Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3


Jake menekan tombol play pada radionya setelah pria itu meletakkan kaset pertama ke bagian pemutar kaset. Dua buah lingkaran di tengah kaset berputar, pita-pita di dalam kaset mulai bergerak, menghasilkan suara yang Jake kenal betul.

"Hei, Jake." ujar Rose lembut. "Well, Jake, ada beberapa hal yang sangat penting yang harus aku sampaikan kepadamu. Kumohon dengarkan aku Jake, karena ini sangat penting."

Kerutan muncul di dahi Jake. Dia sama sekali tidak punya petunjuk mengenai hal penting yang akan dibahas oleh Rose. Rose tak pernah seperti ini, mengirim paket anonim aneh tanpa penjelasan apa pun –abaikan note kecil yang sama sekali tak membantu– kepada Jake.

Mereka hanya ... berbicara. Yeah, Jake dan Rose selalu membicarakan masalah mereka secara terbuka. Tidak ada rahasia. Tidak ada kebohongan. Jake memercayai Rose sebanyak dia percaya pada dirinya sendiri.

"Kau ingat pertemuan pertama kita?" Suara Rose mengalir dari untaian pita-pita cokelat di dalam kaset. Suara itu mampu membawa kembali kenangan Jake ke dua tahun silam. Tepatnya, ketika mereka pertama kali bertemu.


...


Saat itu musim semi. Pertengahan bulan Mei, di mana udara masih cukup dingin untuk mengenakan summer dress putih selutut yang berbahan katun. Tetapi, di sanalah ia, seorang wanita muda yang tengah berbicara dengan wanita lain di balik konter. Surai hitam sepunggung yang kontras dengan dress yang dipakai wanita itu menarik perhatian Jake.

Ketika wanita itu berbalik, pandangan mereka bertemu. Jake memandang langsung ke iris cokelat terang yang mampu menghipnotisnya hingga ia terlihat seperti pria bodoh. Terpaku karena seorang wanita di siang bolong. Benar-benar memalukan.

Wanita itu mengulas senyum, memamerkan lekukan bibirnya ketika melengkung ke atas. Jake sama sekali tak berkedip, bahkan saat wanita itu berjalan keluar melewati pintu kaca café dan Jake masih setia mengikuti gerakannya. Saat itu, Jake tersadar setelah mendengar suara wanita di balik konter yang meneriaki dirinya karena menghalangi jalan.


...


"Love at first sight, eh." Jake tertawa kecil. Di pertemuan pertama mereka, Jake telah jatuh pada pesona Rose, wanita dengan surai dan mata yang hanya dimiliki oleh orang-orang di timur sana, walaupun Rose sendiri tidak memiliki gen yang berasal dari Asia.

"Kuharap kau tidak melupakannya Jake, karena aku sama sekali tidak bisa melupakan tatapanmu saat itu." Jake membenahi posisi duduknya, hingga ia benar-benar terfokus mendengarkan apa yang akan Rose sampaikan. "Kau tahu Jake, sejak saat itu, bayangan wajahmu melintas beberapa kali di pikiranku, hingga pertemuan kita berikutnya."

Ingatan Jake kembali ke pertemuan kedua mereka. Bukan pertemuan yang menyenangkan sebenarnya, tapi Jake sama sekali tak masalah. Malah, ia senang bertemu dengan Rose saat itu.

"Pertemuan yang buruk sebenarnya. Tetapi, kalau kau tidak datang saat itu, mungkin kita tidak akan sampai di tahap ini." Rose tertawa kecil. Jake membayangkan Rose yang tengah bernostalgia ketika wanita itu merekam suaranya. "Kau melihatku di saat yang paling buruk. Aku malu mengakuinya, tapi dipecat di hari keduamu bekerja, it's really suck. Dan, tolong, kalau kau masih ingat umpatan-umpatan yang dilayangkan nenek itu terhadapku, lupakan itu Jake. Aku benar-benar malu, asal kau tahu."

Jake ingat. Ia sama sekali tak bisa melupakan apa pun yang berhubungan dengan Rose. Termasuk pertemuan kedua mereka.


...


Saat itu, Jake yang belum memiliki colt kesayangannya harus berjalan menuju kebun kapas, tempatnya bekerja. Ketika pria itu melewati salah satu rumah, dua orang wanita tengah berdiri di dekat pagar bercat putih. Satunya seorang nenek yang rambutnya telah memutih dan satunya lagi, Jake ketahui sebagai satu-satunya wanita aneh yang memakai dress tipis di musim semi. Orang sama yang ia temui di café tempo hari lalu.

Langkah kaki Jake terus mendekat sampai pembicaraan kedua wanita itu terdengar, Jake berhenti. Dia terkejut mendapati si nenek malah berteriak tak sopan kepada wanita itu. Jake tak ingat kata-kata nenek itu. Jake terdiam di sana, wanita muda itu diteriaki tanpa perlawanan hampir sepuluh menit, sebelum sang nenek membanting pintu pagar, meninggalkan wanita itu sambil mengomel.

Wanita itu terdiam, memandang rumah dengan tembok batu bata itu beberapa saat sebelum mengembuskan napas dan berbalik. Saat itu, Jake telah berdiri di depannya.

"Mau bekerja denganku?" tawar Jake. Setelah tidak sengaja menguping, sedikit tidaknya, Jake sadar akar dari permasalahan mereka. Wanita adalah pembantu rumah tangga yang dipecat oleh si nenek beserta umpatan-umpatan dan kata-kata kasar.

Wanita itu mendongak, menatap Jake tepat pada iris abunya. Dia seolah-olah mencari kebohongan di sana atau setidaknya keraguan. Tetapi, ia tidak menemukannya. Jake tidak main-main dengan ucapannya.

"Kau- apa yang kau inginkan?" tanyanya lirih.

"Oh, maafkan ketidaksopananku. Aku Jake McLean," ujar Jake sambil mengulurkan tangannya, "dan aku ingin menawarkanmu pekerjaan. Bagaimana menurutmu?"

Uluran tangan Jake disambut. "Roseanne Lang." Wanita itu masih menatapnya curiga. "Jangan-jangan kau mendengar yang tadi?" tanyanya lebih seperti pernyataan. Pupilnya melebar, menatap terkejut ke arah Jake.

Jake menggaruk tengkuknya, merasa malu karena telah menguping pembicaraan orang lain. "Yeah ... um, aku tak bermaksud, kau tahu, untuk menguping atau apa. Aku hanya ... hanya tak sengaja lewat."

Wanita bernama Rosanne Lang itu menarik napas kasar, "Dengar Mr. McLean," wanita itu berkacak pinggang, menatap Jake sengit, "jangan pernah ikut campur urusan orang lain. Terutama orang asing yang kau temui di jalan."

"Sorry, aku tidak bermaksud ikut campur, sungguh." Jake mengikuti wanita bernama Rose yang melangkah cepat, jelas sekali ingin pergi darinya. "Lagipula, kita bukan orang asing, kau tahu."

Rose berhenti mendadak, membuat Jake yang berjalan di belakangnya membentur punggung Rose. Wanita itu berbalik cepat, mengabaikan ringisan Jake yang mengusap-usap hidung mancungnya. "Apa maksudmu?"

"Kita bukan orang asing karena aku baru saja mengenalkan namaku, begitu juga denganmu. Benar kan, Ms. Lang?"

Rose memutar bola matanya, diam-diam memberi isyarat 'yang benar saja' sebelum kembali menghadap depan dan melanjutkan langkah kaki jenjangnya. Jake berjalan tepat dua langkah di belakang. "Hubungi aku kalau kau mau bekerja Ms. Lang."

Rose tak menggubrisnya.

Seminggu kemudian, wanita itu resmi menjadi pembantu rumah tangga paruh waktu Jake dan pria itu harus menunggu hampir setahun lagi untuk membeli colt idamannya.


...


"Kalau dipikir lagi, aku benar-benar menyebalkan saat itu. Maafkan aku, Jake," ujar Rose di dalam rekamanannya, "aku bersyukur bisa bekerja denganmu. Kau majikan terbaik yang pernah aku temui sejauh ini."

"Majikan terbaik? Astaga ...," Jake tanpa sadar tersenyum. "Kukira kau akan bilang 'pacar' terbaik. Sayang sekali." Jake bermonolog. Entah kenapa Jake merasa dungu karena membalas setiap rekaman perkataan Rose.

"Dan aku tahu kau pasti protes karena aku menyebutmu majikan, bukannya pacar." Seolah menjawab gumaman Jake barusan, rekaman suara Rose mulai mengalun merdu. Jake hampir terjungkal karena Rose tepat sasaran.

"Kau tahu, sampai saat ini aku masih tidak terbiasa menyebutmu 'pacarku'. Jujur, sebenarnya aku tidak ingin mengatakan ini," Jake menelan ludah, "aku malu."

Hah? Apa? Jake tidak salah dengar kan?

"Aku malu Jake. Ini pertama kalinya aku memiliki pacar."

Jake tak bisa menahan senyumannya yang semakin melebar. Jake benar-benar tak percaya ketika di usia yang mencapai dua puluh tahunan, Rose sama sekali tak pernah berpacaran. Oh, kehidupan remaja Rose sama sekali tak terbayangkan.

"Kau ingat kencan pertama kita?" tanya Rose retorik. "Kenangan itu masih segar di ingatanku Jake. Saat kau muncul di pintu rumahku dengan senyum gugupmu, saat kita berdua melangkah keluar berjalan menuju Momo Feast, hingga percakapan tidak penting semacam, aku tersandung kakiku sendiri ketika baru bangun tidur pagi itu.

Rasanya menyenangkan sekali, Jake. Aku tidak pernah tahu kalau berbicara dengan seseorang bisa semenyenangkan itu. Dan, malam itu, ketika kita duduk mengamati bintang seperti kencan-kencan dramatis anak sekolahan yang dulunya kuanggap konyol, aku tahu aku sudah gila. Ya, Jake. Saat itu, untuk pertama kalinya, aku jatuh cinta kepada seseorang."

Kaset masih terus berputar. Intonasi Rose naik turun. Nadanya mampu membuat Jake kembali ke masa lalu.

"Ketika bersamamu, rasanya seperti ribuan kupu-kupu yang siap terbang bergejolak di perutku. Jantungku berpacu lebih cepat ketika kau tersenyum sambil menatapku. Bahkan, kau sendiri tiba-tiba menjadi prioritas. Membuatmu senang adalah tujuan bagiku. Perasaan asing itu, entah kenapa, aku menyukainya, Jake."

Jake mendengarnya. Pria itu terpekur, tidak menyangka kalau Rose bisa begitu lihai menyusun semua ini. Pengakuannya benar-benar memuat Jake speechless.

"Kemudian, seminggu yang lalu, kau sempat bertanya kepadaku," Jake mengrutkan alis, "kau bertanya mengenai pernikahan Jake. Sesuatu yang benar-benar asing di telingaku. Kau duduk di meja makan rumahmu, tersenyum ke arahku sambil memintaku untuk menikahimu."

Ah, benar. Jake ingat pagi itu. Saat ketika Jake jatuh cinta untuk kesekian kalinya kepada wanita impiannya. Roseanne Lang. Rose yang manis. Rose yang berdiri di depan kompor dengan celemek. Pemandangan domestik itu membuat Jake tak tahan, hingga ia tanpa sadar, yah, well, melamar wanita itu.

"Lamaran yang sama sekali tidak romantis. Beda jauh dengan drama-drama di luar sana." Rose terkekeh di dalam rekaman. Jake memerah malu. Sekadar informasi, Jake memang bukan pria yang romantis dan Rose benar-benar menyadari itu. Wanita itu suka mengusili Jake karena Jake yang malu benar-benar imut. "Walau pun begitu, aku tahu kau serius Jake. Karena itu, aku juga akan menjawabnya dengan serius."

Jake menelan ludah. Keringat dingin meluncur dari pelipisnya. Suara Rose berhenti selama beberapa tiga detik sama sekali tak membantu, malah menambah rasa penasaran sekaligus ketegangannya.

"Maafkan aku, Jake."

A-apa?

Jake salah dengar kan?

"Maafkan aku, Sayang. Aku mencintaimu," Suara Rose terdengar nyaring di telinga Jake. Kedua alis pria dengan surai auburn itu tertekuk ke bawah. Ia benar-benar tak mengerti. "Tetapi kita tidak bisa menikah Jake."

Jake ingin menemui Rose saat itu juga, meyakinkan dirinya sendiri kalau rekaman ini salah. Berbicara dengan Rose secara langsung terdengar lebih baik. Ah, benar. Dia harus menemui Rose.

Namun, sebelum Jake bangkit dari kursinya, suara Rose mampu membuatnya kembali ke posisi semula.

"Jake, kau ingin tahu alasanku tidak bisa menikahimu, kan? Dengarkan rekaman ini hingga habis, Honey." Jake langsung terduduk.

"Silakan keluarkan kaset ini dan balik sisinya. Cerita berikutnya akan menantimu." 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro