Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6


Ah, aroma kebebasan memang beda. Jauh lebih baik dari udara di tengah ruangan sempit dengan tempat tidur dan kloset serta wastafel dalam satu tempat dan jeruji besi menjadi pintunya. Pria itu menarik napas dalam, mengembuskannya perlahan sebelum menyeringai dan meninggalkan penjara federal Arkansas.

Arkansas adalah tempat tersialnya. Marvin Wood, pria yang lebih sering dipanggil Wood karena tak ada yang cukup akrab untuk memanggil nama depannya, harus mendekam di sel sempit selama sepuluh tahun atas tuduhan pemerkosaan yang ia lakukan.

Bukan sesuatu yang baru. Hanya saja, Wood pikir ia lebih beruntung ketika berada di Texas, Dallas, bahkan Oklahoma sekali pun. Hukumannya kurang dari sepuluh tahun dan ia hanya sampai di state prison. Tempat yang tidak lebih buruk dari penjara federal.

Wanita yang ia perkosa terakhir adalah wanita usia akhir dua puluhan dengan surai ash blonde sepunggung yang indah. Iris birunya menatap nyalang ke arah Wood, membuat pria setengah abad itu merasa tertantang dan ingin mengubah tatapan itu menjadi tatapan ketakutan.

Oh, Wood paling suka kalau ada wanita yang menatap takut ke arahnya. Memohon-mohon demi hidup mereka hingga menangis sesegukan. Wood suka. Ia suka perasaan puas yang timbul ketika wanita-wanita itu berteriak kesakitan dan membuat mereka merasa lebih baik mati saja.

Hanya saja, Wood kali ini cukup sial karena wanita itu mampu menyeretknya ke pengadilan hingga membuahkan hukuman selama sepuluh tahun. Korban tertangguh yang pernah Wood temui. Sebelumnya mereka tak pernah berhasil menyeret Wood untuk benar-benar menjalani hukuman sesuai dengan kejahatannya.

Wood biasanya hanya masuk penjara karena pelecehan seksual ringan. Pria tua itu cukup licik untuk mengelabui para jaksa-jaksa pengusut kasusnya dan berhasil memilih atau setidaknya, mengolah pengacara murahannya hingga hukuman pria surai keriting itu berkurang hingga setengah kali.

Sayangnya, tak berhasil untuk wanita jalang yang satu itu.

Setelah menjalani masa tahanan selama sepuluh tahun, Wood bahkan tak yakin kalau ada keluarganya yang mengingat dirinya atau mencari Wood. Mereka hanya kumpulan orang-orang dungu yang menjijikkan. Berpura-pura baik dan segala macam bentuk kasih sayang yang memuakkan. Wood benci mereka dan ia rasa, mereka juga membencinya.

Mereka mengabaikan Wood jauh sebelum pria itu mulai menjadi penghuni tetap penjara. Jauh sebelum pria itu melakukan kejahatan pertamanya. Wood bahkan sampai tak ingat wajah-wajah mereka yang sama sekali tidak penting.

Tak ada alasan untuk mencari mereka. Maka, ketika Wood bebas, tujuan utamanya adalah club murahan terdekat. Di tempat seperti itu, macam-macam pekerjaan kotor bisa menghampirinya. Wood sama sekali tak keberatan. Ia benar-benar butuh uang kalau mau bertahan hidup dan menghirup udara segar.

Wood memasuki club secara asal, bertemu dengan pria-pria bertubuh tegap dan bermata bengis lalu membuat beberapa kesepakatan. Setelah satu jam lima belas menit berlalu, Wood keluar dari tempat itu dengan senyum sumringah dan tawa yang tak henti-hentinya hingga beberapa orang yang berpapasan dengannya di pintu masuk menatap aneh ke arah pria itu.

Pekerjaan Wood kali ini tak begitu susah. Hanya mengantar drugs. Beberapa kantong sabu-sabu dan sekitar sepuluh kilo ganja. Bukan jumlah yang besar, hanya saja, ia harus mengirimnya ke beberapa orang yang cukup rawan.

Bayarannya lumayan. Tiga ratus dollar tunai. Cukup untuk membeli junk food, alkohol, dan mungkin rokok. Lagi pula, ketika ia menyelesaikan tugas dan mendapat uang, Wood akan melarikan sedan second yang diberikan sang bos anonim untuknya selama pengiriman. Wood hanya mengubah kata 'selama pengiriman' menjadi miliknya selamanya.

Seperti perkiraan Wood, pengiriman narkobanya ke beberapa tempat di Arkansas berjalan mulus. Mungkin beberapa kali hampir tertangkap sheriff yang sedang bertugas tidak begitu buruk. Wood hanya perlu memerhatikan kecepatannya, bersikap ramah, dan mengalihkan perhatian sang sheriff hingga ia tak punya waktu berpikir dua kali bahwa ada benda-benda terlarang di bawah jok mobil di kursi belakang.

Mempunyai latar belakang sebagai tahanan yang baru bebas menjadikan Wood sasaran empuk, sekaligus alasan melarikan diri yang lumayan meyakinkan. "Dengar Pak, aku baru saja keluar dari penjara federal. Kau lihat aku? Masih waras kan?" tanya Wood retorik ke salah satu sheriff yang pernah ia temui. "Karena aku berhasil keluar dengan keadaan waras dari sana, kupikir aku tidak mau kembali lagi. Sangat sulit untuk tetap waras di sana. Kalau mau, kau bisa coba sendiri, Pak."

Sheriff itu menggeleng, lalu mengembuskan napas. "Yeah, pemikiran bagus. Mister Wood. Aku harap semua mantan nara pidana berpikir sepertimu."

"Oh, tenang saja. Semua bekas nara pidana pasti punya pikiran yang sama. Selamat malam." Wood memberikan salut dengan dua jari kepada sheriff yang lebih muda darinya. Sheriff itu membalas. Dengan begitu, Wood kembali memasuki sedannya dan melenggang santai di jalanan. "Dasar sheriff dungu! Tentu saja semua penjahat sepertiku."

...

Rencana Wood sukses besar. Tiga ratus dollar di tangan dan sebuah sedan curian yang kini bertengger manis beberapa blok ke timur dari tempatnya sekarang. Klub malam di sisi timur Arkansas. Mungkin Wood akan pergi ke timur lagi, melintasi perbatasan negara bagian ke Mississippi atau Tennessee. Entahlah, pria paruh abad itu belum memutuskan.

Sekarang, ia hanya ingin menyesap rokoknya dan menghabiskan sisa whisky yang masih di gelasnya. Kesadaran Wood semakin berkurang. Riuh rendah dentuman musik tak mengganggunya. Ketika Wood keluar, berjalan menuju sedan curiannya, Wood yakin kalau ada beberapa orang yang membuntutinya.

Sepertinya sang bos anonim cukup ketat dengan aturan yang ia punya.

Wood tak punya pilihan. Dalam keadaan setengah teler, Wood menyalakan mesin mobil dan melaju asal di jalanan. Tak ada tujuan membuat Wood mengendarai sedan birunya semakin ugal-ugalan. Perseta dengan orang-orang yang mungkin akan menangkapnya. Sheriff lokal maupun kaki tangan mantan bosnya. Wood tidak akan heran kalau sampai keesokan harinya ia tersangkut di semak-semak atau tewas sekali pun. Wood tak peduli. Sungguh.

Dan, keberuntungan terjadi. Wood tiba di sebuah desa dengan selamat. Plank depannya bertuliskan 'Neverville' berwarna putih kusam di atas papan kayu yang mulai mengelupas. Wood mengerang ketika sakit kepala menderanya.

Mungkin ia tak benar-benar beruntung.

...

Dengan sisa uang yang tipis, Wood mengemudikan sedan birunya ke jalanan desa yang tak begitu ramai. Sejauh ini, ia hanya berpapasan dengan dua mobil pick up berwarna hitam dan silver. Wood sama sekali tak ada ide ia berada di mana. Pria tua itu tak pernah mendengar tempat yang bernama Neverville. Desa ini hampir tak pernah ada yang tahu.

Cukup aneh untuk wilayah desa yang lumayan luas.

Wood memarkir sedannya di tepi jalan saat ia menjumpai sebuah mini market di pinggir jalan. Pria itu bergegas turun dan masuk. Mungkin membeli roti, sebotol air, dan aspirin dapat memperbaiki denyutan kepalanya. Hang over memang selalu menyebalkan.

"Semuanya delapan dollar lima puluh sen," ujar si kasir yang berupa remaja tanggung dengan bibir melengkung turun. Wood pikir pasti orang putus sekolah yang membenci hidupnya karena, hei, mana ada bocah yang sudah bekerja di pagi hari tanpa semangat?

Setelah Wood menerima kembalian, pria itu kembali berkeliling desa. Hanya ada bangunan rumah-rumah lokal, mini market, groeceries, beberapa tempat umum yang ia malas hanya untuk sekadar meliriknya dan hamparan perkebunan kapas.

Wood butuh kopi. Tak perlu banyak waktu, pria itu langsung menuju satu-satunya café yang ada di desa ini yang tadi telah ia lewati.

Wood menghela napas. Bensinnya sedikit lagi menyentuh huruf 'E' sedangkan pom bensin sudah ia lalui lima belas menit yang lalu. Kulit gelapnya berkilau di terpa cahaya matahari sore. Setelah seharian mengelilingi desa ini, Wood pikir tempat ini adalah tempat agak terpencil yang jarang dikunjungi orang luar. Bahkan, akses jalan ke luar desa hanya ada tiga dan ketiganya cukup buruk.

Wood jadi bertanya-tanya caranya ia berhasil mengemudikan mobil dengan selamat melewati tikungan tajam dan jalan berlubang.

Mungkin ia benar-benar beruntung.

Mungkin juga tidak.

...

Ketika malam tiba, Wood mendapati dirinya berada di satu-satunya café yang ada di desa ini. Tempatnya cukup nyaman. Dinding kaca dari pinggang ke atas dengan meja dan tempat duduk yang tersebar. Di tengah-tengahnya, terdapat konter persegi empat, di mana sosok wanita berdiri di tengahnya sambil mengelap gelas. Beberapa orang duduk mengelilingi konter itu dan berbicara dengan wanita itu, sementara dua pelayan café lainnya berjalan mondar-mandir melayani pelanggan sebelum berbalik menghilang di bilik pintu dengan tulisan 'staff only' yang berada di sudut belakang café.

Setelah menikmati makan malam dan mengabaikan smoothie gratisnya –itu sambutan untuk orang pendatang sepertinya karena desa ini jarang memiliki pengunjung dari luar– Wood segera meninggalkan tempat itu. Sepertinya ia tak tahan berada di tempat sepi nan terpencil ini. Tidak ada yang menarik. Tidak ada pekerjaan yang bisa ia lakukan.

Wood telah berkendara melewati jalur yang seingatnya adalah jalan menuju keluar desa. Tetapi, Wood mengernyit ketika di perempatan terakhir, ia memilih belok ke kanan, ia malah berakhir di jalur yang salah. Wood lagi-lagi kembali ke desa itu.

Kedua kalinya, Wood berbelok ke kiri. Mungkin ia sedikit linglung mengenai kanan dan kiri. Ah, ingatannya saat mabuk memang payah. Wood rasanya ingin memukul kepalanya karena bodoh.

Namun, setelah Wood berbelok ke kiri, bukannya jalan keluar desa yang ia temui, melainkan café tempatnya makan malam. Pria itu mengacak surai keriting hitamnya kesal. Ia pun memilih untuk keluar dan bertanya mengenai jalan keluar desa. Tak mau buang-buang bensin untuk mencoba hal yang sia-sia.

"Maaf, kami telah tutup," sapa seorang pelayan wanita ramah. Walaupun begitu, rasanya Wood ingin memutar bola matanya tak peduli. Tetapi, iris obsidian Wood tiba-tiba bergerak ke atas lalu ke bawah, memerhatikan wanita itu secara seksama.

Tubuh tinggi tegap. Bokong seksi. Bibir ranum yang menggoda ketika tersenyum. Lalu, surai hitam yang belum pernah masuk ke daftar korban Wood. Tiba-tiba, pria itu jadi bersemangat.

Ah, persetan dengan jalan keluar dari desa ini. Sepertinya wanita itu akan bersenang-senang sejenak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro