Part 18
New Story
###
Part 18
###
Dalam rangka mendukung program pemerintah #dirumahaja, Minggu ini Author duoble up biar ga bosen.
Copas pesan by giardania
Selamat menikmati #Stayathome dengan Saga dan Sesil .....
###
"Apa kau menolak anak pimpinan Cheng karena wanita barbar sepertinya?" Arga menunjuk ke arah atas anak tangga menunju lantai dua. Sambil mengambil tempat di sofa ia duduk sebelum menggotong wanita kakaknya ke kamar di lantai dua. Menatap dengan kening berlipat pada sang kakak yang duduk di sofa tunggal.
"Ada kalanya kesepatakan bisnis bisa berhasil dan gagal, Arga. Apa kau sudah memperhitungkan kerugian yang kita alami jika kesepakatan itu rusak. Aku tak mau direpotkan oleh wanita yang akan menjadi musuh dalam selimut."
"Lalu, bagaimana dengan dia?" sela Cassie tajam mengarah pada Sesil. Seketika tatapan dingin Saga membalas tatapannya dan udara tegang memenuhi seluruh ruangan. Entah kenapa, emosi Saga selalu mendadak berubah lebih sensitif jika berhubungan dengan wanita sialan itu. Membuat Cassie semakin dirundung rasa panas membelah hatinya.
"Dia urusan pribadiku." Jawaban Saga pendek, dengan nada datar, tapi penuh titah tak terbantahkan bagi siapa pun yang ingin membuka mulut demi rasa penasaran mereka.
Tenggorokan Cassie terasa kaku dengan keraguan yang mulai muncul saat kata-kata bantahannya hendak meluncur begitu saja. Tetapi, ketakutan akan tempatnya yang tersisihkan karena Sesil tanpa pemberontakan darinya terasa lebih kuat dorongannya dan ia membuka mulutnya dengan kepercayaan diri yang lebih besar dari sebelumnya. Melancarkan alasan apa pun yang muncul di kepalanya. "Sebagai seorang pemimpin, urusan ranjangmu pun tidak lagi menjadi urusan pribadi, Saga. Bagaimana jika wanita itu diam-diam bekerja sama dengan Dirga dan mendapatkan informasi ..."
"Apa yang dikatakan Cassie benar, Saga," sela Arga. Merasa sedikit berani karena ada yang sependapat dengannya, meskipun seketika mulutnya membeku ketika perhatian kakaknya beralih padanya.
Saga melirik ke arah Arga, "Apa kalian meragukan pemikiranku?" Lalu beralih pada Cassie, "Jangan mencampur adukkan urusan pribadimu denganku, Cassie. Terutama jika menyangkut Sesil. Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya. Kedua kalinya aku tak akan mengampunimu. Dia bukanlah orang yang bisa kausingkirkan dengan mudah."
Cassie membuang wajahnya yang memucat ke samping. Ini pertama kalinya Saga mempemalukan dirinya di hadapan Arga dan Alec. Hanya demi wanita murahan, sialan, dan perusak hidupnya. "Kenapa kau begitu terikat dengan wanita itu? Apa yang membuatmu begitu tertarik seakan tersihir oleh wanita itu, Saga? Setidaknya aku harus tahu alasanmu. Membawa pelacurmu ke rumah? Harusnya kau punya alasan yang lebih dari sekedar tepat, bukan?"
"Sesil bukan pelacurku, Cassie." Saga diam sesaat, menatap lekat-lekat manik Cassie yang menuntut jawaban lebih dengan sikap serakahnya."Dia istriku. Sudah seharusnya seorang istri tidur di ranjang suami, bukan. Dan urusan ranjang kami sama sekali bukan urusanmu. Pahami batasan itu lebih dalam lagi."
Kali ini, wajah Cassie tidak hanya pucat pasi seperti mayat. Syok yang menampar wajah putih bak porselen itu kini berubah membentuk amarah yang membakarnya hidup-hidup. "Tidak mungkin!!" tolak Cassie diikuti gelengan kepala yang keras. Lalu, tatapannya beralih pada Alec yang sama sekali tak menampakkan tanda-tanda terkejut atas berita mencengangkan ini. Apa Alec sudah tahu?
"Kali ini, aku melepaskanmu karena pria yang kaukirim masih berada di batas kesabaranku. Sedikit hampir melewati batasan yang bisa kuberikan." Mata Saga berkilat licik dengan seringai tajam menghiasi sudut bibirnya. Pengawal-pengawalnya pasti sudah mengurus pekerjaan kotor yang ia berikan untuk kedua pria busuk yang berani menyentuhkan kulitnya di tubuh Sesil.
"Mereka hanya melakukan apa yang kusuruh," sinis Cassie meskipun tak ada penyesalan atas nasib sial yang menimpa kedua pesuruh Sam tersebut.
"Maka berterimakasihlah pada mereka. Kau tak harus menanggung hukuman dariku."
Kalimat Saga berhasil membungkam mulut Cassie. Rasa nyeri di leher ketika Saga mencekiknya beberapa saat lalu kembali berdenyut dan secara tak sadar tangannya terangkat menyentuh pangkal tenggorokannya.
"Apa kau masih meragukan pilihan hatiku, Arga?" pertanyaan Saga kali ini ditujukan pada Arga yang masih tenggelam dalam keterkejutannya. Tetapi, adiknya itu dengan cepat segera menguasai diri.
Tidak, Arga tak pernah meragukan keputusan kakaknya yang tak pernah meleset. Jika itu lebih ke arah urusan pribadi, Arga semakin tak punya hak untuk mempertanyakan hal tersebut lebih jauh.
"Lalu, bagaimana dengan anak pimpinan Cheng?" tanya Arga setelah kebungkamannya cukup sebagai jawaban ya untuk kakaknya.
"Kenapa bukan kau saja yang mengambil alih kesepakatan ini? Bisnis di Cina akan menjadi tanggung jawabmu mulai bulan depan. Aku hanya akan mengawasimu dari jauh."
Arga tak cukup terkejut. Sejak kakaknya menangguhkan beberapa urusan dengan pemimpin Cheng padanya, ia tahu tanggung jawab itu cepat atau lambat akan turun di tangannya. Tetapi, ia tak cukup percaya diri jika harus menanggung semua hal itu sendirian. "Bagaimana jika kesepakatan itu gagal?"
"Kurasa, itu akan menjadi tanggung jawabmu. Aku sudah cukup direpotkan oleh wanitaku, jangan merengek padaku tentang wanita lain lagi padaku." Saga berdiri dari duduknya. Mengakhiri pembicaraan mereka.
"Sial, sial, sial!!!" Arga menggusurkan jemarinya di helaian rambutnya yang sedikit panjang dengan kepala tertunduk ketika kakaknya sudah menghilang dari ruang tamu.
"Kenapa? Bukankah bagus untuk menambah nilai kepribadianmu di hadapan pemimpin-pemimpin kelompok yang meremehkan kualitasmu? Kali ini mereka tidak akan membandingkanmu dengan Saga."
"Wanita itu, ada alasan kenapa wanita itu menerima kesepakatan ini. Dia mengincar Saga."
Alec mengangkat bahunya sekilas. Melirik ke arah Cassie. "Memang tidak sedikit wanita yang mengincar Saga, bukan? Aku sedikit terkesan ketampanan kakakmu bisa sampai terdengar di negara lain."
"Dia memang anak pimpinan Cheng, tapi dia tinggal di negara ini sejak berumur sepuluh tahun. Menghormati almarhum ibunya."
Mata Alec menyipit penuh selidik pada Arga. "Kau cukup tahu banyak."
"Bukankah itu tugas yang kauberikan?"
"Sekarang kau memiliki tugas tambahan." Alec berdiri dari duduknya dan berhenti di depan Arga. Menepuk-nepuk pundak pria itu memberikan dukungan yang tulus. "Menjerat hati wanita pemimpin Cheng. Mungkin sedikit tantangan akan bagus untuk kualitasmu di depan nanti."
"Kenapa kau tidak memberitahuku tentang pernikahan sialan itu?" desis Cassie ketika langkah Alec sampai di depannya.
"Pernikahan itu tiba-tiba terjadi. Kau tahu, keputusan Saga memang terkadang mengejutkan kita, 'kan? Pendeta, cincin, gaun, dan semua remahan-remahannya. Aku tak ingin mengeluh padamu bagaimana caraku menyiapkan semuanya hanya dalam satu hari."
"Setidaknya kau bisa ..." tuntut Cassie lagi.
"Aku lebih sayang nyawaku daripada nilai persahabatan kita, Cassie. Aku tak akan menjadi teman baikmu lagi tanpa nyawa di kepalaku."
Tatapan membakar Cassie sama sekali tak menggoyahkan tawa sumringah yang menghiasi wajah Alec. Ia dan Alec memang selalu berada di sisi yang sama membela Saga, tapi mengenai perasaan sentimentil yang ia miliki untuk Saga, Alec selalu menganggapnya sebagai lelucon.
"Tenanglah, Cassie. Ini bukan akhir segalanya. Saga memaafkanmu dan kau masih hidup. Tetaplah berada di sisinya dengan tenang dan sehat. Itu lebih dari segala-galanya untukmu." Alec menelusupkan kedua tangannya di saku celana sebelum berjalan meninggalkan ruang tamu yang hening. Menggumamkan tentang bermalam di ruang tamu karena terlalu malas untuk kembali ke apartemen.
Tak lama, desahan frustasi Arga yang berdiri dan menyusul meninggalkan Cassie sendirian di ruang tamu tersebut.
Wanita itu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan keras. 'Baiklah, ini bukan akhir dari segalanya. Pernikahan mereka hanyalah salah satu batu sandungan yang harus kuinjak untuk memiliki Saga. Kebahagiaan yang besar membutuhkan perjuangan yang tak sedikit.'
***
"Tuan?" panggilan Jon, menghentikan tangan Saga yang hendak menyentuh pegangan pintu kamarnya.
"Ada apa?"
"Sepertinya Anda perlu memeriksa cctv kamar."
Saga mengerutkan kening. "Apa istriku membuat ulah lagi?"
Jon mengangguk pelan.
Saga memejamkan mata, bersamaan embusan napas frustasi lolos dari mulut dan hidungnya. Sekilas ia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Apakah wanita itu memang berniat mendapatkan perhatiannya untuk malam ini? Batin Saga dalam hati.
"Aku akan memeriksanya nanti," tolak Saga. Mungkin ia akan memberikan perhatian yang lain pada Sesil di ranjang.
"Saya khawatir ini akan terlambat karena cctv kamar Anda hanya berada di bawah kendali Anda."
Ya, semua cctv di rumah ini dikendalikan oleh Jon, kecuali cctv di kamarnya yang akan hidup dan mati sesuai perintahnya. Tentu saja ia tak akan mengumbar aktifitas ranjangnya di hadapan pengawal-pengawalnya, kan. Termasuk ketelanjangan Sesil. "Kirim filenya ke ponselku. Hanya apa yang perlu kuketahui."
Jon mengangguk singkat dan menunggu Saga menghilang di balik pintu kamar sebelum kembali ke tempatnya bertugas.
Baru saja Saga mendaratkan pantatnya di sofa tunggal, ia melihat Sesil yang baru selesai mandi dengan rambut masih meneteskan air berjalan melewati pintu kamar mandi. Wanita itu menundukkan kepala dengan kedua tangan memegang handuk dan mengosok-gosokkannya di helaiannya yang masih basah. Pemandangan yang menyegarkan mata dan pikiran Saga hanya dalam sedetik. Ya, tubuh wanita itu memang tidak seseksi para wanita-wanita yang pernah ia tiduri. Tapi, bentuk tubuh Sesil yang kecil dan tampak rapuh itu menonjol dan melekuk tepat di tempat yang ia inginkan. Mencicipinya sekali, membuatnya menginginkan untuk kedua, ketiga, dan seterusnya hingga ia tak akan menghitungnya lagi karena ia akan memiliki tubuh wanita itu kapan pun ia menginginkannya.
Sesil tersentak kaget menyadari keberadaan Saga yang baru ia sadari. Pria itu duduk dengan kedua kaki dan tangan bersilang serta perhatian penuh yang tujukan untuknya sebagai tontonan utama. "Sejak kapan kau di situ?" Sesil merapatkan belahan jubah mandinya dan menutupkan handuk dalam genggamannya di depan dada. Memastikan apa yang ada di pikiran Saga tak benar-benar menjadi kenyataan.
"Apa kau sudah memastikan tubuhmu benar-benar bersih dari sentuhan pria-pria itu, Sesil?"
"Kau hanya tak perlu menyentuhku jika merasa jijik pada tubuhku. Sedikit saran dariku," sinis Sesil dengan kesal, dan berjalan ke meja rias. Mulai menyisir dan mengeringkan rambutnya. Setidaknya, berendam sedikit membuatnya dirinya merasa bersih dan melupakan sentuhan-sentuhan menjijikkan itu.
Ponsel Saga bergetar sekali memunculkan notifikasi yang ia tunggu. Ia mulai memutar file video yang dikirim Jon. Menyeringai sinis melihat tampilan video yang hanya berdurasi tak lebih dari lima menit itu. Menampilkan Sesil yang berdiri di ambang pintu kamar mereka, merogoh saku jas miliknya, dan ... tak bisa menahan diri untuk menertawakan ketololan wanita itu. Setelah selesai, Saga berdiri dan berjalan ke kamar mandi. Mencari tahu masalah yang disembunyikan Sesil di sudut kamar mandi. Ia tak bisa tidur dengan tenang sebelum menyelesaikan masalah di antara mereka, bukan? Sepasang suami istri harus tidur dengan hati lapang dada agar rumah tangga mereka bertahan lama. Tanpa ada rahasia di antara mereka.
Sesil melirik pintu kamar mandi dengan perasaan was-was. Suara gemericik air yang mulai terdengar sedikit memberinya ketenangan. Semoga saja Saga tak berlama-lama di kamar mandi dan menemukan ponsel yang ia sembunyikan di bagian terdalam laci handuk bersih.
Setelah merasa rambutnya sudah kering dan tersisir rapi, Sesil bergegas mengganti jubah mandinya dengan gaun tidur di lemari dan naik ke ranjang. Namun, sebelum Sesil sempat menyelipkan tubuhnya di antara selimut, wajahnya memucat melihat sesuatu di genggaman tangan Saga saat pria itu membuka pintu kamar mandi. Ketenangan hidupnya tak pernah berlangsung lebih dari lima menit sejak ia berhubungan dengan Saga.
Tubuh Sesil terhenyak melemah di kasur. Matanya yang panik menatap tubuh Saga yang masih basah dan hanya berbalut handuk di pinggang. Namun, dengan setengah telanjang seperti itu, kengerian yang menguar dari tubuh Saga tak membuat pria itu terlihat lemah sedikit pun. Malah menampakkan tubuh dan otot kekar yang menyimpan kekuatan jauh lebih besar dibanding kekuatannya.
"Sebelum kita ke atas tempat tidur, ada baiknya kita saling terbuka. Demi menjaga keharmonisan rumah tangga kita, Sesil." Saga berjalan perlahan mendekati ranjang. Sengaja dengan gerakan sepelan mungkin menikmati kegugupan yang seketika merebak di wajah Sesil.
Ketika sampai di dekat ranjang, Saga menggantung ponsel Dirga dengan kedua jarinya di hadapan wajah Sesil yang memucat. Lagi-lagi seringai dan tatapan murka Saga menguarkan tegangan sangat tinggi dan membuat tubuh Sesil kaku serta bulu kuduk berdiri di sekujur tubuhnya. "Dirga yang memberikan ini padamu? Atau kau yang berpikir bisa membodohiku dan menyelipkan benda ini di bawah hidungku?"
"Dari mana ... kau tahu?" cicit Sesil dengan bibir yang mengering dan kepala terdongak menyejajarkan tatapannya dengan Saga.
"Aku bertanya padamu lebih dulu." Jawaban Saga penuh peringatan.
"Aa .." Sesil memilih kembali membungkam mulutnya karena gemetar yang hebat menyerang seluruh tubuhnya saat Saga menaikkan lutut pria itu di pinggiran ranjang, menyentuh kakinya yang sudah setengah tertutup selimut. Lalu, tubuhnya tersentak ke belakang saat tiba-tiba Saga melempar ponsel itu ke arah meja rias dan membuat kacanya berhamburan di lantai dengan suara mengerikan. Sesil menjauh, meringkuk, menutup kepalanya dengan kedua tangan dan menangis sejadinya. Kali ini, amarah Saga benar-benar tampak lebih mengerikan daripada sebelum-sebelumnya.
"Berbohong mungkin hobi barumu akhir-akhir ini, Sesil. Tapi sayangnya itu bukan salah satu bakatmu."
Sesil menggeleng-gelengkan kepala meskipun wajahnya masih terbenam di kedua kakinya yang terlipat. Memilih menghindari bertatap muka dengan Saga.
"Ya, setidaknya kau mencoba. Meskipun kepalamu terlalu bebal untuk memahami situasimu." Suara Saga sedikit melunak tapi masih dengan kata-kata yang tajam dan kasar.
Kepala Sesil terangkat dengan paksa oleh jambakan Saga di rambutnya, dan dengan air mata berurai, alih-alih merengek karena rasa nyeri di ujung kepalanya, ia memilih berteriak di wajah Saga. "Kau yang tidak memahami situasimu, Saga. Kau tiba-tiba muncul di kehidupan kami yang tenang bagaikan badai. Mengamuk dan memporak-porandakan duniaku."
"Kekasihmu yang mengundangku lebih dulu. Tak baik menolak undangan teman dekat, bukan?"
Saga memang pandai bersilat lidah. Membiarkan Sesil kehabisan kata untuk berdalih, dan situasinya saat ini memang tak memberi kesempatan bagi Sesil untuk membuka mulut.
"Dia sudah menjualmu padaku," geram Saga mulai frustasi dengan sikap Sesil yang masih berkeras bahwa dialah perusak hubungan wanita itu dengan Dirga. Ya, meskipun ia tak bisa menampik hal itu sedikit pun. Semua kejadian pasti ada sebab dan akibat. Dirga yang memulai dan Sesil jatuh ke pelukannya sebagai akibat tindakan kekasih wanita itu sendiri.
"Kau yang mencuriku da ..." Sesil menyesal tak menahan diri membalas ucapan Saga. Dengan emosi yang masih memuncak seperti itu, Saga bisa sangat mengerikan jika benar-benar kehilangan kontrol. Dan benar saja ... sebelum matanya berkedip dan sempat menyadari gerakan tiba-tiba Saga yang menerjang tubuhnya. Tubuhnya sudah melayang dan terbanting ke kasur dengan keras. Tak cukup menyakiti karena ranjang empuk, tapi jantungnya berhenti berdetak dengan gerakan secepat kilat itu.
Saga mencengkeram wajah Sesil dan menindihnya sebagian tubuh wanita itu. Mendekatkan bibirnya di telinga Sesil agar wanita itu benar-benar mencerna setiap kata yang ia ucapkan. "Kau benar-benar manusia paling tolol yang pernah kujumpai. Apa otakmu terbuat dari batu?"
Sesil meringis kesakitan. Tak benar-benar berusaha lepas dari kungkungan tubuh Saga karena tahu akan berakhir sia-sia dan akan membuat pria itu semakin gencar menyakitinya.
"Apa kau benar-benar ingin tahu apa yang akan kulakukan pada wanita yang sungguh membosankan, Sesil? Apa yang dilakukan Cassie sama sekali tidak apa-apanya. Aku akan memastikanmu hancur menjadi remahan-remahan tak bernama, menjijikkan, dan tak ada siapa pun yang akan memalingkan mukanya ke arahmu. Bahkan rasa jijik mereka akan mengalahkan keibaan yang muncul di hati mereka. Aku akan membuat ...."
Sesil menggeleng-gelengkan kepala dengan tatapan horor ketika lagi-lagi kilas balik dua pria yang menggerayanginya muncul di kepala dan membuat perutnya bergolak hendak muntah. Ia tak bisa membayangkan hal yang lebih buruk dari ingatan tersebut.
"Baiklah," ujarnya berpasrah diri. Ada saatnya ia benar-benar harus mengalah pada situasi dan mengalahkan kekeraskepalaannya. "Baiklah."
Saga berhenti. Merasa puas dengan penyerahan Sesil yang lebih cepat dari yang perkirakan. Lalu, ia mulai melonggarkan jemarinya di pipi Sesil dan memasang telinganya baik-baik. Membiarkan Sesil melanjutkan kalimat penyerahan diri yang mensahkan dirinya memiliki wanita itu seutuhnya.
"Aku akan menyerah. Kau bisa melakukan apa pun sesukamu terhadapku."
Saga menarik kepalanya dan menatap wajah Sesil. Desah kelegaan yang keluar dari mulut wanita itu menerjang wajahnya dengan cara paling menyegarkan. Tidak ada yang lebih menyenangkan bagi Saga selain kepasrahan wanita itu di bawah kendalinya. "Apa pun? Sesukaku?"
Sesil mengangguk sekali. Apa pun, karena tak ada lagi yang tersisa di hidupnya kecuali tubuhnya yang masih menarik perhatian Saga.
***
Monday, 23 March 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro