31. Kebersamaan yang Segera Berakhir
Entah kenapa, setelah mengetahui fakta itu aku tidak merasa marah sedikit pun. Aku justru merasa kalau hal itu memang sepatutnya terjadi. Selama ini Cassandra, bukan, Tohka Ono sudah merasakan berbagai jenis rasa sakit yang berbeda-beda dan menyiksa tubuhnya. Kalau aku terus membuatnya hidup dengan cara seperti itu, aku pasti akan menjadi orang yang paling bodoh di muka bumi. Aku tidak bisa menolong orang yang kucintai dari siksaan yang membelenggu dirinya. Jadi, aku tidak mau membuatnya tersiksa lebih lama lagi.
“Aku tidak bisa membangkitkan Tohka Ono sepertimu dan para Dewa Kematian yang lain. Panah-panah yang menancap di tubuhnya dibaluri dengan racun, sehingga racun itu merusak sebagian besar organ tubuhnya. Itu sebabnya aku sangat terkejut saat melihatnya masih bisa memelukmu dan mengucapkan kata-kata terakhir. Dia pasti sangat mencintaimu sampai bisa berjuang sekeras itu.”
Kenapa saat itu aku lemah sekali? Seharusnya, aku juga bisa bertahan sepertinya. Tapi, aku malah pergi lebih dahulu dan meninggalkannya sendirian. Aku benci pada diriku sendiri.
“Tapi tenang saja, Nier. Tubuh Cassandra memang akan menghilang, namun jiwanya tetap bisa hidup. Sebelum tubuhnya hancur, aku akan menarik jiwanya dan menempatkannya di guci khusus milik Portnosz. Setelah kau menggantikanku, kau bisa melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan. Kau dapat membuat tubuh baru untuknya dengan mengorbankan tanganmu. Jadi, kau bisa terus bersamanya.”
“Apa kau pikir aku akan melakukan hal sekejam itu? Kau sudah sangat mengenalku, seharusnya kau mengetahui prinsip yang selalu kupegang teguh. Aku tidak suka melihat penderitaan dan tidak mau membuat orang lain merasakan penderitaan lebih lama lagi. Apakah menurutmu aku bisa hidup bersama dengannya selamanya, dalam keadaan mengetahui siksaan yang tengah dirasakannya? Apa kebersamaan pantas untuk diperjuangkan jika salah satunya merasakan penderitaan?”
Batinku sedang bertempur saat ini. Aku memang ingin terus bersamanya, tapi di sisi lain aku tidak mau membuatnya terus menderita. Terus menemaninya untuk melalui penderitaan itu? Jangan bercanda. Prinsip konyol semacam itu memang bisa membuatnya melupakan penderitaannya, tapi tidak bisa menghilangkan perasaan sakit di dalam diriku karena tidak benar-benar bisa menghilangkan penderitaan itu. Teguhkan dirimu, Nier. Dia pernah menyelamatkanmu, sekarang saatnya bagimu untuk menyelamatkannya.
“Apa kau baik-baik saja?”
Ah, mengagetkanku saja. Wajah Zois tiba-tiba saja mendarat tepat di hadapan wajahku. Apa yang ingin dilakukannya di sini?
“Untuk apa kau datang ke sini, Zois?”
“Aku tidak punya kegiatan lain, Portnosz. Aku sedang bosan. Jadi, kuputuskan untuk ikut ke dalam pembicaraan penting ini. Boleh, kan, Hadesz?”
“Terserah kau saja.”
“Wah! Ke mana tangan kananmu? Kau tidak menjualnya di pasar gelap, kan?”
Aku, Hadesz, dan Portnosz dengan kompak menunjuk ke arah laut, yang langsung membuat Zois menatap ke arah laut juga.
“Wah! Kenapa kau buang? Kenapa tidak kau kembalikan saja? Itu salah satu mahakarya terbaikku. Kau pikir berapa lama aku membuat tangan itu?”
“Dua jam.”
“Eh? Dari mana kau tahu, Portnosz?”
Pemandangan ini mengalihkan pikiranku. Biasanya, aku hanya bisa melihat mereka bertiga di tempat yang sama saat pelantikan Dewa Kematian baru. Sekarang, aku bisa melihat mereka berbicara sesantai ini. Tapi sebentar lagi, kebersamaan ini tak akan pernah bisa kulihat lagi. Apa yang kira-kira tengah dirasakan oleh Hadesz saat ini?
“Kalian bertiga mengingatkanku dengan Idazzi dan Tarusanu. Setiap kali ada waktu, kami bertiga datang ke pantai ini dan menyalakan api unggun. Idazzi sibuk menyusun batu, sementara aku dan Tarusanu berbaring menatap langit yang ada di atas kami. Aku pernah membayangkan, apa yang terjadi jika salah satu dari kami menghilang? Apa kami bisa tetap berkumpul seperti ini lagi walaupun hanya berdua saja? Rasanya pasti tidak akan sama.”
“Eh? Hahahaha!”
Zois menertawakanku, diikuti juga oleh Portnosz dan Hadesz kemudian. Kenapa aku malah ditertawakan? Aku hanya mencoba mengutarakan apa yang ada di dalam pikiranku saat melihat kebersamaan mereka bertiga. Ada di bagian mana lucunya?
“Kenapa kau tiba-tiba saja membahas sesuatu yang membuat suasanya menjadi menyedihkan? Untuk apa kau melakukannya?”
“Aku hanya mencoba mengutarakan pendapatku, Tuan Portnosz.”
“Kau salah, Portnosz. Nier justru membuat suasanya menjadi lucu, bukannya menyedihkan. Perkataannya tadi benar-benar sangat lucu. Hahaha!”
Tawa Zois membuat amarahku muncul kembali. Seharusnya sejak lama aku tebas saja kepalanya saat ada kesempatan. Sayangnya, dia terlalu kuat. Ah, aku sedikit terkejut. Hadesz tiba-tiba saja menggenggam pundakku dan menatapku dengan tersenyum.
“Terima kasih.”
Hmm? Untuk apa dia mengucapkan terima kasih? Apa aku berbuat sesuatu sampai pantas diganjar dengan ucapan terima kasih olehnya? Aku tidak mengerti.
“Hentikan tawamu, Zois. Ada satu hal terakhir yang belum aku sampaikan kepada Nier. Dia masih belum tahu soal proses pemindahan energiku kepadanya.”
Zois pun menghentikan tawanya dan melakukan gerakan meresleting mulutnya. Dengan begini, amarahku bisa kembali memudar lagi.
“Dua minggu lagi ada seorang utusan bernama Ormosz datang ke bumi. Dia lah yang akan melakukan proses pemindahannya.”
Hadesz hanya menatapku dan tidak melanjutkan penjelasannya. Apa memang hanya itu penjelasannya? Yang benar saja.
“Hanya itu saja? Apa yang harus aku lakukan saat proses pemindahannya berlangsung? Apa tubuhku akan dibedah?”
Zois hampir tertawa lagi. Dia langsung menahan tawanya begitu Hadesz menatapnya dengan sinis. Sekarang, malah aku yang merasa ingin tertawa.
“Prosesnya tidak serumit itu, Nier. Kita berdua hanya perlu berdiri di hadapan Ormosz dengan kedua tangan Ormosz memegang dada kita masing-masing. Dia akan memindahkan energi yang ada di dalam tubuhku ke dalam tubuhmu melalui tubuhnya.”
“Lalu, setelah energi itu sepenuhnya telah dipindahkan kepadaku. Apa yang akan terjadi padamu? Apa kau akan menghilang begitu saja seperti debu tertiup angin?”
Hadesz menganggukkan kepalanya dengan tersenyum. Saat melihat senyumannya itu, aku mengingat kembali perkataan Zois sebelumnya. “Ketika waktunya sudah tiba, tubuh kami akan lenyap seperti abu dan hilang tertiup angin. Tak ada tempat khusus yang dibuat untuk mengenang kepergian kami.”
“Di mana lokasi pemindahannya dilakukan, Father?”
“Hmm… aku belum tahu. Sampai sekarang aku masih memikirkannya.”
“Bagaimana kalau di sini saja?”
Ucapan Zois seketika membuat kami serempak menatap ke arahnya.
“Apa alasanmu memilih tempat ini?”
“Alasannya sederhana, Portnosz. Tempat ini adalah tempat istimewa bagi Niervana dan cukup sering dikunjungi olehnya. Bagaimana? Kau sudah menangkap maksudku?”
Portnosz dan Hadesz tertawa kecil sambil menggelengkan kepala mereka beberapa kali. Apa? Apa yang sudah berhasil mereka berdua tangkap? Kenapa aku tidak berhasil menangkap apa pun? Apa sebenarnya maksud perkataan Zois?
“Sepertinya… semua hal yang perlu kau ketahui sudah Hadesz beritahu. Jadi sekarang pertanyaanku adalah apa kau sudah benar-benar siap menggantikan Hadesz?”
Tunggu… kau tidak mau menjelaskan perkataanmu tadi? Lalu, bagaimana caraku memahaminya? Namun… entahlah, Zois. Aku sendiri tidak tahu apa aku sudah siap atau belum. Tapi, bukan kah kalau sudah sejauh ini aku tidak bisa lagi menjawab tidak siap?
“Apa pun jawabanmu tidak penting, Niervana. Setelah Hadesz mewariskan energi miliknya padamu, itu artinya kau sudah memegang seluruh tanggung jawabnya. Siap dan tidak siap bukan lagi sesuatu yang harus kau bimbangkan, tapi sesuatu yang harus kau tinggalkan. Pada saat itu, ada banyak cerita yang menunggu untuk ditamatkan olehmu. Fokus kan saja dirimu pada hal itu.”
Seperti biasa. Nasehat Portnosz memang selalu apa adanya. Perkataannya terdengar seperti sebuah paksaan, namun memang seperti itu lah kenyataannya.
“Kalau kau merasa terlalu penat dan butuh hiburan, pergi lah ke beberapa tempat yang kau sukai atau bercengkrama lah dengan para Dewa Kematian. Terkadang, bertemu dengan orang lain saja juga sudah cukup untuk menghapus kejenuhanmu. Seperti yang Portnosz katakan, alihkan saja fokusmu untuk menciptakan akhir cerita. Setelah melihat berbagai macam jenis kehidupan manusia yang jauh lebih banyak dibandingkan saat menjadi Dewa Kematian, kau akan mengerti kenapa beban dan rahasia sebesar itu pantas untuk kau jaga baik-baik.”
Aku memahami perkataan yang mereka bertiga katakan. Intinya, mereka ingin aku menghilangkan keraguan yang ada di dalam diriku. Sebenarnya, keraguan di dalam diriku sudah mulai memudar. Aku perlahan memahami betapa pentingnya sosok Hadesz bagi bumi. Aku memang merasa jenuh karena terus bertemu dengan skenario kematian tanpa henti, tapi aku tidak bisa diam saja saat melihat orang menderita. Kuharap kejenuhan ini kelak akan kalah berat dari prinsip yang selalu kupegang teguh.
Aku sudah mulai bisa menerima problematika menjadi sosok Hadesz. Sekarang, hanya tinggal satu hal saja yang masih mengusikku.
“Sebenarnya… pertanyaan ini sudah muncul di kepalaku sejak bulan lalu. Apa tidak masalah jika aku yang menggantikan Hadesz? Bukan kah setiap kali tubuh para Dewa habis masa waktunya, selalu ada Dewa baru yang disediakan untuk menggantikannya? Lagi pula, apa tubuhku bisa menahan seluruh energi milik Hadesz?”
“Kau pikir, apa saja yang kita bertiga sudah lakukan selama seratus tahun terakhir?”
Mana mungkin aku tahu jawabannya, Portnosz. Kalian bertiga saja jarang sekali menemuiku dan aku hanya menemui kalian di saat ada hal-hal penting saja.
“Memangnya apa yang kalian bertiga lakukan?”
“Di sela-sela kesibukkanku menciptakan akhir cerita, aku selalu menyempatkan diriku untuk menemui Hermanois, penanggung jawab yang mengurus pemindahan energi para Dewa. Dia tidak setuju kalau aku mewariskan energiku padamu, karena bisa timbul risiko yang dapat membahayakan tubuhmu dan juga semesta. Dia takut kalau kau melakukan sesuatu dengan energi yang baru kau dapatkan dan mengusik ketentraman yang sudah terjaga dengan baik. Karena pada dasarnya, kau tidak lah terlahir seperti kami para Dewa.”
“Intinya, mereka takut kau menjadi pengacau dan perusak yang tidak bertanggung jawab. Bahkan, salah satu asiten Hermanois merasa kalau kau nantinya akan melaksanakan pemberontakan besar-besaran dan menjadikan seluruh makhluk bumi sebagai tentaramu. Keberadaanku lah yang membuat kemungkinan semacam itu terpikirkan oleh mereka. Mereka curiga aku mendidikmu untuk melakukan hal yang sama denganku di masa lalu. Yakni, menjajah sebagian besar wilayah dan mendirikan sebuah armada berisi para Dewa.”
Hadesz, Portnosz? Mereka benar-benar menaruh curiga padaku sampai seperti itu? Kecurigaan macam apa itu? Untuk apa aku melakukan hal yang sangat merepotkan dan melelahkan itu? Tidak ada untungnya bagiku. Menguasai banyak tempat bisa membuatku semakin tidak punya banyak waktu luang. Pantai ini bisa berlumut jika tak pernah kukunjungi.
“Tapi masalahnya bukan hanya itu saja, Niervana. Portnosz sudah pernah menceritakannya padamu, bukan? Cerita awal pertemuannya denganku dan Hadesz. Kau pasti tahu saat itu Hadesz membuat aliansi dengan semua Dewa yang pernah menjadi bawahan Portnosz. Kesemua Dewa itu sangat menghormati dan sangat menjunjung tinggi Hadesz. Jadi, ketika mereka mendengar energi Hadesz akan diwariskan kepada makhluk yang lebih lemah dari Hadesz, banyak pro dan kontra bermunculan di antara mereka.”
“Apa itu tidak menjadi masalah bagimu, Father?”
“Tenang saja, Nier. Kau pikir, apa saja yang kita bertiga sudah lakukan selama seratus tahun terakhir? Masalah itu sudah lama kuatasi.”
Kalau memang sudah diatasi, kenapa Zois membahasnya? Ah… aku mengerti. Zois ingin memberitahuku kalau ada Dewa-Dewa yang kelak akan datang menemuiku dan bisa saja merepotkanku. Terima kasih peringatannya, Zois. Kenapa kau suka sekali mengatakan sesuatu yang sulit dipahami? Untung saja aku berhasil memahaminya kali ini.
“Lalu, apa mereka semua akan datang saat proses pemindahan, Father?”
“Menurutmu, apa aku sanggup melihat ekspresi mereka saat aku pergi? Ini juga berlaku untuk kalian berdua, Portnosz, Zois. Aku akan memberi kalian pelajaran jika datang saat proses pemindahan itu. Kalian paham?”
“Takut….”
Seketika Hadesz dan Portnosz tertawa karena guyonan yang diucapkan oleh Zois. Kali ini, aku biakan kebersamaan mereka ini dan tidak menginterupsinya dengan mengeluarkan kata-kata yang dapat merusak suasana.
“Apa kalian berdua telah berhasil menemukan orang yang tepat?”
Kali ini, bukan aku yang meenginterupsi. Hadesz lah yang melakukannya. Dia melayangkan pertanyaan yang langsung membuat Zois dan Portnosz terdiam. Kalau keduanya meresponnya seperti itu, artinya ‘Orang yang Tepat’ yang dimaksudkan oleh Hadesz adalah kandidat pewaris posisi Zois dan Portnosz.
“Aku belum menemukannya. Sejauh ini, aku memag sudah bertemu manusia yang suka bertarung dan berani melawan makhluk astral. Tapi kebanyakan dari mereka melakukannya karena uang, bukan karena mereka memiliki perasaan tertentu dengan para makhluk astral. Seseram apa pun mereka, ada beberapa dari mereka yang tidak boleh dimusnahkan. Makhluk astral bukan cuma monster buas yang dapat menghancurkan keseimbangan bumi, tapi ada juga yang menjadi sahabat manusia dan melindungi tempat-tempat tertentu. Aku belum menemukan manusia yang dapat memenuhi ketiga kriteriaku itu.”
“Aku malah belum menemukan apa-apa….”
Mereka berdua menundukkan kepala dan mamasang wajah murung. Wajar saja mereka murung seperti itu. Waktu mereka juga sudah tidak banyak lagi.
“Sudah lah. Yang terpenting, kalian berdua terus mencari. Kelak, kalian pasti akan menemukannya. Percaya saja akan hal itu.”
Zois dan Portnosz tersenyum tipis dan kembali menegakkan kepala mereka.
“Sudah cukup soal kita bertiga. Sekarang, soal seseorang yang juga tak kalah penting. Jadi, apa yang akan kau lakukan terhadap Cassandra, Nier?”
“Berapa lama waktu yang aku punya?”
“Kurang dari seminggu.”
Ah… waktuku tidak banyak.
- 24 September 2020 -
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro