
26. Plot Twist
“Kenapa kau tidak melakukan apa yang ingin kau lakukan saja? Sejak awal, aku hanya seorang penonton. Apa yang kau lakukan untuk menangani skenario, aku tidak peduli.”
“Boleh seperti itu? Kenapa kau tidak menjelaskannya sejak awal, Senior? Aku pikir, kau akan mengoreksi apa yang aku lakukan seperti yang kau lakukan kepada Guru Idazzi.”
Dari mana dia tahu soal itu? Apa Idazzi menceritakannya? Kalau iya, sepertinya Idazzi telah bercerita kepada orang yang tepat. Karena tak semua Dewa Kematian berani menyindirku secara langsung seperti ini.
“Tunggu apa lagi? Bukan kah kau sudah berniat untuk membunuh perempuan itu?”
Flattern langsung menepuk pundakku, sehingga kita berdua berteleportasi ke sebuah perempatan jalan. Di seberang kami berdiri, Rebecca Lunovski sedang menunggu lampu merah sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Flattern tiba-tiba saja menunjukkan buku hitam miliknya kepadaku, di mana skenario kematian Rebecca Lunovski tercantum.
New York, Amerika Serikat 3 Februari 2020. Rebecca Lunovski meninggal pukul 07.42 pagi, karena mengalami kecelakaan saat menyeberang jalan menuju ke kantornya. Meninggal di umur 25 tahun.
“Aku sangat membenci manusia-manusia seperti Rebecca Lunovski. Mereka jauh lebih pengecut dari semua manusia yang ada di muka bumi. Sebentar lagi kau akan tahu alasannya, Senior. Kau juga akan tahu kenapa semua skenario kematian yang aku tangani itu brutal.”
Pengecut? Apa yang membuat mereka terlihat seperti pengecut? Setahuku, mereka adalah manusia-manusia luar biasa yang punya kemampuan di luar nalar. Terkadang, beberapa dari mereka memiliki kekuatan yang hampir sama dengan para Dewa Kematian. Sedikit keren, tapi sangat menyebalkan.
Saat lampu berubah menjadi hijau, kami berdua bisa melihat dengan jelas Rebecca Lunovski seperti orang yang baru tersadar akan sesuatu. Dia melihat ke sekelilingnya dengan tatapan panik dan cemas, kemudian pergi menjauhi kerumunan yang tengah menyeberang.
“Kau paham sekarang kenapa mereka pengecut, Senior?”
“Iya, aku paham apa yang kau maksudkan. Mereka memang memiliki kemampuan yang merepotkan bagi para Dewa Kematian.”
“Seharusnya, Rebecca Lunovski terlambat menyeberang karena terlalu sibuk dengan ponselnya. Karena tak memperhatikan lampu yang sudah menjadi merah, dia pun tertabrak mobil dan tewas di tempat. Tapi saat ini, dia baru saja mengubah skenario kematiannya sendiri. Dia membuatku terlihat sangat bodoh.”
Para ‘Manusia Spesial’ memang memiliki intuisi dan kepekaan yang jauh lebih baik dibandingkan manusia mana pun. Mereka mengetahui kematian yang akan menimpa mereka dari keberadaan Dewa Kematian yang sedang menangani skenario kematian mereka. Bahkan, ada beberapa dari mereka bisa melihat buku hitam kami secara sekilas. Aku pernah menangani skenario kematian manusia seperti itu sekitar lima ratus tahun yang lalu. Aku butuh waktu seminggu untuk membunuhnya. Itu pun setelah aku kehilangan kesabaran.
“Sekarang apa yang akan kau lakukan, Flattern? Mengejarnya?”
“Untuk sekarang, sebaiknya kita menunggu terlebih dahulu. Dia sedang menuju kantornya saat ini dengan melalui rute yang lain. Ketika dia sudah berada di tempat yang tepat, baru lah kita akan datang menghampirinya.”
Mau tidak mau aku harus menuruti kemauannya. Aku sudah terlanjur ikut campur dalam skenario kematian ini. Jadi, aku harus mengikutinya sampai akhir. Setelah beberapa kali lampu merah berganti dengan lampu hijau, Flattern akhirnya menepuk pundakku.
“Sekarang lah saatnya. Pasang wajah semenyeramkan mungkin, Senior.”
“Hmm?”
Belum sempat aku memahami arahan yang diberikan Flattern, dia sudah membawaku ke hadapan sebuah lift yang pintunya baru saja terbuka.
“Kita bertemu lagi, Nona.”
“Kau? Kau bukannya orang yang menyelak di kedai kopi tadi? Dari mana kau tahu tempat kerjaku? Kenapa kau mengikutiku? Jangan ikuti aku lagi atau aku akan berteriak.”
Flattern merubah posisinya berdiri untuk memberi jalan kepada Rebecca Lunovski agar dia bisa lewat. Namun setelah Rebecca Lunovski tengah melewatinya, Flattern langsung menggenggam tangan Rebecca Lunovski.
“Atap, Senior.”
Aku ditinggal begitu saja. Aku terlihat seperti laki-laki yang hanya bisa diam saja saat melihat perempuan yang disukainya diambil oleh orang lain. Aku sebaiknya mengurangi kebiasaanku untuk ikut menonton drama sejenak setiap kali ada targetku yang sedang menontonya. Waktunya untuk pergi ke atap, aku tidak mau ketinggalan bagian klimaksnya.
Ah… untung saja aku tepat waktu. Siapa saja tolong bawakan aku berondong jagung.
Saat ini Rebecca Lunovski tengah menjadi polisi yang berhasil menangkap basah seorang tersangka, sementara Flattern menjadi tersangka yang sudah pasrah dengan nasibnya. Flattern mengangkat kedua tangannya, sementara Rebecca Lunovski tetap bersiaga dengan semprotan merica di genggamannya.
“Siapa kau sebenarnya? Apa yang kau inginkan dariku?”
“Sampai detik ini, kau belum juga menyadarinya? Hmm… itu artinya kau tidak bisa merasakan auraku. Jadi semakin jelas sekarang. Kau bisa melihat sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilihat oleh manusia mana pun. Itu lah sebabnya kenapa kau bisa tahu kalau Jennifer Promise akan dibunuh oleh mantan bosmu, Charles Gordon.”
Aku melihat dengan jelas kegugupan, rasa takut, dan kecemasan yang tengah dirasakan oleh Rebecca Lunovski. Tatapan wajahnya, tangannya yang gemetar, dan keringat yang terus keluar di bagian wajahnya memberitahukan hal itu kepadaku.
“Kau mencoba menceritakan yang sebenarnya kepada Jennifer, tapi dia tidak mau mendengarkanmu. Lalu setelah dia tewas, kau dituduh sebagai dalang pembunuhannya. Dengan segala kelicikannya, Charles Gordon mempengaruhi model-model lain untuk percaya bahwa pertengkaran hebat di antara kalian berdua adalah penyebab Jennifer bunuh diri. Benar-benar sangat disayangkan memang. Hanya kau yang tahu kalau Charles Gordon lah yang telah membunuh Jennifer dan merekayasanya seakan terlihat seperti bunuh diri.”
Plot twist. Awalnya, aku pikir Rebecca Lunovski mencoba memberitahu rekan-rekan modelnya soal makhluk astral yang tumbuh di dalam diri Charles Gordon dan tak ada satu pun dari mereka yang mempercayainya. Tapi ternyata, kenyataan yang sebenarnya justru jauh lebih menyakitkan. Menolong orang yang tidak mau ditolong, lalu berakhir menjadi orang yang paling kejam tanpa pernah sekalipun memegang pisau.
Kalau skenarionya seperti ini, artinya tujuan Flattern mempertemukanku dengan Charles Gordon adalah untuk menunjukkan bahwa ada seseorang yang pantas untuk menerima hukuman. Dia sudah memprediksi bahwa ada makhluk astral tumbuh di dalam tubuh Charles Gordon karena kelicikannya. Itu sebabnya, dia terlihat terkejut saat melihat sosok makhluk astral tadi. Dia sudah mengiranya, tapi tidak menyangka kalau bentuknya sebesar itu. Aku telah dipermainkan olehnya, tapi entah kenapa aku justru merasa senang.
Flattern terus berjalan mendekati Rebecca Lunovski, sementara Rebecca Lunovski terlihat semakin ketakutan dan terus mundur mendekati tepi atap.
“Kau terus menghadapi kematianmu dengan cara berlari menjauhinya. Kau sangat lah egois. Kau bisa seteguh itu untuk menjaga nyawamu, tapi kenapa kau tidak bisa melakukan hal yang sama kepada nyawa Jennifer?”
“Diam kau! Kau tidak berhak mengatakan hal seperti itu. Tahu apa kau tentang kami?”
Flattern mengambil buku hitamnya, lalu membaca sebuah halaman sambil terus berjalan mendekati Rebecca Lunovski.
“New York, Amerika Serikat 3 Februari 2020. Rebecca Lunovski meninggal pukul delapan lewat dua pagi, karena bunuh diri dengan cara terjun dari gedung tempatnya bekerja. Meninggal di umur 25 tahun. Apa skenario kematian yang baru saja aku ucapkan itu benar?”
Rebecca Lunovski memejamkan kedua matanya sejenak dan juga menurunkan kedua tangannya, lalu membuka matanya dan kembali menyiagakan semprotan merica miliknya.
“Kau salah! Kau berbohong! Apa yang tertulis di sana tidak seperti yang kau katakan. Kau pasti hanyalah makluk aneh yang sedang berusaha mempengaruhiku.”
“Apa kau tidak lelah bersikap egois seperti ini? Jika kau terus berlari, kau hanya akan membuat Jennifer semakin lama menunggu. Seharusnya kau tahu itu.”
Seketika, Rebecca Lunovski menurunkan kedua tangannya dan menundukkan kepalanya. Perkataan Flattern telah berhasil membuatnya termenung. Suara isak tangis mulai terdengar dan tiba-tiba muncul juga suara semprotan merica terpantul-pantul di lantai atap. Flattern langsung memberiku kode untuk tetap diam di posisiku. Sepertinya, dia ingin memberi waktu kepada Rebecca Lunovski untuk menangis.
Tak lama berselang, Rebecca Lunovski menghapus air mata yang membasahi beberapa bagian wajahnya dan mencoba menenangkan kembali dirinya. Dia kemudian menegakkan kepalanya dan menatap Flattern dengan tersenyum.
“Hei, Penguntit Brengsek. Tolong lakukan sesuatu untukku. Buang semua foto kebersamaanku dengan Jennifer dan segala barang yang berhubungan dengannya. Aku tidak mau ibuku tahu soal itu. Aku mohon turutilah permintaan terakhirku itu, ya?”
“Tentu saja.”
Rebecca Lunovski merentangkan kedua tangannya ke samping sambil tersenyum dan langsung menjatuhkan dirinya ke belakang. Prediksi skenario kematian yang diucapkan oleh Flattern sebelumnya benar-benar terjadi.
“Senior. Apa menurutmu menjalani kehidupan di rumah sakit jiwa selama 28 tahun sudah cukup untuk dikatakan sebagai balasan yang setimpal?”
“Kau lakukan saja permintaan terakhir perempuan itu, sementara aku pergi untuk memberikan balasan yang jauh lebih setimpal. Kita akan bertemu sepuluh menit lagi di sini.”
“Baik lah, Senior. Sampai jumpa lagi.”
***
Saat ini aku tengah berada di ruang kerja di dalam apartemen milik Charles Gordon. Sebagai Dewa Kematian yang bisa berteleportasi dan tidak terlihat, sangat mudah bagiku untuk mengetahui keberadaan tempat ini. Dan sebagai Dewa Kematian, aku juga bisa dengan mudah mematikan sistem keamanan di apartemen ini. Hancurkan saja sirkuit kabelnya dengan kekuatanku. Simpel, bukan? Tapi yang sulit adalah mencari tahu apa kata sandi untuk membuka laptop yang ada di hadapanku. Aku hanya punya lima kesempatan.
Pertama, “Katasandisialan.” Salah….
Kedua, “18011980.” Salah. Padahal, itu tanggal lahirnya sendiri.
Coba berpikir di luar kotak, Nier. Lihat sekeliling tempat ini. Siapa tahu ada hal yang bisa dijadikan acuan untuk menebak kata sandi laptop menyebalkan ini. Tatapan mataku menatap ke sekeliling ruangan, tapi hanya ada satu hal yang terus menggangguku. Yakni, figura foto yang terdapat gambar perempuan berpose dengan elegan dan menggunakan pakaian yang hemat. Ada tulisan ‘Roxy’ di gambar tersebut.
Ketiga, “LovelyRoxy.” Masih salah….
Ah… aku lupa. Laki-laki pemilik laptop ini punya jenis pikiran yang tidak pernah disapu bersih. Aku harusnya menyadari hal itu juga.
Keempat, “SexyRoxy.” Sudah kuduga….
Sekarang, aku hanya perlu mencari di mana letak bukti yang bisa membuatnya bersalah. Sebagai seorang fotografer, dia pasti suka mengabadikan hal-hal semacam itu.
Bingo. Aku sudah menemukan apa yang kucari. Aku hanya perlu mentransfernya ke dalam sebuah flashdisk, lalu… tunggu sebentar. Aku tidak punya flashdisk. Dari mana aku bisa mendapatkannya? Kubuka setiap laci meja, namun tak bisa menemukan keberadaan flashdisk. Namun begitu aku ingin membuka laci terbawah, lacinya tidak bisa dibuka. Ada angka sandi yang harus aku masukkan di sisi kanan atas laci itu. Tapi maaf, aku tidak punya banyak waktu. Jadi, akan kugunakan cara kasar.
Ah… ini lah yang aku cari. Tapi, kenapa banyak sekali flashdisk di laci ini? Tak perlu dipikirkan, fokus saja dengan apa yang sedang kau kerjakan, Nier. Namun… aku sangat terkejut setelah melihat isi flashdisk yang baru saja aku colokkan. Di dalamnya ada cukup banyak video dan foto vulgar dari perempuan yang sama. Aku coba saja semua flashdisk yang ada, untuk mencari tahu apa isinya serupa atau tidak.
Semua flashdisk-nya ternyata berisi video dan foto vulgar dari perempuan yang berbeda-beda. Kalau begitu, aku hanya perlu menyerahkan semua flashdisk ini saja. Kumasukkan semua flashdisk ke dalam sebuah map coklat yang ada di atas meja. Kuambil selembar post note dan kutulis, “Aku tidak mau lagi ada perempuan yang berakhir sepertiku. Dia harus dihukum! Tertanda, Rebecca Lunovski.”
Aku berteleportasi ke kamar mandi sebuah stasiun televisi dan melakukan penyamaran menjadi seorang kurir. Waktunya untuk bertindak menjadi malaikat sejenak. Aku keluar dari kamar mandi dan berjalan menghampiri meja resepsionis.
“Kiriman dari Nona Rebecca Lunovski. Dia bilang, di dalamnya ada skandal besar yang harus segera terkuak. Jadi, kau akan tahu akibatnya jika map ini tidak sampai di tangan yang tepat. Kau mengerti?”
Resepsionis itu menerima map yang kuberikan dengan tatapan bingung. Untuk memastian apa dia melakukan sesuai dengan yang aku katakan, aku hanya perlu melihat skenario kematian Charles Gordon di buku hitamku.
Columbus, Ohio, Amerika Serikat 10 Juni 2025. Charles Gordon meninggal di penjara karena bunuh diri dengan menyayat tangannya. Meninggal di umur 45 tahun.
Aku tidak peduli alasannya bunuh diri, yang terpenting dia sudah mendapatkan apa yang pantas didapatkannya. Sekarang, waktunya kembali ke atap di mana semuanya dimulai.
“Senior! Kau sudah kembali?”
“Kau sudah membuangnya?”
“Tentu saja. Aku membuangnya di tengah laut.”
Ah… kau telah merusak ekosistem.
“Bagaimana, Senior? Cukup menyenangkan bukan, menangani skenario semacam itu? Tapi kalau boleh jujur, aku ingin menangani skenario kematian manusia biasa sesekali.”
Kubuka buku hitamku untuk memeriksa berapa lama lagi skenario kematian yang harus kutangani. Aku masih belum sempat berbicara serius dengan Flattern. Setelah aku melihat secara detail skenario kematiannya, muncul sebuah ide di kepalaku.
“Flattern, mau tahu bagaimana rasanya menangani skenario kematian manusia biasa?”
“Hmm?”
Aku langsung berteleportasi ke hadapan Flattern dan membawanya ke tempat skenario kematianku berada.
- 20 September 2020 -
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro