11. Kadar Rasa Takut yang Berlebihan
Satu minggu telah berlalu semenjak pertemuanku dengan Zois. Aku juga telah menunda semua pertemuanku dengan Dewa Kematian yang lainnya. Setelah mendengar penjelasan Zois saat itu, aku butuh waktu untuk mencerna dan memahaminya. Saat aku berteleportasi ke ruang ganti wanita di hari itu, Zois ternyata ikut bersamaku juga. Namun, dia langsung pergi setelah mengatakan hal yang sulit untuk disetujui.
“Tak ada satupun orang yang boleh mengetahui pertemuan kita, Niervana. Anggap saja kalau kita berdua tidak pernah bertemu dan berbicara seintim ini. Kalau Hadesz bertanya kenapa kau telat menangani skenario kematian yang semestinya kau lakukan sekarang, jawab saja kalau kau lupa waktu saat mengintip di ruangan ini. Ide bagus, kan?”
Apanya yang ide bagus….
Aku tidak pernah terlambat menangani skenario kematian selama lima ratus tahun terakhir. Terakhir kali aku terlambat karena mencari Idazzi yang mangkir dari tugasnya. Gara-gara keterlemabatan kemarin, aku ditegur oleh Hadesz dan terpaksa menggunakan ide yang diberikan oleh Zois. Mau bagaimana lagi? Hadesz selalu mengetahui posisiku selama 24 jam penuh. Aku jelas tidak bisa menciptakan alasan lain.
Sayangnya… aku belum bisa menanyakan langsung soal waktunya yang tersisa kepada Hadesz. Belum saatnya membicarakan hal itu, aku masih harus menemui lima Dewa Kematian yang tersisa sesuai dengan perintahnya. Tapi tetap saja, aku tidak bisa berhenti memikirkan hal itu. Meski anti-virus di dalam diriku terus menghilangkannya, tetap saja kegundahan itu terus muncul. Aku sebenarnya tidak mau menggantikan Hadesz, aku bukan lah orang yang tepat untuk menggantikannya. Tapi setelah mendengar waktu Hadesz yang tersisa, aku seakan-akan tak bisa menolaknya dan mau tidak mau menerimanya.
Kegundahan di dalam diriku semakin parah karena aku tak bisa menceritakan hal ini kepada siapapun. Aku jadi tidak bisa bertukar pikiran dan harus memikirkannya sendiri. Kalau saja aku bisa bercerita kepada Clint atau Avandra, aku mungkin tidak akan segundah ini.
“Tidak memesan minuman, Senior.”
Suara datar itu? Tidak salah lagi.
“Apa yang kau lakukan di sini, Vazco?”
Ini pertama kalinya Vazco menyapaku seperti ini. Aku bahkan baru tiga kali bertemu dengannya. Itu juga saat dia sedang bersama dengan Avandra, gurunya. Hal yang tidak biasa ini tidak mungkin dilakukan olehnya atas kemauan sendiri.
“Kau mau aku menjawabnya dengan jujur atau dengan alasan klise?”
“Keduanya.”
“Jawaban jujurnya, aku disuruh oleh Guru Avandra untuk menemuimu. Alasan klisenya, aku tidak mau dicincang tipis-tipis olehnya karena menolak melakukan hal ini.”
Dugaanku tepat. Tapi, apa tujuan Avandra menyuruh Vazco menemuiku seperti ini? Apa karena seminggu yang lalu aku batal menemui muridnya?
“Apa Avandra hanya menyuruhmu untuk menemuiku? Atau ada hal lain lagi yang dia perintahkan kepadamu? Sebelum menjawabnya, aku ingin memberitahumu sesuatu. Sebagai Dewa Kematian, kita memiliki kekuatan yang sama rata. Kenapa kau takut dengan Avandra? Kekuatan kalian berdua sama rata.”
Vazco tiba-tiba menyilangkan kedua tangannya di atas meja dan menyandarkan kepalanya ke kedua tangannya.
“Di hari pertama pertemuanku dengannya, Guru Avandra menunjukkanku bagaimana caranya mengatasi sebuah skenario kematian. Ketika targetnya sudah meninggal, dia dengan sengaja memotong setiap bagian tubuh targetnya dengan alasan untuk mendukung skenario yang telah diubahnya. Saat dia sedang melakukan tindakan sadis itu dia berkata seperti ini, ‘Vazco. Jika Hadesz menegurku karena kau melakukan kesalahan, jika sekali saja kau menolak melakukan perintah yang aku berikan, dan jika kau teledor dalam mengambil keputusan pada skenario yang kau kerjakan, nasibmu akan seperti ini.’
“Saraf rasa takutku memang sudah tidak bekerja, tapi entah kenapa kejadian saat itu sulit sekali untuk aku lupakan. Padahal, anti-virus di dalam tubuhku sudah berkeja sangat keras untuk menghapusnya dari ingatanku. Tapi, tetap saja kejadian itu tak bisa hilang dari kepalaku. Itu lah alasan kenapa aku selalu patuh padanya, meskipun aku tahu kekuatan kami sama.”
Avandra… didikanmu kejam juga. Kalau tubuhnya masih memproduksi air mata, mungkin Vazco sudah menangis sampai membanjiri tempat ini. Tunggu, apa jangan-jangan Ezcort juga seperti ini? Kemungkinan besar iya, tapi mungkin berbeda ancamannya.
“Aku sudah tahu kondisimu, sekarang jawablah pertanyaanku yang tadi.”
Vazco menegakkan badannya kembali dan menatapku sejenak.
“Guru memerintahkanku untuk mengajakmu melihat skenario kematian yang sebentar lagi akan aku kerjakan. Dia juga ingin aku menanyakan padamu keputusan apa yang akan kau ambil untuk menangani skenario itu.”
“Apa alasannya dia tiba-tiba menyuruhmu menemuiku seperti ini?”
“Seminggu yang lalu, kau membatalkan pertemuan kita. Mungkin itu lah yang menjadi alasan utamanya. Dari pada menunggumu untuk membuat janji lagi, kenapa tidak aku saja yang mendatangimu. Pola pikir Guru biasanya seperti itu.”
Masuk akal. Tapi, apa benar tak ada alasan lain selain itu? Apa Avandra sedang mencari tahu apa alasanku membatalkan janji bertemu dengan Vazco? Kalau iya, keingin tahuannya sudah sampai di titik terlalu akut.
“Kalau aku menolaknya bagaimana?”
Vazco tiba-tiba bangkit dari kursinya dan bersujud di hadapanku.
“Aku mohon jangan menolaknya. Aku tidak mau jadi seperti potongan daging yang digantung di tempat penjual daging. Aku berjanji akan melakukan apa saja untukmu, Senior.”
Tatapan dan suara datarnya benar-benar berbanding terbalik dari tingkah lakunya. Dia seperti menyimpan rasa takut yang begitu besar di dalam dirinya. Apakah saat menjadi manusia, dia punya gangguan ketakutan yang berlebihan? Mungkin saja.
“Baiklah, aku menerimanya. Tapi, jawablah pertanyaanku sebagai gantinya.”
Vazco menegakkan badannya kembali dan menatapku dengan tatapan datarnya.
“Apa itu?”
“Panggilan apa yang Hadesz katakan saat pertama kali bertemu denganmu?”
“’Pakar Mesiu’.”
Mesiu? Bukan kah itu bahan yang biasa digunakan untuk meledakan sesuatu? Apa saat masih menjadi manusia, dia adalah seorang pengebom atau semacamnya? Tak perlu terlalu memikirkannya. Lebih baik, sekarang aku ikut bersamanya sebelum dia berubah menjadi hamburger. Pertama-tama lakukan hal yang selayakanya dilakukan seorang Senior.
“Bangun lah.”
Begitu Vazco menggenggam tanganku, aku langsung membantunya bangun.
“Ayo kita pergi.”
“Baik, Senior.”
Kita berdua langsung berteleportasi ke dalam ruangan yang sangat tidak biasa. Sebuah ruangan yang bau zat adiktifnya menusuk hidung. Andai saja Hadesz mematikan indera penciuman kami juga, aku pasti tidak perlu mencium bau menyengat seperti ini.
Pemandangan di tempat ini juga tidak enak dipandang. Semua orang sibuk bekerja dengan menggunakan masker dan sarung tangan. Tangan mereka secara telaten melumatkan tanaman ganja menjadi sebuah gumpalan dan membagikan kokain ke beberapa plastik kecil. Dari tampilan luar mereka yang dipenuhi dengan tato, sepertinya mereka adalah sebuah kelompok yang mengedarkan narkotika secara ilegal.
“Tempat targetmu berada sangat tidak biasa. Jarang sekali aku mendapatkan skenario kematian di tempat seperti ini. Apa targetmu salah satu dari orang-orang yang ada di sini?”
Eh? Apa yang sedang Vazco lakukan di belakangku? Kenapa dia terlihat seperti orang yang sedang bersembunyi? Apa ada sesuatu di ruangan ini yang membuatnya takut?
“Kenapa kau malah bersembunyi di belakangku?”
“Aku tidak suka melihat senjata-senjata yang ada di dekat mereka. Kalau mereka menyadari kebaradaanku dan menembakku bagaimana?”
Kalau tingkahnya ini adalah sebuah lelucon, aku akan sangat kesal. Tapi, kalau tingkahnya ini alami, aku pasti akan puas tertawa jika bisa.
“Pertama, kita berdua tidak terlihat. Kedua, kalau kita terlihat sekalipun, peluru-peluru yang mereka lesatkan tak akan membuat kita mati.”
“Ehm… hal itu memang benar, tapi tetap saja itu membuatku takut. Jadi, izinkan aku untuk melakukan hal ini agar pekerjaanku menjadi lebih mudah.”
Vazco berdiri di sampingku. Dia mengangkat tangan kanannya dan bersiap menjentikkan kedua jarinya. Di saat suara jentikan jarinya menggema di udara, semua orang yang ada di dalam ruangan ini tertidur dengan pulas. Sebagai Dewa Kematian, kami memang memiliki kemampuan untuk mematikan sementara kesadaran manusia. Tapi, kenapa harus mematikan kesadaran semua orang yang ada di sini? Apa yang ingin dilakukannya?
“Jaga-jaga agar mereka tidak tiba-tiba menembakku.”
Dengan tatapan dan suara datarnya, Vazco menatapku dan mengatakan hal itu. Sebenarnya dia mendengar perkataanku yang sebelumnya atau tidak? Aku baru tahu kalau dia punya tingkat kewaspadaan yang sangat parah. Dan yang membuatku jadi bingung sekarang adalah tindakan yang tengah dilakukannya. Dia menghampiri satu-persatu orang yang sedang terlelap di ruangan besar ini dan membuka buku hitamnya di hadapan mereka.
“Kau sedang mencari tahu skenario kematian mereka semua, Vazco? Kenapa kau membuang-buang waktu seperti itu? Kenapa tidak fokus kepada targetmu saja?”
“Aku sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk targetku. Yang belum aku tahu adalah bagaimana cara mengeksekusinya.”
“Memangnya, bagaimana skenario kematian targetmu?”
“Maaf, Senior. Bisa kau lihat sendiri saja? Saat ini, aku sedang menggunakan buku hitamku. Dia ada di kamar kedua setelah pintu masuk.”
Aku sedang tidak berselera untuk jalan. Lebih baik aku langsung berteleportasi saja. Ketemu. Target Vazco terlalap dalam posisi duduk di kursi dengan tangan kanannya di atas meja. Sebuah suntikan di tangan kirinya dan tali yang mengikat di area lengan atasnya menandakan bahwa dia ingin atau sudah mengonsumsi narkotika. Setelah kulihat lebih dekat, ternyata dia belum sempat menyuntikkan narkotika ke dalam tubuhnya. Vazco membuatnya tak sadarkan diri di detik terakhir. Sekarang, saatnya untuk melihat skenario kematiannya.
Colombus, Ohio, Amerika Serikat 11 Januari 2020. Nelson Fatu meninggal pukul 09.26 malam, karena overdosis kokain. Meninggal di umur 33 tahun.
Skenarionya tidak menarik sama sekali. Coba lihat bagaimana latar belakangnya.
Nelson Fatu bercerai dengan istrinya Amanda Fatu tahun 2018. Perceraian mereka terjadi setelah putri mereka meninggal karena sebuah kecelakaan. Nelson Fatu dianggap telah acuh kepada putrinya karena tidak menjemputnya saat pulang sekolah.
Catatan tambahan: Skenario kematian Noah Fatu, putrinya, ditangani oleh Niervana.
Jadi, ini tujuanmu yang sebenarnya Avandra. Kau ingin menunjukkan padaku kelanjutan dari skenario kematian yang telah kubuat sebelumnya.
“Kau sudah melihat skenario kematiannya, Senior?”
“Jawab pertanyaanku, Vazco. Apa kau memberitahukan skenario kematian ini kepada Avandra sebelum dia menyuruhmu menemuiku?”
“Sebenarnya… aku hanya ingin melaporkan skenario kematian ini kepada Guru setelah aku melihat catatan tambahannya. Lalu, dia menyuruhku untuk menemuimu.”
Terima kasih, Avandra. Berkatmu, aku bisa menonton langsung lanjutannya.
“Saat menangani skenario kematian Noah Fatu, aku dihadapkan dengan dua keputusan. Saat itu sebenarnya Amanda Fatu lah yang seharusnya datang menjemput, tapi dia tidak bisa melakukannya karena suatu alasan. Dia pun memaksa Nelson Fatu untuk melakukannya, padahal saat itu Nelson Fatu di tengah negosiasi dengan pembelinya. Karena khawatir putrinya pulang sendiri, Nelson Fatu membatalkan negosiasi dan pergi menjemput putrinya. Sekarang pertanyaanku, apa alasan Amanda Fatu tidak bisa menjemput putrinya?”
“Karena dia tidak bisa meninggalkan pekerjaanya.”
“Salah. Jawabannya adalah Amanda Fatu tengah berada di rumah selingkuhannya. Sebelum menemui Noah Fatu, aku mencari keberadaan kedua orang tuanya terlebih dahulu. Itu sebabnya aku tahu apa yang sedang mereka berdua lakukan.”
“Lalu… apa dua keputusan yang saat itu hinggap di kepalamu?”
“Keputusan pertama, aku membiarkan Noah Fatu tetap hidup dan kelak akan membuatnya mengetahui kebusukan kedua orang tuanya. Keputusan kedua, aku membunuh Noah Fatu dan membuatnya tetap menyayangi kedua orang tuanya sampai akhir hayatnya.”
“Keputusanmu telah membuatmu menjadi sosok yang paling kejam, Senior.”
Aku tahu hal itu. Setidaknya, aku telah membuat gadis kecil itu tak perlu merasakan kejamnya dunia dan membenci sosok yang seharusnya dia sayangi.
“Sekarang, giliran aku yang bertanya. Skenario kematian macam apa yang akan kau berikan untuk Nelson Fatu jika kau yang menanganinya?”
Aku belum bisa memastikan. Aku harus melihat isi dompet milik Nelson Fatu terlebih dahulu untuk memeriksa apa benda itu masih ada di dalamnya atau tidak. Dan ternyata… masih ada foto Noah Fatu tersemat di bagian dalam dompetnya.
“Aku akan membuat Nelson Fatu meminta maaf kepada istrinya terlebih dahulu, karena telah menjadi suami yang tidak baik untuknya. Setelah itu, aku akan membuatnya bunuh diri.”
“Tidak semenarik dugaanku. Kalau begitu, biarkan aku menggunakan caraku saja.”
Vazco tiba-tiba memegang pundakku dan menteleportasi kami ke dapur. Dia telah menumpuk semua tanaman ganja di depan kompor dan sudah mengeluarkan tabung gas yang seharusnya ada di dalam laci di bagian bawah kompor.
“Apa yang ingin kau lakukan?”
Tanpa menjawab pertanyaanku, Vazco membakar tumpukan tanaman ganja dengan menggunakan korek dan memegang sebuah gunting rumput bersiap memotong selang gas yang masih tersambung.
“Senior, aku ingin meminta bantuanmu. Begitu kupotong selang ini, teleportasi kita berdua keluar jauh dari sini. Aku tidak mau mati lagi di tempat konyol seperti ini.”
Bagaimana kalau kupotong saja batang lehermu? Aku ingin sekali melakukannya.
“Iya, aku mengerti. Aku akan mengikuti aba-abamu.”
“Baiklah, Senior. Satu… dua… tiga!”
Sepersekian detik setelah kami berteleportasi keluar, rumah itu menciptakan suara ledakan yang begitu kencang dan kobaran api yang sangat besar membumbung tinggi ke atas. Sontak, semua tetangga yang tinggal di sekitar rumah itu berhamburan keluar. Membuat suasana yang semula hening menjadi dipenuhi kegaduhan. Dan di tengah kegaduhan itu, aku melihat dengan sangat jelas senyuman di wajah Vazco yang telihat sangat puas menatap rumah yang baru saja diledakannya.
“Senior… aku setuju kau menggantikan Father. Asalkan kau memberiku semua skenario kematian yang berhubungan dengan ledakan.”
- 13 September 2020 -
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro