Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 2


Pernah mendengar tempat bernama Neverville?

Tak banyak yang pernah mendengar nama desa itu. Seolah-olah sang desa sendiri berada di antara kenyataan dan tidak. Bahkan setelah teknologi canggih semacam peta digital ada, desa yang satu itu masih dipertanyakan karena pada peta digital hanya tertera seonggok tanah perkebunan seluas satu setengah mil lebih yang kosong.

Terletak di timur Arkansas, delapan puluh mil ke barat dari kota Memphis, desa ini hampir dipenuhi oleh perkebunan kapas dengan penduduk yang kurang dari dua ratus orang. Dalam usianya yang mencapai dua puluhan, Jake McLean tak pernah tahu akan keberadaan desa ini. Tidak, sebelum seorang agen real estate aneh yang mengenalkannya.

Jake tidak ingat nama pria itu. Hanya senyum anehnya yang terasa mencekam dan kilatan licik bola mata sebiru langit yang Jake ingat. Mereka bertemu di sebuah bar. Ketika Jake hanya memiliki lima puluh ribu dollar setelah dia dipecat dari pekerjaan terakhirnya. seratus ribu dollar tanpa tempat tinggal, mobil, bahkan pakaian ganti tidak terdengar bagus. Tinggal di motel juga terdengar sama tidak bagusnya.

Ketika pria aneh itu menawarkan Jake tanah seluas dua are dengan rumah yang memiliki tiga kamar tidur seharga empat puluh lima ribu dollar, Jake langsung mendengus keras. Pria di sampingnya pastilah mabuk. Mungkin terlalu banyak menyesap bourbon membuat pikirannya kacau. Jake tak peduli.

Sayangnya, tawaran rumah gila itu tak berhasil keluar dari pikiran Jake, hingga keesokan harinya, dia duduk di sebuah sofa di tengah kantor tua kecil. Jake mengerutkan alis ketika mengetahui rumah itu terletak di Woodruff County di sebuah desa kecil yang Jake tak pernah dengar namanya. Agen tua itu mengusap-usap dagunya sambil tersenyum yang entah kenapa membuat Jake merinding.

Namun, di sinilah ia sekarang. Neverville. Desa yang sampai saat ini sangat tenang hingga membuat Jake berpikir kalau tidak ada orang yang tinggal di sini selain dirinya. Seorang pria usia seperempat abad dengan surai auburn yang mencuat ke segala arah ditutupi topi khaki tua dan sepasang boots hitam yang sama usangnya.


...


"Sayang, ada kiriman paket untukmu!"

Jake pikir dia adalah satu-satunya makhluk hidup selain hamparan kebun kapas di sini ternyata salah. Seminggu setelah kepindahannya dua tahun yang lalu, ia bertemu dengan seorang wanita. Roseanne Lang. Wanita yang lebih muda setahun darinya itu terlihat cantik walaupun ia begitu sederhana. Dress musim panas berwarna putih adalah favoritnya. Tanpa make up, iris cokelat terang itu mampu menyihir Jake hingga tak berkedip selama beberapa saat.

Well, sisanya kurang lebih bisa ditebak dengan mudah.

"Taruh saja di atas meja, Honey." Jake mengeraskan suaranya sambil menuangkan segelas kopi yang baru saja ia ambil dari mesin kopi. Dua piring pancake terhidang lezat di atas meja mau tak mau membuat sudut-sudut bibir Jake tertarik ke atas. "Paket dari siapa?" tanya Jake, ketika seorang wanita memasuki dapur.

Wanita itu, Roseanne Lang, mengedikkan bahu. "Anonim." ujarnya singkat, "Kurasa kau kehabisan sirup maple, mau selai bluberi?" tawar wanita yang akrab disapa Rose itu.

"Aneh," Jake mengerutkan dahi. "Aku tidak pernah mendapat paket tanpa identitas sebelumnya. Dan, yeah, bluberi tak masalah. Aku suka." Jake menyeruput kopinya.

Rose tertawa kecil. Jake tidak pernah pilih-pilih makanan. Bahkan, pria itu semacam vacum cleaner kalau sudah dihadapkan dengan makanan. "Ini pancake-mu, Sweetie."

"Jadi, apa rencanamu hari ini?"

"Seperti biasa, kurasa. Membersihkan rumah, berbelanja, sejak persediaan kulkasmu mulai memprihatinkan, dan pergi ke Momo Feast untuk segelas smoothie. Entahlah, aku tak yakin. Yang pasti aku akan kembali sebelum jam lima sore."

"That's sound good." Dengan begitu, mereka mengakhiri sarapan tepat pukul 9.00, meninggalkan Rose yang mencuci semua piring dan gelas kotor sementara Jake berjalan ke halaman sebelah kanan rumahnya. Di sana, ada sebuah garasi dengan colt abu-abu yang tertidur di tengahnya.

Sepuluh menit kemudian, Jake telah melintasi jalan beraspal yang mulai memudar dengan colt abunya. Ia melewati dua blok rumah yang letaknya agak berjauhan. Rumah-rumah yang ia lewati terkesan kusam dan kuno dengan kebun samping mereka yang ditumbuhi tanaman liar. Tempat itu juga terkesan sepi.

Colt milik Jake terus berjalan, membelah kawasan perumahan yang merupakan tetangga Jake. Oh, omong-omong tentang tetangga, Jake selalu merasa kalau nenek-nenek tiga blok di utara rumahnya cukup menyebalkan. Alis mengerut dan tatapan tajam yang selalu di arahkan ke wajah Jake cukup mengganggu. Sama seperti saat ini. Ketika Jake tak sengaja menoleh ke luar jendela dan bersitatap dengan sang nenek.

Jake berdeham, mengalihkan pandangannya kembali ke jalanan dan menelan senyuman ramah yang dua tahun ini selalu tak terbalas. Dasar nenek aneh.

Well, dengan sisa uang Jake, pria setinggi 5,9 kaki itu mampu membeli sebidang tanah yang dia gunakan sebagai lahan perkebunan kapas. Impian Jake setelah keluar dari pekerjaan membosankan yang Jake tak ingin kenang di dalam hidupnya.

Letak perkebunan Jake hanya lima belas menit ke utara dari rumahnya. Dia hanya perlu melewati tiga blok rumah sebelum berbelok ke kanan. Jake juga melewati Momo Feast, sebuah café yang buka dari fajar hingga jam sembilan malam dengan smoothie sebagai menu favoritnya. Pukul sembilan pagi, orang-orang mulai berjalan ke luar café setelah mendapat sarapan mereka.

Setelah melewati café dan dua blok rumah lainnya, Jake disambut pemandangan hamparan putih kebun kapasnya yang siap dipanen. Jake segera memarkir colt-nya dan berjalan ke gudang yang ia gunakan bersama James, pria berumur lima dekade yang bekerja sebagai petani hampir seluruh hidupnya dan pemilik lahan yang ada di sekitar tempat Jake.

Pak Tua James, begitu Jake memanggilnya, sangat membantu Jake dalam pekerjaanya sebagai petani kapas muda. Oh, bahkan, mereka bekerja sama mulai dari menanam benih hingga menjual berton-ton kapas bersama.

"Morning, Jake." sapa Pak Tua James setengah berteriak karena dirinya berada di balik kemudi mesin pemanen kapas raksasa berwarna hijau dan kuning. Siap untuk mengeluarkan mesin itu dan membiarkannya mengelilingi perkebunan.

"Morning too, Mr. James. Selalu siap untuk memanen gumpalan lembut kita, huh?"

"Tentu saja! Ini yang aku tunggu-tunggu anak muda." Jake tertawa, begitu juga dengan pria tua itu. Well, sisa waktu Jake hari itu ia habiskan bersama Pak Tua James berada di di sana, memanen setiap gumpalan kecil kapas hingga menjadi gulungan berdiameter hampir satu meter yang berada di bagian belakang mesin dengan empat roda itu.


...


Jake kembali ketika matahari mulai terbenam di ufuk barat. Pria itu membuka pintu rumah yang bercat putih dan segera berjalan masuk, berjalan ke dapur dan meminum segelas air dingin.

Ketika Jake memasuki ruangannya, pria itu disambut dengan paket anonim yang Rose katakan pagi tadi. Oh, omong-omong mengenai Rose, Jake tak melihat atau mendengar wanita itu dari tadi, padahal dia mengatakan akan kembali pukul lima, yang nyatanya telah lewat hampir satu jam yang lalu.

Tidak biasanya.

Berbekal rasa penasaran, Jake mengambil bungkusan kertas cokelat itu dan membuka isinya. Sebuah kotak. Jake terduduk di kursi dekat jendela kamarnya. Ia membuka kotak itu dan menemukan enam buah kaset lama.

Jake mengerutkan alis. Dia mengambil satu-persatu kotak-kotak kaset dan membolak-baliknya untuk menyadari setiap kaset bertuliskan angka satu hingga enam dengan spidol hitam di antara dua lingkaran. Jake menyejajarkan keenam kaset di atas mejanya. Dia sama sekali tak mengerti. Seingatnya, Jake tak pernah membeli kaset atau menerima apapun yang mungkin berhubungan dengan kaset.

Aneh.

"Apa ini?" gumam Jake sambil mengambil sebuah note kecil yang ada di kotak kaset tadi.

To: Jake McLean

Dear Jake, Kumohon dengarkan keenam kaset ini. Jangan kemana-mana sebelum kau benar-benar menyelesaikan semuanya.

I'm so sorry, Jake.

Love you,

-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro