Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7: The Unexpected Driver

Pukul 10.15 pagi. Kawasan Federal Plaza di New York sunyi senyap. Tidak seperti biasanya. Tidak ada para pekerja, polisi, ataupun agen federal yang berkeliaran di sana. Tidak ada yang mengintai satu sama lain ataupun berkejar-kejaran. Tidak ada pula keramaian. Kecuali, di depan gedung FBI New York. Itu tidak disebabkan hal yang menarik atau menyenangkan. Justru, itu sebuah bencana.

Ya, tepatnya di bagian lobi gedung, segerombolan orang telah dikepung oleh para alien bersenjata. Mereka adalah B-Team, tim yang terdiri atas Hamdi, seorang pilot pesawat antariksa NASA  dan teman-temannya yang berasal dari berbagai pekerjaan dan tempat. Kini, Hamdi sedang menggigit jarinya sambil dikelilingi teman-temannya yang berusaha melindunginya. Ia menggigit jarinya bukan karena alien itu, melainkan ia tidak mendapat satu senjata pun!

“Bos, alien-alien itu memiliki senjata yang dapat menyetrum, lho!” Bisik Fikri.

“Berhenti memanggilku bos atau kau yang akan kutendang dari sini!” Bentak Hamdi.

Fikri langsung mengatupkan bibirnya dan mengalihkan pandangannya dari Hamdi. Memangnya apa salahku? Tanya Fikri dalam hatinya. Sebenarnya, Hamdi tidak marah. Tapi karena ia berada dalam masalah, ia cepat naik pitam.

“Serius deh, di. Kau benar-benar nggak mendapat senjata? FN Five-seven or anything? Coba dicek lagi.” Kata Nelson tanpa mengalihkan pandangannya dari alien sambil menembakkan FN Five-sevennya pada mereka.

Hamdi membuka kotak kardusnya untuk keratusan kalinya. Tidak ada apapun di sana. Namun, matanya baru saja tertuju pada sebuah bungkusan kertas berwarna putih. Apa itu senjatanya? Pikir Hamdi di dalam hati. Dengan hati-hati, Hamdi mengambil dan membuka bungkusan itu. Apa yang ia dapat membuatnya hampir terkena serangan jantung. Begitu pula dengan teman-temannya yang membelalakkan mata.

“Hamdi, itu...”

Hamdi mengangkat senapannya. Itu bukan senapan biasa. Itu Quad Blasters. Senjata yang mirip senapan dengan laser di dalamnya, dengan cat berwarna hitam dan merah yang mengkilap. Semuanya langsung menggigit jari mereka dengan iri. Kenapa dia saja yang mendapat senjata itu? Pikir semua orang dalam hati.

“Hamdi, dengan mendapat senjata seperti di film Guardian of the Galaxy itu, kau bukannya justru mengusir alien itu. Kau membuat mereka semakin mendekat!” Kata Amelia dengan setengah panik.

Yang benar saja, para alien itu melangkah maju dengan gontai dan berbelok-belok. Entahlah apa gaya berjalan mereka lebih mirip seperti zombie atau seorang pemabuk. Mereka seperti terhipnotis ketika melihat senjata itu diangkat. B-Team mundur dengan perlahan, sambil mengencangkan pegangan mereka pada senjata masing-masing.

“Seraaangzzzz!!”

Seorang alien mengomando mereka, menyerang Hamdi dan kawan-kawannya. Dengan sigap, B-Team segera menangkis serangan itu. Amelia mengeluarkan Berreta 92-nya dan dor! Ia menembak para alien dengan sebisa mungkin. Linda menarik anak panahnya dan melontarkannya ke arah para alien. Nash menembaki para alien itu dengan gila memakai shotgun terbarunya.

Semuanya berjuang melawan serangan itu. Kecuali, Hamdi. Yang masih setengah melamun dan memegangi Quad Blasters-nya. Ia mulai menggaruk rambutnya, berusaha untuk mencari ide agar keluar dari sana. Tentu saja, karena dialah yang memimpin dan mengambil keputusan dalam tim itu. Tiba-tiba, lampu ide di dalam otaknya segera menyala.

"Hei, Jimmy, kau bawa mobil pick up-mu?" Tanya Hamdi. Jimmy masih sibuk menembak alien yang berada di dekatnya.

"Ya! Ya! Ada di sana. Memangnya ada apa?" Tanyanya sambil menunjuk ke arah barat.

"Kalau begitu, minggir semuanya!"

Hamdi mendorong Nelson yang melindunginya. Dor, dor, dor! Hamdi menembaki semua alien yang ada di depannya dengan cepat sambil berjalan menuju mobil Jimmy. Ia menembakkan Quad Blasters-nya dengan lihai. Semuanya terjadi dalam hitungan detik, hingga semua alien tumbang dalam tangannya.

Ia tak sadar, dari atasnya ada alien yang akan menerkamnya. Alien itu berbadan seperti goblin, tapi bersisik hitam, bergigi runcing, dengan kuku-kuku jari hitamnya yang sangat panjang. Tiga matanya yang berwarna hijau menatap Hamdi dengan cara memandangnya yang mengerikan. Liurnya muncrat dimana-mana. Menjijikkan.

"Hamdi! Awas diatasmu!!" Teriak Bill.

Lina Pene mendorong Hamdi ke samping hingga jatuh. Sringg!! Rick menarik pedang mengkilapnya dan menebas kepala alien bermata tiga itu. Celpak, plak, plak! Kepala alien berwarna hijau itu segera menggelinding di jalan. Lina merasa mual seketika melihat cairan hijau berlendir yang menetes dari kepala itu.

"Oho, tadi seperti menebas kepala Medusa!" Kata Rick sambil tertawa kecil dan memutar pedangnya dengan santai.

Sementara itu, Lina Pene merasa bersalah sekaligus cemas karena telah mendorong Hamdi. Hamdi duduk di jalan sambil membersihkan debu di baju dan rambutnya. Wajahnya memelas, takut kaptennya akan marah.

"Pululu, plu, maksud pulu, apa pulu tidak apa-apa?" Tanya Lina Pene dengan bahasa manusianya yang masih berlepotan.

"Jangan khawatirkan aku! Ayo kita ke mobil sekarang!"

Hamdi melompat, berdiri, dan melangkah cepat ke mobil pick up milik Jimmy. Yang lainnya membuntutinya dengan secepat langkah Hamdi. Sebelumnya, Hamdi sempat memberikan jaket coklat dengan penanda huruf B di bagian lengannya pada teman-temannya. Itu bukan jaket biasa. Jaket itu anti peluru. Ia juga memberikan perisai, andaikan jaket itu tak berfungsi. Sementara itu, Jimmy yang masih kebingungan, menahan Hamdi sambil memegang pundakknya.

"Whoa, whoa, whoa! Apa yang kau akan lakukan dengan mobilku?" Tanyanya Hamdi membalikkan badannya.

"Mobil ini akan mengantarkan kita ke 30 Rockefeller. Yaah, atau 30 Rock jika disingkat. Ini akan cukup. Biar aku, Novia, dan Nash di depan. Yang lain di belakang, kau mengemudi."

"Tapi..tapi... Ck, just forget that. So great."

Jimmy menepuk dahinya sambil memutar bola matanya. Hamdi tersenyum kemenangan sambil meloncat naik ke atas mobil. Semuanya menaiki mobil pick-up putih milik Jimmy dengan hati-hati. Tiba-tiba, Nindi mengeluarkan pedang lightsaber berwarna birunya yang belum dinyalakan. Raut wajahnya serius. Ia menyibakkan rambut hitamnya sambil memperbaiki letak topinya.

"Hei, hei, ada apa?" Tanya Ratna sambil melap sepatu merah ajaibnya.

"I don't know. Aku merasa ada sesuatu yang aneh akan terjadi. Kita siap-siap saja.”

Nindi sambil menatap curiga ke depan. Sementara Ratna hanya mengendikkan kepalanya saja. Di depan, Jimmy memegang setir di kiri. Sementara di sampingnya ada Novia, Nash, dan Hamdi yang duduk dengan berdesakan.

"Kalian siap?" Teriak Jimmy.

Semuanya bersorak sorai mengiyakan. Dia mulai menginjak gasnya dengan pelan. Mobil berjalan perlahan melewati gedung-gedung yang berada di kawasan Federal Plaza. Kondisinya, hancur total. Pecahan kaca ada di mana-mana. Alarm dari toko meraung-raung. Tubuh alien yang mati bergelimpangan di jalan raya. Terkadang, ada beberapa perempuan yang menjerit ketakutan tanpa sebab. Dan mereka... masih mengenakan piyama atau roll rambutnya.

Anehnya, tidak satu pun anggota NYPD yang berjaga disana. Bahkan, anggota FBI pun tidak ada (kecuali Ratna dan Nindi yang  masih melewati jalan itu). Hamdi sedikit terheran-heran. Bukannya daerah itu adalah daerah agen federal dan kepolisian, sementara tidak ada satupun yang berjaga di sana? Entahlah, mereka mungkin masih minum kopi di markas mereka masing-masing, pikir Hamdi dengan sarkastik sambil tertawa kecil.

Untuk sampai di gedung 30 Rockefeller, dibutuhkan waktu 20 menit. Cukup lama. Gedung itu memang dekat dengan Times Square, tapi jaraknya sedikit lebih jauh daripada sebelumnya. Ini akan menjadi perjalanan yang membosankan. Nash menyalakan radio mobil, yang mengalunkan lagu country. Ia mengangguk-angguk sendiri, menikmati musik itu. Tiba-tiba...

Braak!!

"Raaar!!"

"Aaaaah!! Menyingkirlah kau!"

Dor!

Yang baru saja terjadi adalah seorang alien bermata tiga tertabrak oleh mobil. Alien itu segera meraung di kaca dengan banyak air liur yang menjijikkan. Nash panik, dan segera menembak alien itu dengan shotgun coklatnya. Bukannya menembak dari jendela, tapi langsung dari kaca depan mobil! Jimmy berteriak dengan histeris.

"Arrrghh!! Nash! Ini mobilku, dan kau telah menghancurkan kaca depannya!"

"Just shut up! Kau tidak sadar itu alien?!"

"I know! But this is my car!"

Mereka berdua saling bertatapan dengan tajam. Jimmy menghentikan mobilnya.

"Shotgun!"

"Shotgun!"

Jimmy dan Nash saling meneriakkan kata "Shotgun" satu sama lain. Entah apa maksudnya kata itu dan pertengkaran itu. Adegan itu seperti video Nash bertahun-tahun yang lalu tentang bertengkar meneriakkan kata "Shotgun!". Hamdi dan Novia hanya bisa mengangkat alis mereka sambil saling berpandangan. Mereka tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Semua yang berada di bagian belakang pun hanya diam, kebingungan.

"Heeei!!!"

Linda berteriak menegur dengan suara lantang. Semuanya langsung diam memandang Linda, bahkan Jimmy dan Nash. Satu detik, dua detik. Ekspresi Linda selanjutnya, hanya tertawa malu dengan wajahnya yang memerah. Lina menepuk dahinya. Linda pasti seperti itu. Kalau menegur terlihat sangat mengerikan, tapi dia tidak serius dan malah tertawa.

Pertengkaran "shotgun" yang aneh itu tidak berlanjut lagi. Jimmy hanya menghela nafasnya. Untuk kedua kalinya, ia kalah berdebat lagi. Dan kali ini, ia harus mengorbankan kaca mobil kesayangannya. Sementara itu, Amelia yang berada di belakang memegang binokular dan berteriak,

"Jimmy! Gas! Gas! Gas!" dengan wajah bercucuran keringat.

"Gas?" Tanya Jimmy dengan bingung.

"Gas!" Teriak Hamdi.

Reengg!! Jimmy menginjak gas dengan keras. Mobil meloncat dan melaju dengan kencang. Berkelok-kelok di jalanan, berusaha untuk dikendalikan. Di belakang, sekelompok alien mengejar mereka dengan skateboard udara sambil memegang pistol antariksa. Badan mereka dilindung oleh sejenis perisai anti peluru. Mereka mengarahkan pistol mereka ke badan dan ban mobil.

"Berlindung!" Perintah Ratna.

Semua yang berada di bagian belakang membuka perisai mereka. Dor! Dor! Tembakan demi tembakan berusaha melewati perisai itu. Tapi tidak mempan, justru memantul dari perisau itu. Sebagian masih menancap di perisai. Ratna menarik pedang dari sepatu ajaibnya, menebas dan merusak skateboard para alien yang berusaha mengikuti mereka.

Dor! Sialnya, salah satu tembakan mengenai roda belakang kanan mobil. Roda itu perlahan-lahan mengempis dan mengempis. Tapi mobil itu terus melaju, berusaha melupakan salah satu rodanya telah kempis. Untuk menambal roda itu, Lina Pene menempelkan permen karetnya, supaya roda itu tidak kempis. Namun, mana bisa seperti itu? Novia yang meliriknya dari kaca spion memutar matanya. Ide brilian, pikir Novia menyindir.

"Awas! Burung-burung alien!" Teriak Bill sambil menunjuk ke arah sesuatu.

Dari belakang, burung-burung alien mengikuti mereka, ditunggangi oleh para alien lain menggunakan helm hitam. Burung-burung itu tampak seperti pterosaurus, dinosaurus yang bisa terbang di zaman purba. Paruh mereka berwarna hitam dan tajam. Sayapnya terbentang luas menutupi sinar matahari, menggantikannya dengan kegelapan. Matanya setajam elang. Dan kuku-kuku mereka yang tajam. Seolah-olah akan menerkam setiap saat.

Linda dan Lina dengan sigap mengambil busur dan panahnya. Dibidiknya burung-burung tersebut dengan teliti. Tak! Tak! Tak! Satu persatu panah mulai menancap di tubuh burung. Membuat mereka jatuh seperti burung kecil yang terluka dan tak berdaya.

"Tolooong!!" Pekik Fikri dengan keras.

Kakinya ditarik oleh para alien. Dia berusaha berpegangan dengan dinding kap mobil. Linda Paka menarik senapannya. Dor-dor-dor-dor!! Ia menembak para alien yang berusaha menarik temannya. Satu persatu alien mulai jatuh. Plak! Pegangan Fikri dengan mobil terlepas. Linda Paka menggapai tangannya yang hampir lepas dan jatuh ke jalanan, lalu menariknya ke atas mobil. Fikri meringis kesakitan.

"Kau tidak apa?" Tanya Linda Paka dengan cemas.

Fikri mengangguk dengan cepat. Ia meluruskan kakinya yang terluka gores. Bekas cakaran alien yang besar. Lina segera merangkak menghampirinya sambil membawa kotak P3K. Seharusnya, Novia yang mengobatinya karena dialah yang satu-satunya dokter disana. Namun, karena Novia berada di depan, Linalah yang menangani.

"Jangan bergerak, aku akan membalut lukamu."

Lina mengobati kaki Fikri. Sementara semua yang berada di bagian belakang bertarung melawan para alien. Jumlah alien itu terlalu banyak, dan mobil berjalan terlalu pelan. Novia merasa tidak sabar dengan cara menyetir Jimmy yang menurutnya benar-benar pelan. Mulutnya terasa berbuih melihat hal itu. Kakinya terus-menerus bergerak menepuk lantai mobil.

"Jimmy, biarkan aku menyetir!" Novia menggeram kecil.

"Tapi..."

"Kau berjalan terlalu lambat! Step aside now!"

"Hei!"

Novia segera meloncat ke kursi setir. Ia mendorong Jimmy ke samping dan merebut posisi setirnya. Jimmy tergencet di antara Novia dan Nash. Hamdi menahan tawanya, melihat kejadian lucu baginya dan menyakitkan bagi Jimmy. Mobil tiba-tiba berhenti. Para alien semakin mengeroyok mereka yang ada di belakang. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi: Terluka parah atau mati.

"Kenapa berhenti? Jumlah mereka semakin banyak!" Teriak Bill dari belakang sambil berlindung dan menembak dari balik perisainya.

Novia hanya diam sambil mengenakan kaca mata hitamnya dengan gaya yang elegan.

"Saatnya pembalap Nascar mengambil alih." Kata Novia dengan pendek dan tersenyum menyeringai.

"Tunggu dulu, apa katamu?" Tanya Hamdi dengan wajah yang kaget.

Ciiitt!!! Mobil segera melaju dengan kencang. Novia menginjak gas dengan dalam. Semua yang berada di belakang terlonjak ke belakang. Para alien tertinggal jauh di belakang. Mengumpat-umpat dalam bahasa alien mereka. Tiba-tiba, kemacetan jauh di depan berusaha menghalangi. Jalan lenggang yang tersisa hanya di persimpangan di sebelah kiri.

"Banting kiri!" Teriak Novia.

Sreet! Roda mobil mulai melawan arah dengan cepat. Berbelok dengan menukik tajam dan membuat Lina hampir jatuh dari mobil. Lalu, seorang alien besar dan kekar, yang sepertinya gabungan dari beberapa alien, berusaha menghalangi mereka. Roaaaar!! Ia meraung dan mengamuk, memuncratkan liur hijaunya.

"Terobos! Pakai perisai kalian sekarang!" Perintah Novia.

"Apa!?" Teriak Ratna.

Braaak!! Novia menabrak alien itu dengan kecepatan penuh. Croot!! Tubuh alien besar itu muncrat kemana-mana dan berubah menjadi lendir hijau. Mobil berkap putih itu segera diselimuti lendir yang lengket. Menjijikkan. Kaca mobil yang tertutupi oleh lendir, membuat Novia kesulitan dalam menyetir.

"Pakai wipernya, Nov!" Teriak Nash.

Novia segera menekan tombol wiper. Dan dalam satu gerakan wiper, ia sadar bahwa yang ada di depannya adalah ratusan ranjau!

"Aaarggh!! We were gonna die!" Teriak Nindi dengan panik.

"Not today!" Balas Novia sambil tersenyum lebar.

Reeengg!! Mobil mulai melaju menuju sebuag gedung. Semua menutup mata masing-masing. Pasrah akan apa yang akan terjadi. Duak! Mobil segera meloncat trotoar. Lalu berbelok ke kanan, menghindari gedung yang ada di hadapannya. Tidak, mereka tidak akan menabrak gedung yang ada di depannya.

Anehnya, mobil mulai berjalan miring dan miring. Ternyata, dua roda mobil tengah melaju di kaca gedung itu! Hingga, yang paling mengerikan, mobil berjalan dengan keadaan 60 derajat! Ketika sudah melewati daerah ranjau, mobil meloncat dari trotoar. Tiba-tiba, Tangg!! terdengar suara dentingan dari belakang.

"What is that?" Tanya Novia tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.

Rick berbalik ke belakang. Wajahnya terlihat setengah pucat karena mobil berjalan 60 derajat sebelumnya. Dan bukan hanya itu saja. Ada hal lain yang akan membuat seseorang meledak. Ia menarik kerah jaketnya dengan jarinya.

"Eeeeh... Kau yakin ini perlu dideskripsikan?" Tanyanya.

Novia tidak menjawabnya. Ia hanya tersenyum sinis dari kaca spion. Rick tahu, Novia ingin meminta jawaban darinya. Ia menelan ludahnya sambil kembali menengok ke belakang. Ia menggaruk-garuk rambut hitam yang hampir setengahnya beruban.

“Okee... Bemper mobil penyok terkena hydrant, dan..."

"Apa?! Penyok?!" Teriak Jimmy dengan panik sambil berbalik.

Rick hanya mengendikkan kepalanya, berusaha menghindari tatapan kesal dari Jimmy. Jimmy mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil. Ya, bemper mobilnya telah penyok. Ia menutup mukanya. Korban ketiganya hari ini, bemper mobilnya. Oh, so good! Pikir Jimmy menyindir dengan kesal. Sementara itu, Novia masih mengendalikan mobil, tapi kini perjalanan terasa lebih lama. Fikri, yang kakinya telah diobati, melihat jam tangannya.

"Ini sudah lebih dari 15 menit, tapi kenapa kita belum tiba di 30 Rockefeller?" Tanya Fikri.

"Jembatan merah yang kita lalui tadi, merupakan jalur tercepat. Tapi, jembatan itu telah runtuh." Jelas Novia.

"What the... Tapi kan tadi..."

Novia segera memotong. Ia tahu jembatan itu telah runtuh dari berita di FBI tadi. Oleh karena itu, ia segera memotong ke kiri karena di depan macet. Dan di situlah letak jembatan yang rusak. Fikri yang mendengarkan hanya menganggukkan kepalanya saja. Nindi masih bersiaga dengan lightsabernya. Ia memicingkan matanya dan wajahnya terlihat kaget.

"Nov! Tambah kecepatan!" Teriak Ratna.

"Memangnya ada apa, sobat?" Tanya Novia.

Bum! Bum! Bum! Terdengar suara debuman mendekati mobil itu. Ia bingung, berpikir apa yang sebenarnya terjadi di belakang. Ia melirik ke kaca spion. Alien lagi! Dan kali ini, jauh, jauh, dan jauh lebih besar daripada sebelumnya. Lebih tinggi daripada gedung 10 lantai. Dengan sekuat tenaga, Novia memacu mobil lebih cepat daripada sebelumnya.

B-Team tidak tahu apa yang harus dilakukan. Lina melihat apa yang yang ada di sekitarnya. Matanya tertuju pada sesuatu: Bazooka. Oh, sejak kapan benda itu berada di lantai mobil? Ia punya ide brilian untuk menghalau alien itu. Ia segera mengangkat bazookanya.

“Bazooka!” Teriak Lina dengan senyum kemenangan.

Ia mengarahkan bazookanya pada alien itu. Dibidiknya dari jauh. Bye-bye, alien! Kata Lina di dalam hatinya. Dooom! Sebuah bola besi meletus dari bazooka itu. Meninggalkan asap putih tebal yang mengelilingi Lina dan teman-temannya. Semuanya batuk karena asap tebal menebali sekeliling. Lina mengintip dari sela-sela asap itu. Tunggu dulu, alien itu masih terbang mengejar mereka. Lalu, kemana perginya bola itu?

“Vroouuuuumm!

“Suara apa itu?” Tanya Hamdi. Novia menengok ke atas. Wajahnya pucat pasi.

“Untuk alasan apapun, jangan melihat ke atas. Kuulangi, jangan melihat keatas!” Kata Novia.

Meskipun telah diperingatkan seperti itu, mereka tetap melihat ke atas. Gedung yang berada di depan mereka perlahan-lahan runtuh. Dan celakanya, gedung itu tidak akan runtuh ke bawah. Tapi runtuh menuju mereka semua!

“Aaaaaahhh!!”

Semuanya berteriak ketakutan. Kecuali, Novia. Ia tetap tegar menghadapi itu sekuat karang diterjang ombak. Tuhan, tolonglah aku! Teriaknya dalam hati. Dengan cepat tetapi pasti, Novia melaju hingga speedometer menunjukkan 120 kilometer per jam. Doooom! Satu per satu bagian gedung mulai jatuh.  Seperti meteor yang menyerang bumi. Semua yang berada di bagian belakang melindungi badan mereka dengan perisai.

Tiba-tiba, duaak! Salah satu reruntuhan jatuh mengenai bagian belakang mobil, membuat mobil berputar-putar. Novia menahan setirnya, berusaha membuat mobil tetap seimbang. Ia melihat sebuah gedung menjulang tinggi beberapa meter dari tempatnya. Pasti itu 30 Rockefeller! Serunya di dalam hati. Sedikit lagi!

Kemudian mata Novia terbelalak. Sebuah hydrant kini berada di depannya! Ciiittt!! Novia melepas gasnya dan menginjak rem dengan keras. Terlambat! Taaang! Mobil menabrak hydrant, membuat semua penumpang terlonjak ke depan. Napas mereka menderu-deru. Berusaha untuk tenang. Mendongak, melihat sebuah gedung pencakar langit yang tinggi yang indah. 30 Rockefeller. Yeah, this is it.

Jantung Novia berdegup dengan kencang. Ia menghela nafas. Tugasnya untuk menyetir sebuah pick-up telah selesai. Ia melirik ke kaca spion depan, melihat keadaan teman-temannya yang kacau. Dengan tatanan rambut yang mencuat ke mana-mana juga wajah yang penuh dengan goresan, perban, dan debu. Tiba-tiba, ia menegang.

“Untuk alasan apapun, jangan lihat kebelakang. Pakai perisai kalian sekarang.” Katanya dengan tegang.

“Untuk apa?” Tanya Linda Paka.

Booooomm!! Gedung yang berada di belakang jatuh dengan perlahan. Hujan kerikil kecil bertebaran dimana-mana. Menyisakan kaca pecah dan asap kelabu dimana-mana. Semuanya segera melompat turun dari mobil, memperhatikan gedung yang kini yang menjadi reruntuhan sekarang.

“Hei! Skateboardku! Kenapa tiba-tiba ada disini sekarang?”

Nash menghampiri skateboardnya yang tiba-tiba muncul di jalanan. Tiba-tiba, duakk!! Sebuah batu raksasa jatuh tepat berada di atas skateboard Nash. Mengubah skateboardnya menjadi remuk sekarang.

“Heaaaargghh!! Skateboardku!” Pekik Nash dengan histeris sambil memjambak rambutnya sendiri. Jimmy terkikik sendiri, menganggap hal itu merupakan bagi balasan untuk Nash karena telah menghancurkan kaca mobilnya. Meskipun mobilnya sendiri telah ringsek total. Kaca mobil pecah, ban mobil bocor dan gundul, bemper depan dan belakang hancur, dan penyok ada di mana-mana. Hebat sekali.

“Jangan buang waktu, sekarang kita masuk saja.” Kata Hamdi.

Mereka berlimabelas memasuki gedung 30 Rockefeller dengan santai. Yang masih bertengger dengan rapi dan indah di tengah gedung-gedung yang telah hancur lebur dan pecah. Juga di tengah kegelapan pesawat para alien. Melupakan bahwa sebuah gedung, mobil, dan skateboard hancur karena mereka.

***

Thank you for all, yang sudah membaca cerita ini sampai sini. Maaf kalau terlalu lambat update, karena sekarang lagi banyak tugas sekolah :P

Sekali lagi, thank you and don’t forget to vote! :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro