New Year?
Pagi itu seorang gadis berpakaian rapi khas minimarket tempatnya bekerja sedang asyik mengepel lantai tepat didepan toko. Senyum mengembang dibibirnya yang menyanyikan lagu galau dengan aura animasi budeg 'Dorag'
Ia menyanyi dengan Cerah ceria cenang seperti senyum dari manager toko berambut merahnya yang selalu salah input data. Semua karyawan sebenarnya heran, mengapa manager merah mereka ini bisa menjadi manager cabang kota Nanas Ijo ini.
Tak hanya salah input data, ia juga kadang salah melabeli harga. Beberapa pelanggan datang ke kasir sambil mengerutkan alisnya. Bertanya mengapa sekotak telur berisi 10 buah telur dilabeli harga 300.000 ribu.
Tak hanya itu, ketika stok barang datang dengan truk. Manager Nanase, panggilan yang diberikan para karyawan untuknya, ingin membantu memasukkan barang ke gudang.
Dan syukurlah berakhir memecahkan sekotak botol kecap tepat didepan pintu gudang.
Namun biasanya setiap sebulan sekali akan datang seorang lelaki berambut merah muda dengan aura mencekam, ia akan langsung menyeret manager merah mereka ke ruangan khusus staf. Dengan senyum lebar ia berpesan, "Jangan masuk, saya ada urusan dengan manager Nanase "
Dengan pesan pelan tapi dingin itu, seluruh karyawan mengangguk patuh. Hampir dua jam mereka berdua berada diruangan itu. Pintu dibuka perlahan dan keluarlah laki-laki berambut merah muda itu.
Senyum tipis ia lemparkan kepada para karyawan dengan memberikan sekantong plastik berisi empat kotak donat.
"Silahkan dinikmati. Maaf manager Nanase selalu merepotkan kalian " ujarnya kepada salah satu karyawan. Setelah berbasa-basi sebentar, ia akan pamit pergi. Tepat ketika pintu minimarket tertutup, Manager Nanase akan menyembulkan kepalanya dari ruang khusus staf dengan ekspresi horor.
"Mari manager, kita makan donat dari Mas Kujou! " ajak salah satu karyawan laki-laki.
Dengan perlahan, ia menghampiri kelima karyawan pimpinannya dengan wajah was-was. Mengambil satu donat, lalu mengigitnya perlahan.
"Ini tak diracun, kan? " tanyanya selalu setelah memakan satu buah donat.
Pertanyaan pelan dari manager Nanase akan dibalas tawa dari kelima karyawannya.
Gadis itu terkikik geli mengingat kilas peristiwa lucu beberapa hari itu. Tak terasa ia telah bekerja setahun di minimarket ini. Dengan semangat, ia tetap bergoyang sambil bernyanyi.
Aneh memang, kata kawannya ketika melihat kebiasaan gadis itu menyanyikan lagu galau dengan goyang mur dirapetinnya. Itu nama goyangan milik gadis itu ketika ditanya sedang apa.
"Kutak bisa menggapaimu~ Takkan pernah bisa~ " senandungnya sambil melangkah maju depan bersama tongkat pel yang dipegangnya.
"Mbak... "
Gadis itu tak mendengarkan panggilan yang baru saja terdengar. Tetap fokus mengepel maju mundur. Kebiasaan antara baik dan buruknya ya ini, selalu terlalu fokus mengerjakan sesuatu sampai ia tak menyadari kejadian disekitarnya.
"Walau sudah letih aku, tak mungkin lepas lagi~ "
Kembali ia memasukkan kepala pel ke ember disampingnya. Lalu mengulang gerakan maju mundur untuk membersihkan lantai yang kotor oleh air hujan.
"Mbak! "
Orang itu mengulang penggilannya kembali, berharap gadis yang dipanggilnya membalas panggilannya. Apakah gadis yang dipanggilnya merespon panggilannya? Tentu saja iya. Iya gak jawab maksudnya.
"Kau hanya mimpi bagiku~ Tak mungkin jadi nyata~ " kembali senandung syair keluar dari mulutnya.
Orang itu berjalan mendekat, agar panggilannya untuk gadis itu dapat terdengar. Ia menyimpitkan kedua matanya, menatap tepat ditelinga gadis yang masih bergerak maju mundur menatap lantai putih dibawahnya.
'Tak ada earphone... ' batinnya merasa kebingungan.
orang itu mengambil nafas dalam, mengumpulkan segala tenaga dalam dadanya.
"Dan segala rasa bu-"
"MBAK! "
Gadis itu melompat kebelakang dengan kedua mata melotot, menatap orang yang berdiri dihadapannya yang bernafas putus-putus.
Sip. Pas tiga kali. Kek pemanggilan lelembut buat ritual.
Gadis itu, (Fullname) membenarkan posisi berdirinya yang semula mengangkat sebelah kaki dengan tongkat pel yang ia angkat keatas setinggi-tinggi dengan kedua tangannya. Ia tertawa canggung sambil memasukkan tongkat pel kedalam ember disamping.
"Ada yang bisa dibantu, mas? " tanya (Name) pada pemuda berseragam minimarket saingan tempat kerjanya.
Pemuda itu berdehem, melirik (Name) dengan wajah malu-malu?
(Name) mengerutkan dahinya, melihat dirinya sendiri, mencari hal atau sesuatu yang ada di dirinya yang membuat pemuda dihadapannya tersipu. Ada Mbak, tingkah anda malu-maluin. Iya sama-sama terima beton.
"Ehem... Ada nomor, mbak? " tanya pemuda itu lirih. Ia bergerak tak nyaman dengan meremat genggaman tangannya. Wajahnya memerah tipis, dengan pandangan menjauhi tatapan (Name).
(Name) memiringkan kepala, merasa kebingungan.
"Maaf mas. Disini minimarket bukan konter pulsa " jawabnya dengan ramah.
Pemuda itu tersentak, ia semakin bergerak tak nyaman. Ia menunduk sambil terus meremas genggaman tangannya yang menggantung di depan badan.
(Name) berjalan mendekat, sambil mengulurkan tangan ingin menepuk pelan bahu pemuda berambut navy dihadapannya. (Name) tersentak, tangannya yang telulur dipegang erat oleh pemuda itu.
"Ma-mas?! " panik (Name).
Walau tingkahnya tak mencerminkan gadis lemah lembut dengan seribu tata krama, tapi (Name) tetap saja seorang gadis yang akan keselek ludah sendiri ketika tangan nistanya dipegang erat oleh seorang pemuda berparas diatas rata-rata.
Belum lagi fakta jika ia tak pernah bersinggungan dengan apa yang dinamakan 'Pacaran'
Selain karena ia belum tertarik dan satu faktor yang membuatnya belum pernah merasakan pacaran, yaitu laki-laki yang ingin mendekatinya mundur perlahan sebab tingkah laku ajaib seorang (Fullname).
'LALU INI APA?! INI ORANG MINTA NOMOR TELEPON APA TOGEL?! MANA TANGANKU DIPEGANG?! DIGEBUK PAKE GANGGANG PEL APA GIMANA?! ' teriak (Name) dalam hati. Ia merasakan dilema besar antara otak dan hatinya. Otaknya yang masih bisa berpikir rasional berkata lari saja kedalam dan minta tolong kepada kawannya untuk mengusir orang aneh didepannya, sedangkan hatinya berkata jangan.
Lumayan ada cogan mampir ke minimarket terus pegang tangannya. Ngenes banyak sarang laba-laba karena tak pernah digandeng oleh manusia berjenis kelamin laki-laki. Pernah dengan ayahnya, itu pun karena diseret pulang karena seharian ia mencari cacing didepan rumah kakeknya. Yang baca ingin tempeleng kepala (Fullname)? Sama yang sedang menulis cerita ini juga gemas ingin tempeleng kepalanya.
"I-itu mbak... Nomor telepon... " bisik pemuda itu. (Name) yang sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri segera kembali ke realita yang dihadapinya.
"Eh? Nomor togel? " beonya.
Pemuda yang semula malu-malu meong dengan kepala setengah tertunduk langsung mengangkat kepala dengan ekspresi bingung.
"Hah? " beonya yang merasakan otaknya berhenti bekerja sesaat.
(Name) memasang cengirannya dengan menggaruk belakang kepalanya dengan sebelah tangan.
"Maaf, mas. Kalau ingin cari hal seperti itu dirumah kosong atau ke dukun saja. Saya tak bisa membantu, mas! " ujar (Name) dengan lugas.
"..."
Pemuda berambut navy itu terbengong-bengong karena ucapan yang dilontarkan (Name).
"A-anu mbak! Maksudnya bukan–"
Pemuda itu kembali terbengong-bengong dengan ucapan yang terputus ditengah jalan karena seorang gadis dari dalam minimarket berjalan mendekati posisinya dan (Name). Sebelah tangan gadis itu menabok keras kepala (Name) dengan wajah datar. Yang ditabok berteriak kesakitan.
Pemuda itu menoleh ke gadis yang baru saja datang dengan wajah panik. "Gak papa, dek. Anak ini emang harus ditabok palanya biar rada bener. Suka loading lama, sih! " ujar gadis itu dengan tenang.
"Adeknya nanti balik lagi jam 7 malam, ya! Jemput si (Name) nanti, gak papa, kan? "
Pemuda berambut navy itu hanya mengangguk patuh, ia berjalan mendekati (Name) yang berjongkok sambil memegangi kepalanya yang terasa berputar.
Pemuda itu mengelus perlahan kepala (Name) yang membuat gadis itu refleks mendongak.
"Tunggu saya jam 7 malam ini, ya? Kita habiskan malam tahun baru nanti bersama " pinta pemuda itu sambil tersenyum tipis.
(Name) menutup mulutnya dengan sebelah tangan.
'YA GUSTI! NUNGGU SAMPE JAM 12 TERUS LANJUT DIAJAK NGEPET PUN SAYA MAU KOK! ' teriak (Name) dalam hati dengan ngaconya.
Namun teriakan nista itu tak bocor ke mulutnya. Gadis itu mengangguk patuh dengan tangan tetap menutup mulutnya. Pemuda itu semakin melebarkan senyumnya, terlihat matanya memancarkan emosi bahagia dan pipi yang mulai bersemu merah muda.
"Saya pamit dulu. Permisi " ucap pemuda itu kepada kedua orang didepannya.
"Yap! Hati-hati, ya! " balas kawan (Name) dengan senyum tipisnya.
Ketika pemuda itu sudah hilang dari pandangan mata, kawan (Name) berbalik menatap (Name) yang membuka tutup mulutnya bak kulkas yang baru saja diisi es krim dan terus dibuka tutup oleh anak kecil.
"Dasar gak peka "
"SALAHKU APA, MBAK?! KOK AKU DITABOK?! "
"Mbak gak tahan sama jawabanmu. Malu-maluin. "
"KOK GITU?! "
'•'
"Sana pulang. Gedeg mbak liat wajahmu" ujar kawan (Name) sambil memberi label harga. (Name) mengucutkan bibirnya sambil membawa tas kecil ditangannya.
"Iya! Iya! Ini juga mau pulang! " balas (Name) dengan bersunggut-sunggut.
"Met kencan, Mbak (Name)! " teriak karyawan laki-laki yang baru saja datang dari ruang staf.
(Name) hanya melototkan kedua bola matanya mendengar ucapan kawannya itu.
"Permisi... Mbak (Name) nya ada? "
Seluruh manusia didalam minimarket itu menoleh kearah pintu masuk minimarket yang terbuka sedikit dan menunjukkan seorang pemuda tinggi dan berjaket kelabu dengan rambut navy.
"Oalah! Mas-mas yang mau pedekate sama Dek (Name), kan?! " teriak Manager Nanase yang tiba-tiba muncul disamping (Name).
Wajah yang semula terlihat datar menjadi merah padam. Pemuda itu hanya manggut-manggut tanpa berkata. (Name) menepuk-nepuk kepalanya sendiri. Meruntuki mulut njeplak Manager Nanase.
"Bi-bisa keluar sekarang, mbak? " tanya pemuda itu.
(Name) mengangguk, ia menoleh ke kawan-kawannya dan juga Manager Nanase.
"Pu-pulang dulu... " bisiknya lirih sambil menggenggam tali tas kecilnya.
Yang dipamiti hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya.
Pemuda itu tetap berdiri ditengah pintu sambil membuka lebar pintu itu dengan sebelah tangannya.
"Silahkan, mbak (Name) " bisiknya lirih kepada (Name).
"IH! GENTLEMAN! MASNYA GENTLE–"
Sekali lagi wajah tampan itu merah padam. (Name) menjedotkan jidatnya pada pintu yang dilewatinya.
Manager Nanase, pelaku meneriakan dibungkam mulutnya oleh gadis teman (Name) yang melabeli harga.
"AYOK MAS! " teriak (Name) yang sudah frustasi sambil menarik pemuda berjaket kelabu itu.
Yang ditarik anteng berjalan mengikuti arah tarikan (Name).
"Mbak (Name) tidak pakai jaket? " tanya pemuda.
(Name) menoleh ke belakang lalu tersenyum lebar.
"Tidak. Lagipula udara malam itu menyenangkan bagiku! " jawab (Name).
"Tidak boleh "
Ucapan lirih dari pemuda dibelakangnya membuat (Name) memiringkan kepalanya.
Pemuda itu mengerutkan dahinya, dilepaskan jaket kelabunya dan dipakaikannya jaket miliknya ke tubuh (Name).
"Silahkan dipakai mbak... Dingin malam ini... " pinta Iori sambil membenarkan posisi jaket kelabunya ditubuh (Name). Pemuda itu menggaruk tengkuk canggung sambil mengalihkan pandangannya. Semburat merah muda terlihat disebelah pipinya.
"Ma-makasih mas Iori... " bisik (Name) yang membuat pemuda itu semakin salah tingkah.
(Name) meremas jaket yang dipakainya dengan perasaan meletup-letup. Senyum lebar tak dapat ia tahan.
'YA GUSTI! UDAHLAH ANGET, WANGI LAGI!! ASDFGAHSGH!!! ' teriak (Name) yang mulai menggila dalam batinnya.
Bola matanya melirik pemuda disampingnya yang bertingkah malu-malu meong. (Name) menepuk-nepuk dahinya sendiri untuk menyalurkan rasa gemasnya.
Tak sengaja ia melirik warung kopi disamping jalan yang ia lewati bersama Iori berada sedikit lebih depan letaknya. Ide mampir dikepala (Name) yang sendari tadi hanya berisi teriakan nista tak bermutu. Segera gadis mungil yang tenggelam dalam jaket kelabu itu berlari mendekati warung kopi itu.
Iori mendelik dengan wajah terkejut melihat (Name) yang tiba-tiba berlari menuju warung kopi itu. Pemuda itu segera mengejar (Name) yang larinya tak ada bedanya dengan maling mangga tetangga.
"Pak lik! Kopi gud dei satu, ya! " teriak (Name).
Pria berambut navy panjang yang diikat rapi itu tersenyum sambil mengangkat jempolnya.
"Sip! Minum disini atau dimasukin cup? " tanya pria itu sambil memotong sebungkus pesanan kopi (Name).
"Masukin di cup, Pak lik!" pinta (Name) sambil tersenyum lebar.
Seorang pria yang duduk disamping (Name) berdiri membuka suara.
"Ban. Kopi hitam satu sama gorengan tadi dua. Berapa? "
Pria yang dipanggil Ban itu menoleh kearah pelanggan sekaligus kawan dekatnya.
"Semuanya lima ribu, Yuki " sahutnya sambil menyeduh kopi pesanan (Name).
Pria itu hanya mengangguk lalu meletakkan uang lima ribuan diatas meja. Pria itu mengganguk kepada (Name) yang dibalas senyuman tipis dari gadis berjaket kelabu itu.
"Mbak (Name)?! " jerit Iori tertahan saat sampai disamping (Name).
Pemuda itu bernapas putus-putus sambil mengerutkan dahinya.
(Name) hanya memasang cengiran dengan jari telunjuk dan jari tengah terangkat.
Iori mengusap wajahnya. Merasa khawatir dengan tingkah ajaib (Name). Pemuda itu kembali mengerutkan dahinya kala merasakan tatapan beberapa lelaki menyorot penuh minat pada (Name).
Iori berdecih perlahan, lalu dipindahkan tubuh (Name) agar berdiri disamping kanan tubuh tingginya.
(Name) menatap penuh tanya Iori yang tiba-tiba memindahkan posisi berdirinya. Namun gadis itu tak ambil pusing, diambilnya kantong plastik diahadapannya dan mulailah gadis itu memilih gorengan hangat yang terlihat enak dimapan depannya.
(Name) bersenandung pelan dengan tangan bergerak memilih gorengan. Iori tersenyum simpul menatap tingkah (Name) yang begitu imut dimatanya. Biasa sudah bucin. (Name) mau kayang dipinggir jalan mungkin dikata imut juga dengan Iori.
Pandangannya kembali menuju beberapa lelaki yang masih mencoba menatap (Name) walau gadis itu sudah berdiri disamping kanannya.
Pemuda itu memicingkan matanya dengan wajah begitu dingin, menguarkan aura tak mengenakkan yang sukses membuat beberapa lelaki itu bergerak tak nyaman dan sibuk dengan urusannya sendiri.
Iori masih menatap mereka bak mangsa yang mengunci targetnya, tangannya terlibat didepan dada dengan masih menguarkan aura tak mengenakkan.
"Mas Iori! Ayo! " tegur (Name) dengan tangan tergenggam cup kopi dan sekantong penuh gorengan.
"Ah... Iya... " jawab Iori pelan, tangannya berada dibahu (Name). Merangkul posesif dengan mata tetap memicing menuju beberapa lelaki yang sudah berkeringat dingin.
'•'
"Oh ya! Ini kopimu, Mas Iori! " ujar (Name) sambil memberikan cup kopi kearah Iori. Pemuda itu menerima kopi pemberian (Name) dengan kedua tangannya.
"Terima kasih. Tapi mengapa? " tanya Iori.
(Name) tersenyum tipis dan menarik tangan Iori untuk duduk dikursi taman yang dimasuki mereka. Banyak pasangan muda-mudi yang memenuhi taman itu, untunglah masih ada kursi untuk tempat mereka menghabiskan malam akhir tahun.
"Soalnya Mas Iori sudah memberikan jaketnya, aku tak mau hangat sendiri. Jadi aku belikan kopi untuk Mas Iori, deh. Ehehe... "
Iori menutup wajahnya dengan badan bergetar pelan, merasa tak kuat dengan perhatian kecil dari gadis yang ada didepannya.
"Mas Iori. Ulurkan tanganmu! " perintah (Name).
Dengan patuh Iori mengulurkan tangannya.
Dikeluarkan bolpoint dari saku
"Ini nomorku, Mas Iori. Jika mas Iori mau, bisa hubungi aku kapanpun! "
Iori menatap tangannya yang sudah tercorat-coret beberapa susunan angka yang membentuk nomor telepon yang diinginkannya.
Pemuda berponi belah tengah itu tersenyum simpul sambil mengelus perlahan coretan angka ditelapak tangannya.
"Mbak (Name)... " panggilnya.
(Name) yang tengah menggigit sebuah bakwan berdeham. Menyahuti panggilan Iori. Tatapan matanya menatap Iori yang masih mengelus perlahan telajak tangannya. Pemuda itu mengangkat kepalanya dengan tetap memasang senyum simpul.
"Bolehkah aku menghubungimu sebagai seorang kekasihmu? "
"New year?"
Fin
______________________________________
Selamat tahun baru~
Enthor ucapkan terima kasih untuk setahun hebatnya!
Terima kasih juga untuk zzlf06
Yang sudah menyumbangkan ide UwUnya :"))
Anggap aja semacam hadiah tahun baru ehe~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro