untuk mewujudkan keinginan yang beberapa dari kalian utarakan padaku. Itu artinya, keinginanmu juga. Apa kau benar-benar ingin berhenti menjadi Dewa Kematian?”

Lahika kehilangan senyumannya. Dia menenggak botol minuman miliknya sampai habis, lalu melemparkannya ke laut dan melenyapkan botolnya sampai menjadi butiran debu.

“Aku mulai menghabiskan waktu dengan berjalan menelusuri rel kereta sejak sepuluh tahun yang lalu. Awalnya, aku kira benda itu tidak ada ujungnya dan akan terus menelusuri seluruh penjuru daratan. Namun, aku akhirnya berhasil berjalan sampai ke ujungnya. Dari situ lah aku berpikir, ‘Tidak ada satu hal pun di dunia ini yang tidak ada ujungnya.’ Lalu, aku merasa penasaran. Apa pekerjaanku ini juga memiliki ujungnya?

“Aku terus berjalan dan terus berjalan, tapi aku tidak berhasil menemukannya. Setiap hari selalu ada manusia yang meninggal. Setiap hari selalu ada skenario kematian yang berbeda-beda. Apa yang aku tanyakan padamu saat itu adalah caraku mencari jalan pintas. Kau mau memberikannya atau tidak, kuserahkan padamu. Yang jelas, aku akan tetap terus berjalan sampai menemukan ujungnya. Lelah yang kurasakan bisa dihilangkan dengan banyak cara. Kau tidak perlu memikirkan hal itu.”

Aku rasa itu adalah hasrat terpendam yang ada di dalam diri Lahika. Dia telah menjadi pembunuh selama 28 tahun lamanya. Mungkin selama melakukan tugasnya sebagai pembunuh, dia terus mencari kapan semua itu berakhir. Dia mencari tempat untuk meninggal.

“Teorimu itu salah, Lahika. Ada sesuatu di dunia ini yang tidak ada ujungnya. Jawabannya tepat di hadapanmu saat ini.”

Lahika menoleh ke arahku sejenak, lalu menatap ke arah laut. Tak lama, dia sedikit tertawa. Mungkin saja dia baru mengerti apa yang aku maksudkan.

“Aku tidak akan memberimu jalan pintas, Lahika. Aku ingin kau menemukannya sendiri. Setelah tahu kalau rel kereta ada ujungnya, apa yang kau rasakan saat itu? Kau merasa puas, bukan? Aku tidak mau memberi jalan yang tidak memaksimalkan kepuasanmu.”

“Sudah kuduga kau itu memang pelit, tapi aku hargai keputusanmu itu. Akan jadi tidak seru kalau aku menggunakan jalan pintas.”

Bagus lah kalau dia bisa memahami maksudku dengan baik. Aku kira dia merasakan hal yang sama denganku, tapi ternyata tidak. Tadinya, aku berniat untuk memberikannya jalan pintas. Kalau kenyataannya seperti itu, aku urungkan saja niatku.

“Nikmati lah pestanya, Lahika. Bergabung dengan yang lain dan jangan duduk sendirian seperti ini.”

“Iya, iya, aku mengerti.”

Lahika berteleportasi ke sebelah Vazco dan mulai membantunya memanggang. Sekarang, urusanku dengan Lahika telah selesai. Ada satu hal lagi yang harus aku lakukan. Aku berteleportasi ke samping Clint dan ikut berbaring bersamanya. Seketika, Clint langsung memberikan sebelah earphone-nya kepadaku.

“Dengarkan lah. Lagu ini cocok untuk didengarkan pada situasi ini.”

Aku mamasang earphone yang diberikan Clint di telingaku. Aku tidak tahu apa lagunya. Yang aku dengar adalah alunan biola yang kental bercampur alunan alat musik lainnya. Musik semacam ini bukannya tidak cocok didengarkan saat sedang pesta?

“Bagaimana? Kau mulai bisa menemukan ketenanganmu lagi, Nier?”

Ah… jadi itu gunanya lagu yang tengah kudengar ini. Aku pikir lagu ini ditujukan untuk menjadi pedamping pesta.

“Lumayan. Kalau ada suara desiran ombaknya, jadi semakin bagus lagi.”

“Tidak ada komposer musik klasik yang menambahkan suara ombak pada lagunya.”

“Sayang sekali.”

Lagu ini mulai berhasil membantuku menemukan ketenangan. Langit malam yang tengah kulihat saat ini juga telah membantunya sekuat tenaga.

“Nier.”

“Hmm?”

“Seminggu lagi kita akan menjalankan tugas yang berbeda. Tugasmu pasti akan jauh lebih sulit dan menyita waktumu. Jika kau butuh seorang teman, panggil saja aku. Aku pasti akan datang. Jika ketiga muridmu berulah, jangan sungkan untuk meminta bantuanku. Aku pasti akan membantumu.”

“Aku mengerti. Seminggu lagi kau juga akan menggantikanku menjadi ‘Kakak Tertua’. Jadi, berhenti lah melakukan segala sesuatunya sesukamu dan mulai lah bersikap dengan baik. Bagaimana pun juga, kau adalah panutan mereka. Aku tidak mau menerima banyak laporan dari Dewa Kematian lain atas kelakuan burukmu.”

“Aku mengerti.”

Seminggu lagi, aku akan menggantikan posisi Hadesz. Aku tidak mau menjadi sosok ‘Father’ yang dibenci oleh mereka semua. Aku harus jauh lebih baik dari Hadesz. Kalau tidak, aku tidak pantas bertemu denganmu lagi, Tohka.

-26 September 2020 -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro