Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

32. Bunga Tulip

Empat hari telah berlalu. Alih-alih menghabiskan waktu bersama Tohka Ono di sisa akhir hidupnya, aku malah tetap bekerja seperti biasa. Aku bukannya tidak mau, tapi dia yang menolaknya. Aku sudah mengajaknya, tapi dia menginginkanku untuk bekerja dan menjalankan tugasku dengan baik. Mau tidak mau aku harus menurutinya. Kalau tidak, dia pasti akan marah padaku. Aku juga tidak boleh kecewa karena hal itu, karena dia pasti akan menampung perasaan kecewaku itu.

Ah… serba salah. Aku benci situasi ini.

Aku ingin sekali menengkan diriku di pantai, tapi aku telah membuat janji dengan salah seorang Dewa Kematian untuk bertemu di sini. Di Taman Bunga Keukenhof, lagi.

“Nierku!”

Panjang umur. Baru dibicarakan dia sudah tiba-tiba memelukku dari belakang.

“Ribelle. Bunga apa yang pantas diberikan saat ingin berpisah dengan seseorang, yang juga melambangkan ucapan selamat tinggal dan terima kasih?”

Ribelle perlahan melepaskan pelukannya dariku. Dia berdiri di hadapanku sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

“Aku pernah menanyakan hal itu kepada diriku sendiri. Saat Senior Avandra menceritakan masa laluku, aku berniat untuk memberikan bunga semacam itu kepada laki-laki yang aku cintai. Namun, aku mengurungkan niatku itu. Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, kenapa aku harus mengucapkan selamat tinggal dan terima kasih kepadanya? Dia tidak berkorban untukku agar mendapatkan ucapan semacam itu, di berkorban untukku karena dia mencintaiku. Daripada mengucapkan selamat tinggal dan terima kasih, kenapa tidak kukatakan saja kalau aku juga mencintainya? Jadi, kuberikan sebuah bunga tulip di atas tempat di mana tubuhnya dimakamkan. Pemberian itu lah yang pasti dia butuhkan.”

Ribelle… kau benar-benar luar biasa.

“Terima kasih atas saranmu, Ribelle.”

Sesekali tidak apa memeluk Ribelle seperti ini. Dia memang pantas mendapatkannya, karena dia sudah cukup sering membantuku.

“Sama-sama, Senior. Tapi… kau sebenarnya ingin berpisah dengan siapa?”

“Rahasia.”

“Uh… pelit sekali.”

Ah… baru saja kubalas kebaikannya sedikit, dia sudah bertindak seenaknya lagi. Dia tak mau melepaskan pelukannya. Lagi-lagi aku terpaksa harus berteleportasi untuk lepas.

“Senior! Aku belum selesai memelukmu! Kau mau ke mana?”

Tidak perlu menghiraukannya, Nier. Cari saja bunga tulip yang warnanya paling indah, lalu pergi dari taman ini.

***

Sepuluh jam telah berlalu. Aku masih mencari ucapan yang tepat untuk mengutarakan rasa cintaku dengan benar kepadanya. Ah… aku ingin sekali bertemu dengannya saat ini, tapi dia pasti menyuruhku untuk kembali bekerja. Masih ada empat menit lagi sebelum waktu skenario kematian berikutnya terjadi. Sebaiknya kubaca terlebih dahulu bagaimana isi skenarionya. Aku butuh pengalihan saat ini.

Ayutthaya, Thailand 16 Februari 2020. Kannika Busarakham meninggal pukul 11.12 malam, karena penyakit kanker pencernaan yang telah dideritanya selama empat tahun terakhir. Meninggal di umur 43 tahun.

Dia meninggalkan seorang suami dan ketiga anaknya. Suaminya bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan, sementara ketiga anaknya masih sekolah. Selama dirawat, suami dan kedua anak tertuanya bergantian menemaninya di rumah sakit. Anak pertamanya juga bekerja sambilan di sebuah toko untuk menambah pendapatan keluarga.

Tidak perlu dilanjutkan. Aku sudah tahu betapa menyedihkannya skenario kematian ini. Aku berteleportasi ke ruangan rumah sakit tempat targetku dirawat. Ada enam tempat tidur dalam satu kamar. Keluarga mereka pasti kesulitan untuk membiayi penyembuhan Kannika Busarakham. Dari sini saja, aku sudah disajikan penderitaan yang nyata.
Kannika Busarakham terbaring lemas di tempat tidurnya, sementara suaminya dengan setia menemani di sampingnya. Sebaiknya aku berdiri lebih dekat lagi. Aku ingin mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.

“Boon-Nam… apa menurutmu aku bisa sembuh?”

“Tentu saja. Kau pasti akan sembuh. Kalau saja aku bisa menggantikanmu menghadapi penyakit itu, aku pasti sudah melakukannya.”

Benar juga. Kenapa tidak terpikirkan olehku cara itu? Kalau kesepuluh kotak itu bisa ditanamkan di dalam diriku, aku bisa menggantikan tugas Tohka Ono. Dia tidak perlu lagi merasakan rasa sakit. Aku akan coba tanyakan kepada Hadesz nanti apa cara itu bisa dilakukan.

“Bodoh… kau pikir aku bisa hidup dalam kondisi seperti itu? Aku tidak mungkin sanggup melihatmu merasakan sakit demi menggantikanku. Jadi, jangan pernah berpikir seperti itu lagi. Seperti kau bilang, aku pasti akan sembuh.”

Kuurungkan niatku untuk menggunakan ide itu. Tohka Ono pasti punya pemikiran yang sama. Kalau aku sampai melakukan hal seperti itu, aku tidak tahu apa masih bisa melihat senyuman bahagia yang sangat tulus di wajahnya lagi atau tidak. Kalau begitu, mari segera selesaikan skenario kematian ini. Kuambil buku hitamku, lalu kucoret skenario kematian Kannika Busarakham dan kutulis ulang skenarionya.

Ayutthaya, Thailand 17 Maret 2057. Kannika Busarakham meninggal pukul 11.12 malam, karena komplikasi berbagai penyakit. Meninggal di umur 80 tahun.

Jika aku biarkan Kannika Busarakham meninggal hari ini, aku akan menciptakan penderitaan bagi suami dan ketiga anaknya. Kalau kuselamatkan dia sekarang, keluarga kecilnya bisa menjalani hidup bahagia untuk sementara waktu. Ketika kebahagiaan sudah bisa dirasakan sepenuhnya olehnya, baru lah dia bisa pergi. Sekarang, waktunya bagiku untuk mencari ketenangan sejenak.

Setiap kali rasa penat dan jenuh kurasakan, aku hanya bisa melaluinya dengan cara seperti ini. Duduk di pantai dan menatap lautan sampai puas. Sesekali aku bisa berbaring seperti ini juga dan menatap langit yang ada di atasku sampai bosan.

Ah! Aku sama sekali tak bisa menemukan ketenangan dan mengalihkan fokusku. Aku terus saja bimbang dengan pilihanku. Menuruti keegoisanku atau menyelamatkannya? Kedua hal itu terus berputar di kepalaku tanpa henti. Padahal, aku sudah menemukan bunga tulip yang bagus dan hanya perlu mencabutnya saat waktunya tiba. Tapi kalau aku masih ragu seperti ini, sulit bagiku untuk memberikan bunga itu dengan benar.

Andai saja waktuku masih banyak….

“Nier.”

Suara itu?

“Sudah waktunya. Aku mulai tidak bisa merasakan keberadaannya. Kau pasti juga merasakan hawa keberadaan Cassandra mulai samar-samar dan hampir tidak bisa dirasakan.”

Benar apa kata Hadesz. Aku hampir tidak bisa merasakan hawa keberadaan Tohka Ono. Gawat… aku sudah tidak punya waktu lagi.

“Tunggu sebentar di sini. Aku harus mengambil sesuatu.”

Aku berteleportasi ke hadapan bunga tulip yang sudah kutandai di Taman Keukenhof, memetik bunga tulipnya, lalu kembali ke pantai pribadiku.

“Ayo, kita menghampirinya. Aku sudah tidak punya waktu lagi.”

Aku menjulurkan tanganku ke depan, diikuti juga dengan Hadesz. Namun, Zois justru masih terdiam dan tidak ikut mengulurkan tangannya.

“Tuan Zois, apa yang kau tunggu?”

“Apa kau yakin dengan keputusanmu ini? Kurungan yang kubuat untuk menyegel kotak-kotak itu mungkin hanya bertahan selama dua bulan saja. Selama itu, kau harus segera memutuskan apa yang harus kau lakukan terhadap kotak-kotak itu.”

“Soal itu, biar aku pikirkan nanti. Selesaikan saja apa yang bisa kulakukan sekarang.”

Zois akhirnya ikut mengulurkan tangannya ke depan, sehingga tangan kami bertiga kini saling berpegangan. Seketika kami langsung berteleportasi ke tempat Tohka Ono berada.

“Cassandra!”

Aku langsung berteleportasi ke hadapan Tohka Ono yang sedang terbaring di atas rumput dan merintih kesakitan.

“Kau kenapa?”

“Aku tidak apa-apa, Nier. Aku hanya kesulitan menahan perasaan Lahika dan Vazco tadi. Sebentar lagi juga tubuhku akan membaik.”

Membaik apanya? Kau terus memegangi dadamu dan terlihat kesakitan seperti itu. Mana mungkin kau bisa baik-baik saja.

Hadesz dan Zois juga langsung berteleportasi ke hadapan kami berdua. Zois menyiapkan kurungan yang dibuatnya, sementara Hadesz memeriksa tubuh Tohka Ono.

“Aku bisa merasakan energi di dalam tubuhnya mengalir tidak beraturan di berbagai tempat. Kalau terus seperti ini, energi itu bisa keluar dan menimbulkan ledakan yang besar. Kita harus segera mengeluarkan ke sepuluh kotak emosi, lalu menarik seluruh energi di dalam tubuhnya.”

Di saat seperti ini, Tohka Ono berusaha untuk bangkit dari baringannya. Mau tidak mau aku harus membantunya bangkit, meskipun aku tidak mau melihatnya memaksakan diri.

"Apa kau bilang, Hadesz? Aku masih sanggup. Bukan kah kita sudah membuat pernjanjian? Apa kau mau mengingkari janjimu?”

Perjanjian? Perjanjian yang mana? Kenapa Hadesz hanya diam saja dan terlihat seperti tak bisa mengatakan apapun?

“Aku sudah mencoba memberi pilihan pada Nier, tapi sepertinya dia tidak mau memilihnya. Dia punya pilihannya sendiri.”

“Tunggu sebentar, Father. Pernjanjian apa yang sebenarnya sedang kalian bicarakan?”

“Cassandra memintaku untuk menyuruhmu melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan. Dia ingin kau terus menjadikannya ‘anti-virus’. Kalau aku berhasil meyakinkanmu, dia akan memberikan maafnya padaku karena telah menjadikanmu Dewa Kematian.”

Memberikan maafnya? Aku tidak mengerti.

“Cass, bukan, Tohka lihat aku.”

Tohka Ono perlahan menoleh ke arahku. Kedua matanya terlihat berkaca-kaca dan hampir menangis.

“Apa ada hal yang masih kau sembunyikan dariku?”

Tohka Ono akhirnya menangis sambil terus menatap ke arahku.

“Aku menyalamatkanmu dari jurang yang sangat terjal. Perlahan, aku mulai bisa menunjukkanmu dunia yang lebih baik. Awalnya, aku hanya merasa kasihan padamu. Tapi semua kebaikan yang selalu kuberikan padaku, membuatku perlahan mencintaimu. Aku pikir kita bisa terus bersama, tapi kenyataan membawa kita berdua menemui akhir yang pahit. Aku kira setelah aku mengucapkan hal itu, kita berdua bisa bertemu lagi di tempat yang jauh lebih baik. Tapi lagi-lagi, kau terjerumus ke dalam jurang yang terjal.

“Aku berusaha untuk menyelamatkanmu lagi, namun kali ini aku tidak bisa. Aku hanya bisa memperhatikanmu dari atas jurang dan terus menjagamu agar tetap aman. Aku tidak bisa mengulurkan tanganku. Sekarang, kau malah terjerumus semakin dalam dan semakin sulit untuk keluar. Jadi, izinkan aku untuk tetap di atas sana agar aku bisa terus melihatmu.”

Di saat seperti ini, tidak ada waktu bagiku untuk merasa kesal kepada Hadesz. Aku harus mencari cara untuk menghentikan tangisan Tohka Ono. Kalau dia terus menangis seperti ini, aku akan semakin kesal pada diriku yang lemah. Selama ini dia terus menyelamatkanku, tapi aku belum pernah sekali pun membalasnya. Kini giliranmu untuk menyelamatkan perempuan yang sangat kau cintai ini, Niervana.

“Tohka, dengarkan aku.”

Saat Tohka Ono menatap ke arahku, kuangkat rambut yang menutupi telinga kirinya dengan tangan kiriku, lalu kusematkan bunga tulip yang kubawa ke bagian atas telinganya.

“Aku telah menjadi seorang pembunuh yang kejam selama belasan tahun dan aku belum mendapatkan ganjaran apa pun dari kekejaman itu. Aku justru bertemu denganmu, perempuan luar biasa yang telah menyelamatkanku. Sekarang, biarkan aku menebus kejahatan tak termaafkan itu. Kau sudah memberikan semua yang aku butuhkan, sekarang biarkan aku memberikanmu apa yang kau perlukan.”

Aku langsung memeluk Tohka Ono dengan erat dan memegang bagian belakang kepalanya dengan tangan kananku. Aku melirik ke arah Hadesz dan Zois, lalu menganggukkan kepalaku satu kali untuk memberikan tanda kepada mereka.

“Tunggu, tunggu, tunggu. Apa yang ingin kau lakukan, Nier? Aku tidak mau berpisah darimu, aku ingin terus bersamamu.”

“Tolong, Tohka. Sekarang giliranku untuk menyelamatkanmu.”

“Tidak! Aku tidak perlu diselamatkan. Asalkan aku bisa terus bersamamu, tidak masalah bagiku untuk mengemban tugas itu. Aku mohon, Nier. Aku mohon, Hisashi. Aku tidak mau berpisah denganmu. Aku ingin terus bersamamu.”

Hadesz dan Zois sudah di posisi mereka masing-masing, tapi mereka masih diam saja tak melakukan apa pun.

“Apa yang kalian berdua tunggu. Segera lakukan apa yang harus kalian lakukan.”

“Nier, aku ra—,”

“Tuan Zois! Aku mohon padamu. Lakukan saja.”

Zois bersiap di posisinya, sementara pelukan tangan Tohka Ono semakin kuat mencengkramku.

“Aku mohon, Hisashi. Jangan lakukan ini kepadaku.”

“Aku mohon, Tohka. Izinkan aku untuk menyelamatkanmu.”

“Ahh!”

Zois menarik ke sepuluh kotak yang tersegel di bagian punggung Tohka Ono menggunakan energi miliknya. Ketika semua kotak berhasil dikeluarkannya, dia bergegas memasukkan semua kotak itu ke dalam kurungan. Di saat yang sama, aku mulai merasakan cengkraman tangan Tohka Ono melemah.

“Ayo, Father. Tunggu apa lagi? Lakukan tugasmu.”

Hadesz memegang punggung Tohka Ono dan menarik semua energi yang ada di dalam tubuhnya. Aku tak mendengar teriakan lagi dan tidak merasakan cengkraman apa pun dipunggungku. Aku juga mulai kehilangan pelukanku.

“Hi… sashi… aku sangat mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini.”

“Aku juga mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini, Tohka.”

“Aku… akan selalu menunggumu.”

“Jangan menungguku. Perjalananku masih sangat jauh.”

“Tidak apa-apa… meskipun begitu, aku tetap akan menunggumu.”

Tohka Ono melepaskan pelukannya dariku. Dia menatapku dengan tersenyum dan menyingkirkan rambut yang menghalangi wajahku. Wajah aslinya kembali lagi. Wajah yang sempat kukira sebagai wajah palsunya. Setelah bisa melihat kembali wajah ini, aku tidak hanya rela mati dua kali. Mati berkali-kali pun aku siap. Perlahan, wajahnya mulai mendekat ke wajahku. Aku ingin sekali menciumnya untuk yang terakhir kali.

Namun… tubuh Tohka Ono berubah menjadi abu dan tertiup angin sebelum kudaratkan bibirku pada bibirnya. Bunga tulip yang kusematkan di telinganya terjatuh tepat di hadapanku.

“Apa kau baik-baik saja, Niervana?”

“Setelah kotak milikku masuk ke dalam kurungan itu, semua perasaan meluap yang ada di dalam diriku mendadak lenyap. Jadi, kalau kau tanya bagaimana kondisiku sekarang. Jawabannya adalah, aku dipaksa untuk baik-baik saja.”

- 25 September 2020 -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro