Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01. Kabur

Setelah salju mencair dan udara menjadi lebih hangat, kakak menjelaskan rencananya untuk kabur dari rumah ini. Walau ia bilang rencana, tetapi ia tidak menjelaskan apa yang akan kami lakukan setelah bebas dari rumah ini. Pertama, pagi harinya kita akan melakukan hal seperti biasanya dan saat siang hari saat ibu sudah sibuk di kamarnya melayani pelanggannya, aku dan kakak akan lari dari rumah tentu saja menghindari jendela ruangan ibu. Untungnya semua berjalan dengan baik.

Aku memandang bangunan yang menjadi rumah selama 4 tahun lebih, atau 5? "Kak, kita akan ke mana?"

"Ke mana pun yang jauh dari wanita itu."

Aku terdiam sejenak. "Apakah kakak tau tujuan kita selanjutnya?"

Kakak berhenti dari larinya, menunduk. "Aku tidak tahu." Kakak melihat aku yang berada di belakangnya. "Yang pastinya sebuah tempat yang layak untuk kita berdua."

Aku membalas senyuman kakak lalu mengangguk. Kakak mengulurkan tangannya yang aku sambut dengan baik lalu kembali berlari. Ternyata di depan adalah hutan dengan semak-semak yang cukup lebat. Pantas saja tiba-tiba kakak minta gandengan, aku rasa ia khawatir kami terpisah.

Setelah berlari cukup lama tiba-tiba saja rambutku tertarik ke belakang dengan cukup keras sampai aku berteriak karena sakit.

"Mau ke mana kalian?! Dasar anak-anak tidak tahu balas budi!" Ternyata yang menarik rambutku adalah ibu. Kenapa ia sudah cepat menyelesaikan pekerjaannya?!

"Lepaskan! Lepaskan saudariku!" seru kakak dari bawah.

"Memangnya kau bisa apa huh?! Hanya dengan sebelah tangan ini bisa menghentikan hidupmu, kau tau!!" seru ibu.

Aku mengintip sedikit dan terlihat kakak kini dicekik oleh ibu. Kakak meronta sedikit lalu menggigit tangan ibu yang membuat tangannya yang memegang lehernya dan rambutku kini terlepas. Kakak berlari dan berhenti di depanku dengan menghadap ke ibu.

"Kalian ini ya, tidak bisa pakai cara halus," kata ibu lalu berbalik dan ia memegang sebuah kayu di tangannya. Sejenak aku bingung, dari mana dia dapat kayu seperti itu?! Ya kali tersedia begitu saja di hutan.

Aku menggam erat baju saudara kembarku. Seharusnya aku tidak takut dengan keadaan ini tetapi mengingat tubuh yang aku tempati ini masih sangat mungil dan bisa hancur kapan saja.

"Berbalik dan larilah."

Mataku membulat ke arah kakak. "Lalu meninggalkan kakak di sini begitu saja?! Tidak mau!"

Sejenak aku bisa melihat senyuman kecil kakak. "Tenang saja, aku akan menahan ibu di sini. Sudah cukup hanya kamu yang bertahan."

"Kakak gila?! Aku nggak mau hanya aku yang bertahan! Kakak juga harus! Ayo kita pergi bersama!!"

Baru saja ingin menarik kakak, tiba-tiba ibu mengayunkan tangannya dan dengan cepat kakak mendorongku. Aku menaikan kepalaku dan melihat kakak yang punggungnya mengenai batang pohon. Tanpa aba-aba, air mataku kembali meluap.

"Kau mau pergi ke mana huh?! Hei apa yang kau lakukan?!" Sebelah kaki ibu yang berjalan ke arahku ditahan oleh tubuh kakak yang tidak sampai sepanjang kaki ibu.

"PERGI!!"

Walau bergetar aku memaksakan kakiku untuk bergerak dan berlari dari tempat itu. Tunggulah kak! Aku pastikan akan kembali dengan pertolongan! Tidak peduli aku tersandung atau kulitku tergores, yang aku pedulikan sekarang adalah mencari pertolongan. Aku tidak mau kehilangan saudara kembar satu-satunya.

Tak lama ternyata ada pasar yang dekat dengan hutan. Cukup kagumnya, aku harus mencari pertolongan. Aku menarik baju seseorang. "Tolong! Kakak! Terluka! Tolong!" Walau aku tidak begitu menguasai bahasa, aku akan terus berteriak.

Satu orang mengabaikanku, aku berlari, menarik baju, dan berteriak terus menerus. "Tolong! Kakak! Terluka! Tolong!" seruku dengan pandangan yang tertutupi oleh air mata.

"Tuan! Tolong! Kakak!" Sebuah hempasan mengenai tubuhku sampai terjatuh. Aku tidak akan menyerah.

"Nyonya! Tolong! Kakak!"

"Pergi kau dari sini!" Lagi-lagi ia mendorongku.

"Tolong! Kakak! Tolong!" Siapa pun! Tolong! Aku tidak ingin kehilangan kakakku! Aku mengusap air mata kasar. "Tolong! Kaka-"

"Pergi! Dasar pengemis!" Aku kembali terhempas tetapi kali ini kepalaku mengenai sesuatu yang keras sampai-sampai fokusku mulai memudar.

"Apa kamu tidak apa-apa?" Aku mendongakkan kepalaku dan melihat seseorang yang ternyata aku tubruk.

Kesempatan! "Tolong! Kakak! Terluka! Tolong! Tuan!" seruku sambil menggoyang-goyangkan kakinya walau saat aku bergoyang kepalaku ikut bergoyang.

Dia seperti bebicara dengan temannya melalui anggukan.

Karena kesal terabaikan aku kembali menggoyangkan kakinya. "Tuan! Tolong! Kakak!!" Air mata kembali memenuhi pengelihatanku.

"Baiklah, tunjukkan jalannya." Akhirnya!

Aku menarik ujung jubahnya dan berlari terlebih dahulu. Entah sudah berapa lama harus memakan waktu untuk menemukan penolong. Kakak, tolong, bertahanlah. Aku sedang dalam perjalanan.

"Tunggu dulu."

Aku berbalik, ternyata ia sudah menarik teman-temannya dan mereka sedikit tertinggal. "Cepat! Kakak-" Perkataanku terhenti karena mendengar suara benturan yang sangat keras. Dengan cepat aku berlari ke sumber suara.

Terlihat kakak yang sudah babak belur dengan nafas berat. Terlihat banyak sekali warna merah dan ungu di badannya yang seharusnya tidak dialami anak seumurannya. Baru saja aku membuka mulut untuk memanggilnya, terlihat ibu yang kembali bersiap mengayunkan tangannya yang masih terdapat kayu di sana.

Tidak mungkin aku diam saja melihat kakak yang kembali di pukuli, jadi aku berlari cepat di antara kakak dan ibu. Detik berikutnya aku bisa merasakan nyeri di kepalaku, oh iya pusing tadi juga masih belum reda.

"Adik!!" Hehe sudah jarang aku mendengar itu dari mulutnya. Aku perlahan membuka mataku dan melihat kakak yang menyeret tubuhnya mendekatiku. "Kenapa kamu kembali?!"

Aku tertawa pelan. "Maaf lama."

"Kau ... kalau begitu aku bunuh kalian saja sekarang!! Ugh!!"

"Cepat ke sini! Dua anak terluka berat!" Terdengar suara langkah kaki yang banyak. Baru dateng, yah setidaknya mereka bisa menolong kakak. "Hei, jangan tutup matamu!"

Aku membuka sedikit mataku yang berat. Ternyata orang lain dengan pakaian yang sama seperti orang tadi. "Kakak?"

"Tenang saja, ia akan sembuh," katanya dengan senyuman.

Aku membalas senyumannya. "Terima kasih." Detik berikutnya sakit kepala ini memaksa untuk memejamkan mata.

.....

Perlahan aku membuka mataku dan melihat langit-langit putih yang sangat asing.

"Adik!" Pandangan aku arahkan ke samping dan terlihat kakak yang dipenuhi perban putih melihatku dengan senyuman bahagia. "Apakah ada yang terasa sakit?"

"Tidak, aku rasa."

Kakak menghela nafasnya. "Kamu benar-benar membuatku ketakutan." Kakak bersandar di tepi kasur yang aku tempati.

"Impas bukan?" Aku tertawa pelan.

"Balas dendam yang mengerikan." Perkataannya membuatku kembali tertawa. "Lain kali jangan sampai terulang lagi."

"Kakak juga." Kakak hanya tersenyum. Aku tahu, kalau sampai ada kejadian yang sama di masa depan, kami akan melakukan hal yang sama juga. Mengorbankan diri sendiri untuk satu sama lain.

"Apakah adikmu sudah bangun?" Tak lama terlihat seorang wanita yang mendekati ke arah sini lalu sebuah lengkungan senyuman terlihat di sana. "Mari kita periksa dulu ya," katanya sambil mengambil sebelah tanganku yang dari tadi berada di luar selimut.

Aku hanya menatapnya melakukan kegiatannya. Mungkin ia bisa dikatakan sebagai dokter di sini, melihat dirinya yang memeriksa detak jantung.

"Hm, bagus. Untuk sementara jangan terlalu memaksakan diri ya," katanya dengan senyuman lebar dan meletakkan kembali tanganku. Aku menganggukkan kepala untuk membalasnya. "Wah, jarang-jarang sekali aku melihat anak seumuranmu yang tidak takut denganku. Bahkan saudaramu awalnya tidak percaya denganku."

"Benarkah?" Aku melihat ke arah kakak tetapi ia memalingkan wajahnya. Itu artinya memang benar, aku tertawa pelan karena tingkahnya yang imut.

"Yah, tetapi aku tidak menyangka kalian yang sangat mirip dengan anggota kekaisaran murni bisa dalam keadaan yang seperti ini," katanya sambil berdecak pinggang.

Tolong jangan mengatakan hal yang menakutkan begitu dong, walau begitu aku hanya bisa menatapnya kesal karena tidak tahu kata-kata. Tiba-tiba saja kakak mendekatiku. Aku memang tidak bisa melihat ekspresinya dari belakang tetapi sepertinya ia berwaspada.

"Ah maaf, aku tidak bermaksud membuatmu takut," katanya panik.

"Apa kakak mengerti maksudnya?"  Biasanya kakak tidak akan bertindak seperti itu tanpa alasan.

"Itu .... "

TIba-tiba pintu terbuka, tampaklah seseorang yang saat itu aku minta pertolongan dan seseorang lagi yang aku lihat sebelum pingsan. Sekarang aku bisa melihat dengan jelas kalau pakaian mereka seperti armor untuk prajurit. Kalau ini musim panas, baju itu sudah jadi sauna berjalan.

"Bagaimana?" tanya lelaki yang aku minta pertolongan, dia mempunyai rambut biru gelap dengan mata ungu gelap yang indah.

Seseorang lagi dengan rambut hijau dan mata yang senada melihatku dengan senyuman lebar. Aku membalasnya dengan senyuman dan mengangguk kecil. Keadaanku yang masih berada di kasur memang membatasi segalanya.

"Tenang saja, keadaannya sudah membaik hanya saja masih harus berjaga-jaga kalau sampai kondisi tubuh menurun."

Lelaki berambut biru gelap itu mengangguk. "Untuk kedepannya kamu harus menjaga omonganmu," katanya menatap tajam wanita yang memeriksaku.

Wanita itu terlihat kaget, bahkan aku sampai bisa melihatnya melompat sedikit dari posisi duduknya. "Ma-maafkan saya!"

Lelaki berambut hijau itu mendekatiku. "Maafkan ketidak sopanan saya," katanya dengan senyuman lalu menggendongku.

Karena kaget aku langsung berpegangan dengan ujung armornya. "Apa? Kenapa?" tanyaku. Padahal banyak terlalu banyak pertanyaan di kepalaku, sampai-sampai hanya bisa bertanya dua kata itu.

"Anda akan segera bertemu dengan ayah anda," kata lelaki berambut biru saat aku dan lelaki berambut hijau melewatinya.

Aku terdiam dan berpikir. "Ayah?" Memangnya siapa ayah kami? Trus tau dari mana dia?

"Itu benar, anda akan mengetahui saat sudah bertemu dengan Yang Mulia Raja," kata lelaki berambut hijau yang menurunkanku di bangku kereta kuda.

Yang Mulia ... RAJA?!?! Beban banget punya ayah Raja!!! Jadi apa yang tadi dikatakan dokter itu bukan bohongan?! Kukira dia cuman asal bicara!!

Semua pikiranku buyar saat kakak yang duduk di sebelahku menggenggam tanganku. Wajahnya menunduk, melihat ke bawah. Aku menggenggam tangan kakak yang berhasil membuatnya melihatku. Karena tidak tahu harus mengatakan apa-apa, aku hanya bisa tersenyum dan menyandarkan diriku di lengannya. Tenang saja kak, apa pun yang terjadi nantinya aku akan selalu di sisi kakak.

.
.
.
.
.

Jadi mulai sekarang saya akan update setiap 2x seminggu.

Ini dia list ceritanya:

1. The 7 Element Controllers

2. New Daily Life Royal Twins

3. A Little Hope [Revisi]

4. As Blue Sea

5. My Family is Perfect But I'm Not

6. Akar Merah
Itu dia urutannya, bisa dicari setelah saya posting.

Mungkin ada perubahan dari tata bahasa dsb-dsb tapi semoga kenyamanan dalam membaca masih bisa dinikmati yaa~

Sampai jumpa kembali :3


-(11/05/23)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro