03. Jadi Keluarga Kerajaan
Setelah kejadian mangkuk menyala, aku terlalu shock jadi membiarkan diriku kembali di gendong oleh lelaki berambut hijau. Apa-apaan ini?! Padahal aku sudah berencana untuk mencari pekerjaan dan kalau sudah terkumpul uang aku akan membeli bangunan untuk menjual roti. Padahal aku sudah berharap dengan kehidupanku tanpa politik, malah ternyata kami adalah anak kandung seorang raja.
Tiba-tiba saja aku diturunkan di sebuah kursi dan di depanku ada meja makan dengan piring makanan yang terlalu banyak pilihannya. Bahkan saat ke restoran saja tidak pernah memesan sebanyak ini. Sebuah sentuhan mendorong mulutku kembali tertutup karena menganga kaget. Aku melihat ke samping dan kakak tertawa pelan melihatku. Ya maklumin aja lah ya, biasanya bisa makan sesuatu saja sudah bahagia sekarang malah banyak pilihan.
"Tidak mengambilnya?"
"Aku bingung ... apakah ini adalah pilihan yang tepat?" Aku menatap kakak yang juga melihatku.
Kakak menghela nafas kecil. "Sebenarnya, datang ke istana adalah pilihan terakhir di kepalaku."
"Apa? Kenapa? Apa kakak berpikir untuk meminta tolong kepada para prajurit?"
Kakak diam dalam posisinya. "Karena aku tahu kita adalah keluarga kerajaan." Tentu saja aku sangat kaget dengan pernyataan kakak. Kalau ada kalender aku akan menandakan hari ini adalah hari aku sudah kaget berkali-kali.
Baru saja aku ingin kembali bertanya tetapi seseorang sudah meletakkan makanan di piringku. Saat aku lihat ternyata adalah pelayan wanita yang juga mengambilkan porsi ke kakak. Tidak sengaja mata kami saling bertatapan dan aku menunduk kecil sebagai ungkapan terima kasih.
"Aku akan bertanya kapan-kapan kepada kakak."
"Terima kasih."
"Sama-sama." Aku mulai mencoba daging yang sudah dipotong kecil. ENAAAK!! Apa karena di dunia ini aku cuman makan roti keras itu ya?! Jadi daging seperti ini enak banget!! Mataku melihat kakak yang sepertinya juga menikmati apa yang ada di mulutnya. Aku tersenyum dengan mulut yang masih mengunyah.
"Sepertinya kalian menyukai makanannya ya?" kata pria itu yang duduk cukup jauh dari aku dan kakak.
Aku kaget dan merasa malu karena reaksiku yang berlebihan tetapi tidak sopan saat ada yang tanya tapi diam saja, jadi aku mengangguk dengan gugup karena malu.
Pria itu tersenyum kecil. "Ambil lagi yang banyak."
Aku menelan apa yang ada di mulutku. "Apa ... boleh?" tanyaku yang sedikit menciut, takut jika ternyata aku tidak sopan. Dia raja loh! Walau dia bapak kandung tetapi dia tetap raja lo!!!
"Tentu saja, sebagai anakku kalian boleh ambil sebanyak yang kalian inginkan!" kata pria itu dengan melepaskan aura wibawanya.
"Wah perut bisa mbledos sih kalau makan semuanya. Tunggu ... ANAK?!" Aku menatap pria itu kaget. Kakak tertawa di sampingku. "Jangan tertawa!"
"Ekspresimu sudah menggambarkan semuanya." Kakak masih saja tertawa.
Ternyata bukan hanya kakak, kedua wanita, ketiga anak laki-laki dan pria itu juga ikut tertawa. "Kamu sama sekali tidak bisa menyembunyikan ekspresi ya," kata salah satu wanita yang berambut hitam.
Aku menutup wajahku. Rasanya ingin menggali lubang tikus!!
Akhirnya acara makan terus berjalan. Walau awalnya aku makan dengan perasaan malu tetapi makanannya terlalu enak membuatku melupakan diriku. Bahkan ada pelayan dan salah satu anak laki-laki yang bermata ungu membantuku mengambilkan makanan.
"Sudah aku putuskan," kata pria itu setelah selesai mengelap mulutnya.
Apanya?
Dia berjalan ke arahku dan kakak. Tak lama ia mengulurkan tangan dan membantu kami turun dari kursi. "Yang laki-laki bernama Elvern dan yang perempuan adalah Alvira. Itu adalah nama kalian."
Alvira. Rasanya hangat.
"Selamat datang untuk Elvern dan Alvira," kata wanita berambut hitam itu dengan senyuman.
"Selamat datang, Elvern, Alvira," kata wanita berambut coklat dengan senyuman manis. Ketiga anak laki-laki juga melakukan hal yang sama, tetapi ada yang menunduk dan ada tersenyum.
Tiba-tiba aku merasa melayang, ternyata pria itu menggendongku dan kakak bersamaan. "Mulai sekarang, kalian adalah Pangeran Mahkota Elvern dan Putri Alvira."
"Apa?! Pangeran mahkota?!" Aku menatap kakak kaget, sedangkan kakak sama sekali tidak kaget.
"Tunggu Yang Mulia! Bukankah Lorenz yang menjadi pangeran mahkota?!" seru wanita berambut merah dengan wajah seram. Suaranya yang sedikit melengking mengingatkanku kepada ibu setiap kali ia marah. Jadi aku refleks mencengkram baju sang raja.
"Bukankah kalian sudah melihat buktinya tadi? Apakah perlu dijelaskan lagi?" Suara tegas pria itu membuat tempat ini menjadi hening. "Lalu sembari menunggu kamar untuk kalian berdua, kalian tidur denganku dulu."
Apa boleh begitu? Aku menatap pria ini yang seharusnya sudah aku ganti panggilannya.
Setelah itu ia membawa kami ke sebuah kamar yang luasnya hampir satu rumah, padahal ini cuman kamar. Walau begitu ini kamar yang sangat lengkap, ada bagian untuk istirahat, ruang tamu-bukan ruang tamu sesungguhnya-, ruang kosong, ruang belajar yang terdapat meja dan kursi untuk menulis, dan bahkan ada balkonnya juga.
"Untuk sekarang kalian istirahat dulu karena Alvira baru saja bangun dari pingsannya," katanya yang menurunkan aku dan kakak di atas kasur yang lebih luas dari king size, mungkin ini god size? Aku mengangguk saat matanya melihat ke arahku.
Ia berjalan keluar, saat di pintu depan bergantian dengan kedua pelayan wanita masuk dan menunduk hormat di depan aku dan kakak yang belum beranjak.
"Yang mulia pangeran mahkota dan yang mulia putri, kami akan membantu mengganti pakaian anda dengan pakaian yang lebih nyaman," kata salah satu pelayan wanita yang masih menunduk.
Aku merasa kaget dan bingung karena ini belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi berbeda dengan kakak yang langsung turun dari kasur. Jadi mau tidak mau aku ikut turun dari kasur. Dengan perasaan aneh, aku membiarkan pelayan di depanku untuk membantuku membuka baju yang memang sangat ribet dari baju yang dulu aku pakai. Setelah semua baju telah dilepas, kecuali baju dalam yang tipis, aku bisa merasa lega.
"Apa mau tidur sekarang?"
"Sepertinya begitu, hari ini sudah kaget berkali-kali jadi sekarang waktunya tidur." Aku menguap cukup besar, seharusnya sebagai seorang wanita berpendidikan tidak boleh melakukan ini tapi sekarang aku hanyalah seorang anak kecil yang belum menyentuh angka sepuluh.
Kedua pelayan tadi membantuku dan kakak kembali ke kasur dan menyelimuti kami. Kelembutan kasur ini memang berkali-lipat lebih lembut dan empuk dibandingkan yang pernah aku rasakan. Ini menjadi sihir ajaib yang membantuku ke dunia mimpi dengan instan.
"Selamat tidur kak Elvern."
"Selamat tidur Alvira." Aku tersenyum mendengar kakak menyebut namaku.
.
.
.
.
.
Jadi mulai sekarang saya akan update setiap 2x seminggu.
Ini dia list ceritanya:
1. The 7 Element Controllers
2. New Daily Life Royal Twins
3. A Little Hope [Revisi]
4. As Blue Sea
5. My Family is Perfect But I'm Not
6. Akar Merah
Itu dia urutannya, bisa dicari setelah saya posting.
Mungkin ada perubahan dari tata bahasa dsb-dsb tapi semoga kenyamanan dalam membaca masih bisa dinikmati yaa~
Sampai jumpa kembali :3
-(06/07/23)-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro