23 ☠ Nathan and His Hideout
•
•
•
Le Sanctuaire d'Aléa, Alsace, Prancis.
Nathan menatap pemandangan malam dari jendela kamar penginapan yang ditempatinya dengan perasaan campur aduk. Kerlap-kerlip lampu yang memadati Kota Alsace tak bisa membuat laki-laki bernama lengkap Nathanael Vicenzio Orion itu tenang.
Entah kenapa ia jadi merindukan kampung halamannya. Ia sadar, kalau jalan yang ia pilih dengan menjadi anggota Psycho Elite akan membawanya pada hal-hal berbahaya. Di satu sisi ia sangat menyayangkan kondisinya sekarang yang harus bersembunyi dari kejaran para polisi. Bahkan sampai harus pergi ke luar negeri untuk mengamankan diri. Sementara di sisi lain, ia juga merindukan keluarganya. Meskipun keinginannya selalu ditentang, tapi keluarga tetap menjadi pelabuhan terakhir bagi laki-laki itu.
Tidak. Ia sama sekali tidak menyesal telah menjadi bagian dari PE. Karena justru merekalah yang membuatnya bisa bertahan sampai sekarang. Mereka yang bersedia mendengar segala keluh-kesahnya tanpa menghakimi. Yang selalu memberi dukungan dan kekuatan untuk terus hidup demi cita-cita dan kebahagiaan.
Karena sejatinya, sebuah pertemanan tidak akan mati meskipun jarak memisahkan.
Seperti saat ini.
Semua sahabat-sahabatnya berada di Indonesia, sementara dia harus pergi ke Prancis untuk bersembunyi sementara.
Drrtt! Drrtt!
Netra hitam milik Nathan bergulir ke arah ponsel yang tergeletak di atas ranjang. Ponsel itu baru saja ia beli tadi siang karena semua alat komunikasinya sudah dibuang oleh Bang Zevin saat perjalanan menuju kemari. Jadi sudah dipastikan kalau yang menghubunginya sekarang adalah pemilik dari AGA Company tersebut.
"Halo ... kenapa, Bang?"
"Nath! Kamu belum makan malam, 'kan? Ayo kita keluar cari makan. Perutku sudah keroncongan."
Laki-laki dengan sweater hitam yang membalut tubuh bagian atasnya itu melirik ke arah jam dinding yang berada di atas pintu kamar penginapan. Lantas mengangguk singkat meskipun sang penelepon tidak akan bisa melihatnya.
"Iya, Bang. Ayo pergi cari makan."
"Oke! Aku tunggu di lobby!"
Telepon singkat itu pun berakhir setelah Bang Zevin memutuskan panggilan mereka.
Le Sanctuaire d'Aléa.
Penginapan ini milik seorang gadis muda yang dipanggil Miss Aléa. Seorang gadis kaya raya yang memilih membuang semua ikatan keluarga demi untuk hidup mandiri dan membuka bisnis sendiri. Setidaknya itulah yang Nathan ketahui tentang penginapan ini.
Penginapan ini tidak terlalu besar dan mewah. Justru terbilang sangat sederhana dengan perabotan yang hampir semuanya terbuat dari bahan kayu. Para pelayan dan stafnya juga ramah-ramah. Mereka menyambut dan menjamu pelanggan dengan sangat baik.
Makanan yang disediakan juga sangat beragam. Seperti tarte flambée, pizza tipis dengan topping krim, bawang bombay, dan bacon yang menjadi icon Kota Alsace. Lalu anggur lokal seperti Riesling, Gewürztraminer, dan Pinot Noir.
Juga lingkungan yang masih sangat kental dengan budaya kuno Eropa membuat Nathan bisa sedikit menikmati kenyamanan yang ditawarkan.
Yahh, setidaknya untuk sekarang.
Tok! Tok! Tok!
"Nathan, ini Bang Zev! Sudah selesaikah siap-siapnya?!"
Mendengar ketukan di pintu dan seruan keras Bang Zevin membuat Nathan jadi sedikit tersentak. Laki-laki berusia 22 tahun itu pun bergegas mengambil dompet dan ponselnya sebelum membuka pintu kamar untuk menemui Alzevin Giordano yang sudah menunggunya di depan pintu.
Ceklek!
"Maaf, Bang. Tadi masih nyariin dompet." Nathan memberikan alibi. Karena tidak mungkin juga ia mengatakan kalau ia tengah melamun tadi. Bisa-bisa lelaki dewasa di depannya ini akan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan penuh rasa penasaran.
"Ohh, kirain masih siap-siap. Ya udah, ayo! Katanya ada restoran enak di sekitar sini."
"Baiklah, ayo!"
Binar bahagia dan antusias bisa Nathan lihat lewat manik kelam Alzevin Giordano. Tak bisa dipungkiri, meskipun keberadaan mereka di sini hanya untuk bersembunyi sementara waktu, tapi ia juga sedikit menikmatinya. Tidak ada salahnya bersembunyi sambil berlibur, 'kan?
Karena sesekali, hidup itu harus dinikmati.
☠☠☠
La Feuille Verte Restaurant.
Tatapan kagum tak bisa disembunyikan oleh Zevin dan Nathan begitu memasuki restoran yang menyajikan hidangan Prancis mewah di dalam bangunan kayu bernuansa tahun 1800-an dengan konservatori kaca itu. Selain karena tempatnya yang bersih dan nyaman, pemandangan pedesaan yang kental di luar sana juga tak bisa diabaikan.
Restoran ini menyajikan beberapa hidangan khas seperti, ayam kampung yang dipanggang dalam hidangan casserole (backeoffe), bersama dengan resep musiman yang lebih kontemporer. Kentang dan artichoke, rosemary, dan manisan lemon (atau di musim dingin, dengan truffle Melanosporum). Kemudian brioche karamel dengan bir, es krim bir Perle, dan pir panggang dari minuman.
Semua menu tampak asing bagi Nathan dan Zevin yang baru pertama kali memakan hidangan Prancis. Namun pelayan di restoran ini menyarankan untuk memesan hidangan populer di restoran mereka. Seperti lobster biru panggang dengan jahe. Lalu daging sapi yang dilapisi dengan jus yuzu, kembang kol, bumbu miso, dan saus tiram.
Entah akan bagaimana rasanya. Semoga saja cocok di lidah mereka.
"Jadi kapan lo balik ke Indo, Bang?" tanya Nathan yang berusaha memecah keheningan di antara mereka.
Alzevin Giordano melirik ke arah Nathan sekilas sebelum kembali fokus dengan buku menu di tangannya. "Entahlah. Mungkin dua atau tiga hari lagi. Aku masih ingin sedikit menikmati suasana pedesaan di sini."
Sudut bibir Nathan terangkat ke atas membentuk sebuah seringaian. Ia kira, hanya ia saja yang memikirkan tentang liburan dan menikmati suasana Kota Alsace. Namun ternyata, Bang Zevin juga berpikir hal yang sama. Kesempatan seperti ini mungkin tidak akan datang dua kali. Maka dari itu, ia harus pandai-pandai memanfaatkan waktunya sebaik mungkin selama berada di sini.
"Aku juga sudah menghubungi Kirei dan memberitahunya kalau kita telah sampai di lokasi penginapan yang dia rekomendasikan. Harus kuakui, Kirei cukup cerdas dengan menempatkan kita di penginapan yang tidak terlalu populer dan sederhana seperti Le Sanctuaire d'Aléa."
Nathan mengangguk. Kini ia setuju dengan perkataan Bang Zevin. Tinggal untuk sementara waktu di sana tidak masalah buatnya. Lagipula, Kirei juga sudah mereservasi penginapan itu untuk beberapa minggu.
Yahh ... setidaknya sampai semua kembali normal dan ia bisa kembali pulang ke Indonesia dengan aman tanpa harus menghindar dari kejaran para polisi. Karena jujur saja, bermain kejar-kejaran dan petak umpet itu lelah. Apalagi jika sampai harus lintas pulau dan negara.
Itu benar-benar merepotkan.
•
•
•
Ya, dan Nathan dengan segala argumennya.
Tapi kasian juga ya dia. Harus sampai ke luar negeri segala buat sembunyi🥺
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro