Part 26
New Story
###
Part 26
###
Part sebelumnya kan tanya, Saga itu. Kalau di sini...
Sesil itu?
Komen dulu sebelum baca. Wajib!!!
😌😌😌
###
Sesil meletakkan gelas kosong yang sebelumnya berisi susu ibu hamil tepat ketika Saga berjalan masuk ke ruang makan. Bola matanya mengikuti pria itu dengan tatapan sinis. Saga sudah mengganti jubah mandinya dengan pakaian santai. Kaos hitam pendek dan celana selutut. Rambutnya yang masih basah sudah tersisir rapi ke belakang. Wajah pria itu terlihat segar. Lalu hidungnya yang mancung, matanya yang tajam, bibirnya yang tebal dan menggaris dingin. Apa orang brengsek memang bisa terlihat setampan dan sememukau itu? Hentikan Sesil! Tangan tak kasat mata memukul kepalanya keras-keras. Menyadarkannya untuk segera kembali ke akal sehatnya. Pria itu baru saja berselingkuh di depan matamu. Pujian hanya boleh dihadiahkan pada orang yang baik dan setia.
Sesil meletakkan lap di pangkuannya ke meja, merasa beruntung ia menghabiskan makannya di waktu yang tepat sehingga ia tak perlu berada di waktu dan tempat yang sama dengan Saga. Ia sudah berdiri ketika tangan Saga menahan pergelangan tangannya dan menariknya kembali duduk.
"Apa kau masih merajuk setelah menghabiskan makananku?" Seringai mengejek tersungging di bibi Saga ketika melirik piring Sesil yang sudah kosong. Sepertinya wanita itu telah menghabiskan sepiring penuh nasi goreng dan beberapa potong ayam.
"Apa kauingin aku membayar makanan anakmu juga?" sinis Sesil mengempaskan tangan Saga dari kulitnya. Sepertinya piring kosong di hadapannya tak cukup untuk menuntaskan kekesalannya pada Saga. Tetapi, mungkin sakit hatinya berkurang setengah jika ia melemparkan piring itu ke wajah Saga. Pria seperti Saga tidak boleh memiliki wajah sesempurna itu.
Saga terkekeh, menempelkan punggungnya di punggung kursi tanpa melepaskan pandangan matanya dari Sesil. Seorang pelayan meletakkan segelas jus jeruk, air putih, dan omelet beserta sayur-sayuran hijau di sekelilingnya. "Kenapa kau merajuk, Sesil?"
Sesil diam sesaat sebelum menyangkal tuduhan Saga dengan keras. "Aku tidak merajuk. Kau yang merajuk, kan?"
Setelah pelayan menjauh, Saga mengangkat kedua tangannya ke meja. Menopang dagunya di kedua tangannya yang terpaut dan menggeleng. "Aku hanya muak, Sesil."
Sesil terpaku. Tatapan Saga tak hanya memaku pandangannya, melainkan seluruh tubuhnya. Sesil menelan ludah dan tak berani berpaling ke arah mana pun meski dia ingin. Muak, kata itu sekali lagi membuatnya tak berkutik dan menegang.
Ketegangan itu dipecahkan oleh suara langkah kaki yang mendekat. Beruntung Sesil punya alasan untuk memutus kontak mata itu dan merasa lehernya sangat pegal hanya karena tak bergerak selama beberapa saat.
"Pagi!' seru Reynara dengan senyum lebar dan suasana hati yang dipaksakan secerah mungkin. Menarik kursi di seberang Sesil yang juga di samping Saga lalu memesan salad dan jus pada pelayan yang datang menghampiri.
Reynara mengerutkan kening menatap gelas kosong dengan sisa-sisa cairan putih yang ada di hadapan Sesil. 'Apa Sesil masih dalam masa pertumbuhan hingga membutuhkan susu untuk tambahan gizinya?' dengus Reynara dalam hati. Lalu tatapannya beralih pada piring Sesil yang sudah kosong, sedangkan piring Saga masih utuh. Hatinya tersenyum, sekali lagi memiliki kesempatan untuk berduaan kembali dengan Saga. Tanpa Alec.
Sesil mengangkat tubuhnya berdiri dengan kedatangan Reynara. Bahkan pantatnya masih menempel di kursi ketika kata-kata tegas Saga membuatnya membatalkan niat. "Diam di tempatmu, Sesil!"
Sesil mematung, begitupun Reynara, tapi dengan alasan yang berbeda. Sesil oleh rasa takut akan ancaman di mata Saga, sedangkan Reynara oleh keheranan dan rasa tak percayanya.
Kekesalannya pada Sesil semakin hari semakin menumpuk. Sepertinya ia terlalu meremehkan keberadaan wanita itu di sekitar Saga. Saga selalu berusaha mengusir keberadannya. Menjauh dengan kedekatan yang ia usahakan. Tetapi dengan Sesil, pria itu malah ...
"Dia sudah menyelesaikan sarapan pagi." Reynara tak bisa menahan tatapan sinisnya pada Sesil.
Kekehan mengejek Saga ditujukan pada Reynara. Kedua tangan pria itu turun dan mulai menyuapkan sepotong omelet ke dalam mulutnya. "Apa aku tidak boleh mengatur orang-orang di rumahku sendiri, Reynara?"
Reynara menelan protesnya. Pelayan datang membawa pesanannya dan meletakkan di mejanya. Lalu, tatapannya kembali pada Sesil. Berpikir tatapan tajamnya mampu menyingkirkan wanita itu dari meja ini.
Sesil mengabaikan usiran halus di mata Reynara. Sayangnya, ia lebih takut kemuakkan Saga ketimbang ancaman yang dilemparkan Reynara lewat mata wanita itu. Saga lebih mengerikan ketimbang kelicikan yang begitu kentara di wajah Reynara. Jadi ia membuang mukanya dari Reynara, menatap piring Saga yang masih berisi omelet. Perut sialan! Ia baru saja menghabiskan sepiring nasi goreng penuh sayur mayur, ayam goreng beberapa potong, dan segelas susu. Bagaimana air liurnya kembali jatuh melihat kelembutan omelet itu ketika Saga menyendoknya.
"Apa kau ingin menambah lagi?" tanya Saga di antara keheningan. Membuat Sesil mendongak dan menggeleng dengan keras. Tetapi Saga menginteruksi pada pelayan di belakangnya membawakan menu yang sama untuk Sesil. Selera makan wanita itu naik drastis, selama kokinya memastikan hanya makanan sehat yang masuk ke mulut Sesil, ia tak akan mengkhawatirkan kesehatan janin dalam kandungan wanita itu. Semua kebutuhan gizi wanita itu berada di tangan yang tepat.
Reynara mendengus sinis dengan sikap Saga Tak henti-hentinya membandingkan perbedaan sikap Saga terhadap dirinya dan Sesil. Bahkan pria itu menyodorkan sendiri piring yang diberikan pelayan untuk Sesil.
"Habiskan," ucap Saga.
Sesil menunduk. Piring kosong di hadapannya sudah dibawa pergi oleh pelayan dan digantikan piring baru dengan omelet yang masih mengepulkan asap. Entah kenapa omelet itu tampak tak semenarik milik Saga.
Mata Sesil berpindah ke piring Saga. Menatap omelet yang tinggal setengah. Lalu dengan cepat, ia menyodorkan kembali piring miliknya dan menukarnya dengan milik Saga. "Itu terlalu banyak. Aku akan memakan yang ini." Sesil menyendok omelet sisa milik Saga dan segera menyuapkan ke mulutnya. Tak memberikan pilihan bagi Saga selain bertukar piring.
Reynara membelalak tak percaya akan sikap kurang ajar Sesil. Beraninya wanita itu melakukan hal memalukan seperti ini. Dan Saga, pria itu hanya membiarkan begitu saja sikap kurang ajar Sesil. Membuat genggaman tangan Reynara pada sendok di tangannya semakin mengetat. Sendok itu, sendok yang digunakan Saga untuk menyuapkan makanan ke mulut. Dan sekarang, bekas sendok itu digunakan dan masuk ke mulut Sesil.
Sesil menandaskan isi piring itu lebih cepat dari yang ia perkirakan. Rasanya yang meleleh di lidah dan memenuhi setiap rongga mulutnya dengan kenikmatan, membuatnya tak henti-hentinya melanjutkan ke suapan berikutnya. Tetapi, ia tak akan mempermalukan diri untuk kedua kali pada Saga. Ia harus segera pergi dari ruang makan ini. Menunggu makan siang sambil menghabiskan waktu dengan membaca. Koki di rumah ini benar-benar lihai memanjakan lidahnya.
"Kau memiliki selera makan yang cukup besar, ya?" tanya Reynara dengan nada mengejek ketika Sesil meletakkan sendok dan garpunya di piring yang sudah kosong.
Sesil menangkap kata 'rakus' di wajah Reynara yang diperuntukkan dirinya. Ia tak membantah, selera makannya memang naik karena anak Saga. Bukan salahnya. "Ya, aku terbiasa menanggung rasa lapar di kehidupanku yang sebelumnya."
Gerakan tangan Reynara terhenti sejenak. "Jadi, kau di sini untuk menghentikan penderitaanmu?"
Sesil menggeleng. Melirik sekali ke arah Saga sebelum menjawab, "Aku di sini untuk membayar hutang yang bukan milikku."
"Hutangnya Dirga?" duga Reynara dengan seringai tipisnya.
Sesil terkesiap. Lalu melirik ke arah Saga yang tampaknya sama sekali tak bergeming dengan pembicaraannya dan Reynara. Sibuk dengan omelet yang hampir habis. Apa Reynara juga tahu asal usul keberadaannya di rumah ini? Tentang hubungannya dengan Dirga?
Reynara melirik ke arah Saga. Menyeringai licik ketika ide itu muncul. Ia meletakkan sendok dan garpunya ke meja. Menopangkan dagunya dan bertanya pada Sesil dengan ketertarikan yang semakin meningkat.
"Apa resep hubungan kalian yang bertahan cukup lama dengan status kalian yang jauh berbeda? Dirga terlihat bukan tipe pria yang sanggup bertahan dengan satu wanita. Hanya saja, gosip yang beredar mematahkan opini publik dalam sekejap. Apakah kaupunya sesuatu semacam siasat atau cara tertentu untuk mengendalikan seorang pria? Aku penasaran."
Sesil menggeleng sekali. Tak memperhatikan gerakan tangan Saga yang sempat terhenti dengan pengalihan topik dari Reynara. "Tidak. Kami hanya saling mendukung. Dan kami tidak pernah saling memohon untuk mencintai."
"Waauuwww. Manis sekali." Seringai Reynara lebih tinggi ketika menangkap kebekuan yang sempat memengaruhi Saga.
"Tapi, sayangnya hal itu tak cukup mempertahankan hubungan kalian, kan?" sela Saga mulai mengikuti obrolan mereka.
Kepuasan itu lenyap, Reynara merasa kesal bukan main. Tadinya dia berpikir perbincangan ini akan membuat Saga semakin membenci Sesil. Tetapi, pria itu malah bersikap seolah tak terpengaruh dan malah semakin tertarik dengan obrolan mereka.
Sesil menatap jengkel ke arah Saga. Memangnya tahu apa Saga soal cinta? Pria itu tak punya hati nurani. Kalaupun punya, pasti sudah digadaikan pada iblis.
Seringai Saga semakin tinggi. "Dalam sebuah hubungan harus ada gairah yang membara. Kehangatan ranjang kunci nomor satu keberhasilan sebuah hubungan."
"Itu pemikiranmu."
"Semua pria memikirkan hal yang sama. Mungkin saja Dirga menyalurkan gairahnya di tempat lain."
Wajah Sesil memerah. "Tahu apa kau tentang Dirga?!"
"Hanya sedikit yang sudah kau ketahui dan banyak hal yang kami miliki bersama di belakangmu."
"Dirga bukan orang seperti itu!" semburan Sesil menyanggah fitnah yang dilontarkan Saga pada Dirga. Dirga bukan pria seperti itu. Max mengkonfirmasi hal itu padanya. Itulah sebabnya banyak gosip beredar tentang dirinya dan Dirga.
"Apa kautahu apa yang dilakukan Dirga saat tidak bersamamu? Kau bahkan memercayai bualannya tentang pekerjaan Dirga yang sesungguhnya."
Keraguan mulai muncul. Dirga, Max, Alec, dan Saga. Mereka semua pernah mengatakan kebohongan padanya. Membuat Sesil bingung kata-kata yang mana dan siap yang harus ia percaya. Sesil mendorong piring dan gelas yang ada di hadapannya ke arah Saga. Tiba-tiba merasa kesal pada Dirga, pada kata-kata Saga, dan pada dirinya sendiri. Ketololannyalah yang membuatnya berada dalam situasi seperti ini. Terjebak dalam sebuah pernikahan dan kehamilan karena tipuan Saga. "Dan kaulah pembohong terbesar di antara mereka!" maki Sesil. Mendorong kursi di belakangnya dan berdiri. Lalu berlalu meninggalkan ruang makan dengan derai air mata.
"Kau membual terlalu banyak, Saga." Reynara mengerutkan kening dengan rasa ingin tahu akan sikap Saga yang seperti ini pada Sesil. Pria itu seolah menjelek-jelekkan Dirga dengan tujuan menghancurkan hubungan apa pun yang masih tersisa di antara Dirga dan Sesil. "Dirga tidak pernah melakukan hal semacam itu."
Saga mendengus, melanjutkan menyuapkan potong terakhir omeletnya ke dalam mulut. "Kau pun tak tahu apa yang sudah kulakukan untuk menghancurkan kisah cinta yang kalian agung-agungkan itu, kan?"
Reynara berkedip. Ingin tahu tapi tak akan bertanya. Jawaban Saga tak akan seperti yang ia harapkan. Atau jawaban Saga akan membuatnya semakin murka.
"Tidak ada lagi yang tersisa di antara mereka. Sedikit pun." Saga menambahkan. Lalu mengusap bibirnya dengan lap dan meninggalkan Reynara terdiam bertanya-tanya dalam kepala.
***
Sesil mendengar pintu terbuka, langkah kaki yang mendekat membuat Sesil segera menutup pintu kamar mandi dan berniat menguncinya.
"Jangan coba-coba mengunci kamar mandiku lagi, Sesil!" Suara ancaman Saga menghentikan tangan Sesil melayang di udara. Lalu pintu terayun membuka dan Saga masuk. Bersandar pada pinggiran pintu mengamati wajah Sesil yang memerah dan basah. "Apa kau menangis?"
"Bukan urusanmu!" Sesil menghentakkan kaki dan berjalan keluar kamar mandi. Salah satu tindakan bodoh, karena gerakannya malah membuat Saga menarik pinggang wanita itu dan menempelkan tubuh mereka.
"Lepaskan aku, Saga!" Sesil memegang lengan Saga yang melingkari pinggangnya. Tetapi, pria itu malah mengangkatnya hingga wajah keduanya berada sangat dekat dan kakinya melayang di udara. Sesil menyerah, membuang wajah ke samping dengan rona merah yang semakin memenuhi seluruh wajahnya. Berdekatan dengan Saga tak pernah membuatnya waras.
Saga terkekeh mengejek, "Kau memerah, apa aku membuatmu bergairah, Sesil?"
Sesil semakin menundukkan tatapannya. Belum pernah ia merasa semalu ini. "Setelah meniduri wanita lain, apa sekarang kau ingin bermain-main denganku?" sinis Sesil mendorong dada Saga agar wajah pria itu tak lebih dekat dari ini. Tindakan sia-sia dan kini tangannya bersandar di bahu Saga seolah ia membalas pelukan pria itu. Padahal ia hanya butuh topangan jika sewaktu-waktu Saga melepas pelukannya dan akan membuatnya tersungkur di lantai.
"Apa itu yang dikatakan Reynara?"
"Bertanya kembali tak membuat fakta itu tak benar-benar terjadi, Saga. Kau benar-benar menjijikkan."
"Apa kau cemburu?"
Mata Sesil berkedip dua kali, tergelegap oleh jawaban ya atau tidak yang hendak keluar secara acak. Keduanya jawaban yang akan membuatnya semakin terpojok.
"Aku hanya muak padamu, Sesil. Dan bukan berarti aku akan meniduri wanita lain hanya karena pertengkaran rumah tangga yang kecil ini."
"Aku tak peduli. Dan itu bukan urusanku. Itu urusan kalian berdua."
"Tentu saja kau harus peduli. Aku suamimu." Saga mengecup bibir Sesil sekilas.
Wajah Sesil serasa terbakar. Ditambah sentuhan singkat bibir Saga di bibirnya memberikan efek cukup besar di seluruh tubuhnya. Ia merasa tubuhnya semakin meleleh dan melebur menjadi satu di pelukan Saga.
Saga kembali terkekeh. "Aku suka tubuhmu yang sensitif. Apa aku sudah mengatakannya sebelumnya?"
Sesil menggeleng. "Itu bukan aku. Itu karena hormon kehamilan. Karena anakmu. Dan anakmu ada karena tindakan tak bertanggung jawabmu."
Saga membawa Sesil keluar dari kamar mandi. Membawa wanita itu ke kasur dan membaringkan tubuh Sesil di sana. Dengan tubuh hanya bertopang pada tangan kiri agar tak sepenuhnya menindih Sesil, tangan kanan Saga mulai membuka kancing-kancing di bagian depan dress Sesil. "Apa kau menuntut pertanggungjawaban atas kebutuhan biologismu yang dikarenakan anakku, Sesil?"
Sesil merasa perutnya melilit. Saga sudah setengah menelanjangi tubuh bagian depannya. Dan gelenyar familier muncul, menerjangnya habis-habisan tanpa sanggup ia tolak ketika Saga sepenuhnya menelanjangi tubuh dan memenuhi dirinya dengan pria itu.
***
"Kau benar-benar tak bisa dihentikan, ya?"
Kata-kata bernada mengejek Arga yang muncul dari arah samping menghentikan tatapan Reynara pada pintu kamar Saga. Setelah masuk ke dalam dan menyusul Sesil, pintu itu tak kunjung terbuka hingga cukup lama. Bahkan Reynara merasa telah berdiri menunggu di sana seharian penuh. Dengan ditemani ribuan pertanyaan sama yang menerornya dengan sangat kejam.
'Apa yang dilakukan Saga dan Sesil di dalam sana?'
Bukannya ia tak tahu jawabannya, hanya saja. Membiarkan pertanyaan itu menggantung di atas kepalanya ternyata mampu menahan jawaban yang hanya akan membuat emosinya semakin terkuras habis. Ia tak punya argumen lebih untuk membantah jawaban itu, pikirannya disibukkan dan dipenuhi bagaimana cara menyangkal semua jawaban itu dari dalam kepalanya.
"Tentu saja mereka sedang berkeringat bersama."
Sialan?! Dengan kemarahan yang begitu saja muncul karena kalimat Arga, Reynara melotot murka pada pria itu. "Apa kau melihatnya dengan matamu sendiri?" sinis Reynara.
Arga tertawa. "Memangnya apa yang dilakukan dua manusia dewasa di ruangan tertutup selain menuntaskan kebutuhan biologis yang sedang dalam masa puncak-puncaknya seperti itu?"
Reynara menggeram marah. Menyumpahi mulut yang tak punya saringan milik Arga.
"Lupakan obsesi berlebihmu pada Saga, Nara. Sebelum fakta besar menamparmu dengan sangat keras."
Reynara tak bisa mencerna kata-kata Arga dengan baik. Membiarkan pria itu berbicara lebih lanjut.
"Jauh sebelum kau melenggang masuk ke dalam kehidupan kami, mereka mempunyai sesuatu yang sangat besar. Kau tahu, masa lalu tak semudah itu diabaikan, kan?"
"Permusuhan Dirga dan Saga memang sudah terkenal di kalangan kita seperti bahan gosip yang tiada hentinya, bukan?"
Arga melengkungkan senyum. "Itu hanya sebagian kabar kecil yang sengaja diekspos di hadapan umum. Kau tak akan sanggup menggalinya lebih dalam. Bukan tempatmu di antara mereka."
Reynara membungkam. Matanya menyipit dengan hasrat yang tiba-tiba tak terhentikan. Jika benar, ia sama sekali menapaki selangkah pun dunia Saga dengan keberadaannya di rumah ini. "Apa kau bisa membawaku ke tempat itu?"
Arga mengibas tangannya di depan wajah. "Tujuanmu terlalu jelas, Nara. Membuatku tak bersemangat untuk menidurimu lagi."
Reynara tercengang sekaligus tersinggung dengan kata 'meniduri'. "Apa maksudmu, Arga?"
"Sesaat aku memikirkan saran Saga untuk menidurimu demi membawamu dalam sebuah pernikahan yang akan memberiku keuntungan sangat besar. Sesaat kau sempat terlena dan masuk perangkapku, tapi niatmu membuatku tak berselera. Aku tak bisa meniduri wanita yang otaknya dipenuhi saudaraku."
Salah satu tangan Reynara melayang menyentuh wajah Arga. Wajah Reynara memucat, bibirnya menipis, dan matanya bersinar penuh kebencian. Pria itu, seenaknya membicarakan untuk meniduri dirinya seolah tubuhnya hanyalah tempat pelepasan sperma yang digunakan untuk keuntungan bisnis. Reynara belum pernah dilecehkan dengan cara sehina ini.
Arga terpaku, wajahnya yang berputar ke samping karena tamparan Reynara kini perlahan kembali terarah pada wanita itu. Tamparan wanita itu memantik emosi tergelap di bagian terdalam dirinya. Keberingasan seketika memenuhi wajahnya.
"Aku tak tahu kau senaif itu terhadap obsesimu sehingga mempertahankan keperawanan hanya untuk Saga, ck," decak Arga sengaja diperuntukkan untuk mengaduk-aduk emosi wanita itu. Sebagai balasan tamparan yang dilayangkan Reynara. Tetapi, baginya bayaran itu masih belum setimpal dengan penghinaan yang dilemparkan wanita itu padanya.
Wajah Reynara memerah padam. Sekali lagi tangannya terangkat akan kata-kata kurang ajar Arga, tapi pria itu menangkap dan mencekal pergelangan tangannya dengan sangat keras. Membuatnya tak bisa menutupi rasa sakit yang hampir mematahkan pergelangan tangannya.
Arga mendengkus, menertawakan keberanian sangat besar dan ceroboh Reynara. Apa wanita itu pikir ia akan membiarkan penghinaan itu terulang? Di waktu yang sama?
"Kau boleh memiliki rencana sempurna untuk kehidupan cintamu yang terdengar sedikit membosankan itu, Nara. Sebelum aku datang dan menghancurkan semua yang kaumiliki. Menghajarnya habis-habisan."
***
Di tempat lain, Jon berdeham melihat layar di depannya yang menampilkan Arga menarik paksa dan menyeret Reynara masuk ke dalam kamar yang ditempati pria itu. Membanting pintu dengan sangat keras meskipun ia tak bisa mendengar suara itu. Ia yakin suara di luar sana sangat kacau dan bising. Berbanding terbalik dengan ruangannya yang setengah gelap dan hanya dipenuhi layar bergambarkan seluruh sudut di rumah ini dalam ketenangan. Sesekali suara dengkur halus temannya di sudut ruangan yang tengah terbebas dari shift mereka.
"Matikan cctv kamar itu," perintahnya pada salah satu bawahannya. Menunjuk layar yang kini sudah menampilkan Arga membanting tubuh Reynara di ranjang dan hampir menelanjangi wanita itu.
***
Di playstore lagi ada potongan harga Rp 25.000,00. Hanya sampai tanggal 26 September 2020. Lumayan, kan.
Saturday, 18 April 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro