Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 27

New Story

###

Part 27

###

Guys, komen yang ga dibalas bukan berarti ga dibaca ya. Terima kasih untuk kalian yang udah sempet-sempeti komen atau vote cerita. Author seneng banget dan sangat terhibur bacain komen kalian.

###

Reynara terisak, meringkuk dengan kedua tangan memeluk kedua lututnya di balik selimut. Tubuhnya remuk, hatinya dunianya hancur, dan sprei yang berantakan di sekitarnya menjadi saksi bisu atas hilangnya kesucian yang selama ini ia pertahankan. Arga telah merenggutnya, dengan sangat kejam dan tanpa belas kasihan. Arga memperkosanya.

Tubuhnya menegang ketika mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Seumur hidup, ia belum pernah merasakan bagaimana rasanya ketakutan. Tidak pernah hingga di detik Arga merenggut mahkotanya. Ia merasa marah karena pria itu mengenalkannya rasa takut. Ketakutan hanya akan membuatnya menjadi lemah, dan ia benci menjadi lemah.

Pria itu mengatakan tak berselera menidurinya dengan pikirannya yang dipenuh Saga. tetapi, lihatlah. "Kau menjilat ludahmu sendiri," geram Reynara penuh kebencian.

"Well, saat kita bersetubuh, otakmu hanya dipenuhi kemarahan yang kautujukan padaku, bukan Saga." Arga melempar handuk yang ia gunakan untuk mengeringkan rambut ke lantai. Menatap punggung yang masih bergetar di balik selimut dengan tatapan dinginnya. Lalu melangkah keluar.

Tepat ketika ia menutup pintu di belakangnya, pintu di sebelahnya juga terbuka dan memunculkan sosok kakaknya. Dengan rambut sama basah dan pakaian baru sepertinya. Seks di siang hari cukup menyenangkan juga, batinnya dalam hati.

Saga mengamati Arga selama beberapa saat. Pria itu mendekat dan tiba-tiba mernggumamkan pertanyaan yang terlalu cepat. "Apa anak yang berdarah Ganuo dan Cheng akan bagus untuk bisnis kita?"

"Kenapa kau bertanya?" Saga melirik pintu kamar Arga. Lalu menatap wajah Arga yang hanya muncul setelah mendapatkan kepuasan setelah seks yang hebat.

Arga menggeleng. "Hanya pemikiran yang melintas di kepala saja."

"Itu tujuan sebuah pernikahan disepakati."

Arga mengangguk-angguk. Lalu teringat sesuatu. "Aku butuh akses cctv di kamarku. Ada yang perlu kulihat."

Kerutan di alis Saga semakin dalam. Setiap kamar di rumah ini memang memiliki dua macam cctv di setiap sudutnya, dan salah satunya butuh akses khusus yang hanya Saga miliki. Saat cctv yang lain dinonaktifkan oleh pengawalnya, cctv khusus itu akan secara otomatis merekam. Dan hanya dia yang memiliki akses khusus tersebut. Saga mengangguk singkat pada Arga. "Sepertinya kau melakukan pekerjaanmu dengan baik," gumamnya singkat.

****

Dirga? Nama itu sekali lagi membayang di atas kepala Sesil. Apa pria itu masih memikirkan dirinya? Apa pria itu masih akan menerima dirinya yang sudah dihancurkan oleh Saga?

Sesil menggoyang kepala. Dirga pasti sudah menemukan seseorang sebagai ganti dirinya. Pria itu tampan, kaya, dan memiliki hati yang tulus. Tentu tak akan sulit menemukan wanita yang lebih layak dari dirinya.

Sesil mendesah, menatap pantulan wajahnya di cermin. Menemukan tanda merah yang memenuhi hampir seluruh kulit di lehernya. Tangannya turun ke bawah, menarik turun kerah kemeja milik Saga yang ia kenakan. Semakin banyak dan di seluruh dadanya. Jemarinya mengusap tanda merah itu dengan lembut. Tersipu, mengingat sentuhan dan belaian Saga yang lebih lembut, lebih berhati-hati, dan lebih memuja dari sebelumnya. Menciptakan kembali gelenyar-gelenyar yang merambati jemari di kaki dan memenuhi seluruh tubuhnya. Senyum muncul, melengkung begitu jelas di bibirnya. Ia tahu dirinya gila, tapi ia memang sudah terlibat terlalu jauh dalam permainan Saga. Dan merasa semakin jauh meninggalkan Dirga. Terlalu jauh.

Sesil keluar sepuluh menit kemudian. Bersamaan pintu di sebelah kirinya terbuka dan Reynara keluar dari sana. Sesil terheran, mengingatkan diri bahwa bukan urusannya di mana pun wanita itu berada.

Pandangan mereka bertabrakan, dua detik mereka saling menatap. Tatapan membunuh yang dilemparkan Reynara membuatnya menggenggam handle pintu lebih erat. Wanita itu seperti siap akan menerkamnya hidup-hidup. Sesil hampir mati menahan napas ketika Reynara berjalan melewatinya dengan rambutnya yang berantakan. Pandangan wanita itu juga semakin tajam melihat rambutnya. Kenapa? Ia merasa sudah menyisir rambutnya dengan rapi seperti yang selalu Saga perintahkan. Meski sedikit basah, karena ia terlalu terburu mengeringkannya melihat jam di dinding yang sudah menunjukkan jadwal makan siang. Sesil terengah setelah Reynara benar-benar sudah menutup pintu kamarnya. Sesil bergegas berlari menuju arah tangga dan turun secepat langkah kakinya bisa.

"Aawww," Sesil hampir terjungkang ke belakang jika bukan karena lengan kekar yang menahan lengannya.

"Ada apa?" Alec memastikan Sesil bisa berdiri tegak dengan kedua kakinya.

Sesil menggeleng. "Aku ingin ke ruang makan."

Alec berdecak mengejek. "Setiap kita bertemu, kenapa selalu dapur yang menjadi tujuanmu."

"Hanya itu yang membuatku tetep waras tinggal di rumah ini."

Alec terbahak. "Kau benar-benar menggemaskan, Sesil."

"Pergilah, Alec!" gertakan dari arah belakang Alec membuat keduanya menoleh.

"Aku yakin anak kalian laki-laki," celetuk Alec mengabaikan kekesalan Saga.

"Itu bagus," simpul Saga.

"Itu bencana," desis Sesil tak terima.

Mulut Alec terbungkam rapat. Tak ada siapa pun yang cukup bodoh dan berani berbicara selancang itu pada Saga.

"Satu orang seperti Saga saja sudah cukup menyusahkan, kau bisa bayangkan akan seperti apa hidupku dengan orang semacam dia lagi." Sesil berbalik dan melenggang pergi. Meninggalkan dua pria itu dalam kebekuan.

Alec tak berani memutar kepala. Tatapan membunuh Saga sudah terasa begitu menusuk sisi kepalanya. Setiap detik berlalu dengan sangat menegangkan, menunggu kemurkaan Saga meluap. Namun, kekehan ringan yang ditangkap telinganya seketika membuat Alec menoleh. "Kau tertawa?" tanyanya tak percaya.

"Kenapa?" Saga mulai melangkah melewati Alec. "Biasanya aku hanya perlu melumat mulutnya untuk membungkamnya. Tapi aku tak suka jadi tontonanmu."

Alec membelalak semakin lebar. Lalu menyentuh tengkuknya, membayangkan Saga mencumbu Sesil membuatnya tak nyaman. Saga sudah menikah dan Arga akan segera menyusul. Sialan! Membuat tubuhnya menegang membutuhkan belaian. Sepertinya ia butuh wanita menghangatkan ranjangnya malam ini

***

"Acara pernikahan?" Sesil meletakkan kembali sendoknya ke piring. Matanya melebar tak percaya pada Arga.

Arga mengangkat bahunya dengan acuh.

"Dengan wanita itu?" Sesil menunjuk ke arah atas.

Sekali lagi Arga mengangkat bahu, sambil menyuapkan nasi ke mulut.

"Kenapa kau menikah dengan Reynara?"

"Pertanyaan macam apa itu, Kakak Ipar?"

"Apa kalian memang terbiasa berbagi wanita?"

Arga menoleh pada kakaknya penuh tanya.

"Semalam Saga tidur dengan wanita itu, dan tadi aku melihat wanita itu keluar dari kamarmu." Jika Saga meniduri wanita yang akan dinikahi adiknya. Apakah pria itu juga akan membiarkan Arga menidurinya? Sesil menatap ngeri pada kedua kakak beradik itu secara bergantian. Selain tak punya hati, apa semua orang di rumah ini juga telah kehilangan kewarasannya?

"Apa terlalu sering dibohongi, membuatmu putus asa dan memutuskan memercayai setiap kata dari mulut siapa pun, Sesil?"

Sesil membanting sendok dan garpunya dengan kesal. "Reynara yang mengatakannya sendiri."

"Aku tidak tidur dengannya."

"Kebanyakan pria memang tak pernah mengakui."

"Lalu, kenapa kau tak menolakku meski tahu aku baru saja tidur dengan wanita lain?"

Seketika wajah Sesil merah padam. Malu bukan main.

"Tenanglah, Sesil." Arga mengambil alih perdebatan rumah tangga kakaknya. "Reynara memang menyukai Saga, tapi mereka tidak pernah tidur bersama. Percaya padaku."

Sesil tak berkomentar. Mereka berdua pasti bersekongkol untuk membodohinya. Reynara memang terlihat menjengkelkan, tapi setidaknya ucapan wanita lebih bisa dipercaya.

"Aku pria pertama yang mendapatkan keperawanan Nara. Beberapa saat yang lalu," aku Arga dengan gamblang.

"Apa kalian juga membicarakan masalah ranjang di meja makan?" Alec mendesah dengan keras begitu menginjakkan kaki di ruang makan tersebut. Mereka semua benar-benar membuatnya kesal. Memilih untuk makan di salah satu restoran favoritnya.

"Sama seperti kau yang hanya bisa memandang Dirga, Nara juga hanya bisa memandang Saga dari kejauhan. Tanpa bisa menyentuh karena kau adalah milik Saga dan Nara milikku. Kami tak akan menyentuh apa yang bukan milik kami. Begitu pun dengan kalian. Jadi, hilangkan pikiran konyolmu itu dari kepalamu, Sesil."

***

Arga melempar beberapa lembar foto di meja. "Bagaimana pendapatmu jika foto itu tersebar di media sosial. Meski ayahmu akan sanggup menghentikan skandal itu, tapi ia tak akan mampu menutup mata semua orang yang mengenali wajahmu."

Reynara meremas lembaran foto itu dalam satu genggaman. Lembaran paling atas cukup mewakili yang lainnya. Foto dirinya dan Arga yang telanjang di ranjang. Ia tak butuh melihat lembaran lainnya yang tak akan jauh berbeda. Gambar yang sama hanya dengan berbagai macam sudut yang berbeda. Keluarga ini benar-benar memiliki obsesi berlebih yang berhubungan dengan cctv. Ia bersumpah akan angkat kaki dari rumah ini sebelum matahari terbit.

"Jadi, datang padaku dengan cara terhormat, atau aku akan menghancurkan seluruh duniamu? Pilihan ada di tanganmu." Arga menunjuk tiga lembar berkas yang ada di hadapan Reynara.

Reynara bersumpah akan membunuh pria kejam itu dengan tangannya sendiri.

"Dalam sekejap, reputasi dan keanggunan yang kaubanggakan itu akan lenyap. Kau tak akan berani keluar rumah tanpa menutup mata dan menundukkan wajahmu."

"Berengsek kau, Arga."

Arga terkekeh. Mendekatkan bolpoin di meja pada Reynara. "Terima kasih atas pujiannya, Nara."

Reynara melirik bolpoin itu. "Aku butuh menambahkan beberapa syarat untuk pernikahan ini."

"Katakan."

"Setelah pernikahan ini, aku ingin tempatku sendiri." Reynara tak akan sudi tinggal di rumah ini satu malam pun.

Arga diam sejenak. Mencerna syarat yang diajukan Reynara. "Bisa diatur."

"Aku ingin tinggal di rumahku sendiri."

"Suami istri yang tinggal terpisah hanya akan membuat gosip tak sedap beredar. Aku tak suka."

"Baiklah. Di mana pun. Kecuali rumah ini." Reynara mengutuk rumah ini.

***

Acara pernikahan itu sangat indah. Dengan konsep outdoor dan bunga-bunga sangat indah di mana pun mata mengarah. Para tamu mengenakan gaun dengan berbagai model namun dengan satu macam warna. Gaun pengantin berwarna putih yang dikenakan Reynara dan Arga tampak mencolok di antara warna biru muda para tamu.

Kemeriahan pesta ini hanya mengingatkan Sesil akan pernikahannya dengan Saga. Meski tak semeriah ini, tapi suasana pernikahan mereka saat itu sangat pribadi dan khusuk. Semua cerita hidupnya dimulai di sana. Saat ingatannya menghilang dan terpaksa harus membuka cerita baru. Sekarang, Sesil menyentuh perutnya yang masih rata, lalu menoleh menatap sisi wajah Saga. Ia terlalu terlena dengan cerita baru itu dan terlupakan pada apa pun yang tertinggal di lembaran lamanya.

Sesil berharap bisa melangkah mundur meski untuk satu langkah. Namun, niatnya selalu terhenti dengan keberadaan makhluk rapuh yang menyandarkan hidup di perutnya. Membutuhkan napas dari hidungnya dan membutuhkan makanan dari mulutnya. Sesil tak mampu menepis keberadaan makhluk mungil itu.

"Apa kauingin makan lagi?" Pertanyaan Saga memecah lamunan Sesil.

Sesil mengerjap, Arga dan Reynara telah menyelesaikan sumpahnya. Dan kini keduanya sedang menyambut ucapan selamat para tamu. "Aku ingin minum."

Saga menyodorkan segelas air putih miliknya karena gelas Sesil sudah kosong beberapa saat yang lalu. Ia harus memesan jus buah untuk Sesil, karena pesta ini hanya menyediakan minuman beralkohol selain air putih.

"Kenapa pernikahan mereka begitu mendadak? Apa Reynara hamil?" tanya Sesil setelah menandaskan gelas milik Saga. Ingin mencecap anggur milik Saga, tapi ia sedang hamil dan tahu Saga akan murka jika ia berani menginginkan.

"Tidak semua wanita bisa langsung hamil karena ditiduri, Sesil. Ini hanya pernikahan bisnis."

"Aku tak tahu pernikahan bisa terjadi karena sebuah bisnis dan balas dendam," sindir Sesil. "Atau hanya karena kalian bisa." Tanpa sengaja, tatapan Sesil terpaku. Menangkap sosok yang berdiri di antara para tamu. Ia terdiam, mata mereka saling mengunci. Seolah waktu berhenti memutari mereka berdua. Masa lalu menembus keduanya dan membawa mereka dalam kenangan yang mulai meredup. Kekecewaan dan kepedihan begitu jelas di manik Dirga. Sekaligus rasa bersalah di manik Sesil.

Saga mengikuti arah pandangan Sesil. Dadanya memanas dan kecemburuan membakar hatinya. Tangannya menyentuh dagu Sesil, membawa perhatian wanita itu kembali ke arahnya. Suaranya tajam dan dalam ketika mendesiskan ancamannya pada wanita itu, "Maka berhentilah menatap pria yang bukan milikmu, Sesil."

Sesil mengigit bibir dan menekannya. Rasa takut yang sudah mengakrab di dirinya masih juga muncul setiap Saga melemparkan ancaman.

"Karena aku juga bisa mematahkan kepalanya untukmu."

Sesil ingin berteriak dan mengatakan bahwa Saga tidak boleh melakukan hal seperti itu. Juga bahwa pria itu sendirilah yang telah merampas dirinya dari Saga. Sagalah yang menjadi pihak ketiga dalam hubungan mereka. Tetapi, sosok tak kasat mata yang ada di kepalanya mengejek dirinya dengan sinis.

'Kau pun mulai berpaling dari Dirga!'

"Kita pulang sekarang." Saga menarik pergelangan tangan Sesil. Membawa wanita itu membelah kerumunan para tamu dan meninggalkan pesta tanpa berpamit.

***

Thursday, 23 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro