29. BUKU HAMIL
Hola guisss, aku update hehehh
Btw, bentar lagi puasa, nih. Aku, kan, Hindu, ya, jadi nggak rayain puasa. Kadang pas puasa tuh aku berburu takjil di musholla deket rumahku, kadang agak jauh jg nyarinya wkwkwk. Ini momen yg kutunggu-tunggu, sih
Karena bulan ini sudah memasuki bulan puasa, selamat menunaikan ibadah puasa yaaa!❤️
Happy reading. Besok atau nanti malam/pagi jam 1 cerita ini tamat wkwkw
Mentari telah menampakkan sinar, pertanda hari sudah pagi. Dari jam enam pagi, Cia sudah memasak dan menyiapkan bekal makan untuk dirinya dan Neron. Di kantin kampus makanannya tidak sesuai dengan yang Neron butuhkan. Oleh karena itu, ia harus memasak makanan penuh gizi supaya stamina sang suami tetap terjaga. Kini cewek itu tengah memasukkan steak salmon ke tupperware Neron, sedangkan nasi goreng ke wadah miliknya.
Neron baru saja turun dari lantai atas dengan tas yang tersampir di bahu. Ia melihat Cia sedang merapikan makanan di dapur. "Cia," panggilnya.
Cia mengalihkan atensi pada Neron. "Hm?"
Neron berjalan ke belakang Cia. "Kamu udah siap?"
Cia memutar badan agar menghadap ke arah Neron. Ia menaikkan alis sebelah kiri. "Siap punya anak?"
Neron tertawa kecil. "Siap kuliah, Sayang."
Cia mengangguk. Kedua tangannya begitu sibuk memasukkan makanan-makanan ke dalam tote bag kain warna biru tua. "Udah, kok. Bentar lagi kelar, aku lagi masukkin bekel untuk kita makan di kantin."
Neron menatap kagum istrinya. Biasanya ia jarang makan di kantin karena makanannya tak sesuai dengan gizi yang ia perlukan. Cia memang tahu apa saja kebutuhannya. "Weh, ceritanya mau ngajak makan bareng, nih?"
"Yoi." Cia mengikat tali tote bag agar makanan tak terjatuh, menenteng tas kain itu dengan tangan sebelah kanan, sedangkan tas kuliahnya ia sampirkan di bahu. "Kita jarang makan bareng di kampus, makanya aku ngajak kamu makan di kantin. Kamu mau, 'kan?" tawar Cia.
Neron tersenyum tipis, mengacak gemas surai Cia. "Mau, dong. Masa nolak ajakan istri tercinta?"
Kedua pipi Cia seketika bak kepiting rebus. "Aduh, pagi-pagi kamu udah gemesin." Cewek itu berdeham. "Ayo kita berangkat."
"Yuk," sahut Neron merangkul Cia.
***
Seperti biasa, di koridor kampus, banyak pasang mata menatap kedua sejoli berjalan menuju gedung fakultas Hukum. Tak dipungkiri ketenaran Neron membuat keduanya menjadi pusat perhatian. Setiap kali ada yang tersenyum pada Neron dan Cia, pasti pasangan itu membalasnya, walaupun ada beberapa dari mereka yang tak dikenal.
Langkah demi langkah mereka tapaki melewati tangga lantai tiga agar sampai di kelas Hukum A. Setelah membuka pintu, mereka disambut oleh Nila yang sudah duduk di dekat kursi depan kelas.
Neron masuk duluan, ia memberi kode pada Cia untuk ijin masuk ke dalam. Cewek itu hanya mengangguk, paham kalau Neron ingin memberinya ruang untuk bicara dengan Nila.
Nila menerjang Cia dengan pelukan bikin sesak napas. "CIA!"
Cia kelabakan membalas pelukan Nila, dia tak siap dengan dekapan yang tiba-tiba begini. "WOI! KENAPA LO TIBA-TIBA PELUK GUE?"
Nila melepas pelukannya. Ia berdecak malas. "Kangen, anjrot. Pasti lo sibuk berduaan mulu sama Neron, ya, di sana?"
Cia mendelik kesal. "Muatamu! Gue cuma sehari dapet mesra-mesraan sama Neron, besoknya pulang."
Nila pura-pura kecewa, tatapannya begitu mengejek Cia. "Yah, padahal, kan, malem-malem capek habis main."
Cia menarik pelan tangan Nila, mengajaknya ke dalam kelas. Ia juga bosan berdiri lama-lama di depan kelas. Kini keduanya berjalan beriringan.
"Nggak nyambung, deh. Pikiran lo gitu mulu, mending tobat baca wattpad 1821," ujar Cia.
Akhirnya, mereka sampai di tempat duduk mereka. Posisi duduk mereka saat ini adalah Neron di sebelah kiri, Cia tengah, dan Nila di kanan.
Cia melihat Neron sedang menonton pertandingan bola dengan kedua telinga memakai airpods. Ia menganalisis permainan Timnas tahun lalu yang diketuai oleh coach Made.
Nila menaruh tas di belakang punggung. "Yeu, sejak gue pacaran sama Kak Julio, gue nggak pernah baca gituan lagi."
Cia terkejut. Tak biasanya Nila bisa tak membaca cerita mengandung unsur dewasa. "Kok, bisa?"
"Takut kepergok baca gituan, malu kalo sampe ketahuan," jawab Nila.
"Palingan dia udah tau." Cia berspekulasi.
"Ya, memang," tutur Nila. "Dia sempet nggak sengaja klik wattpad gue pas mau pinjam hape buat nelpon hape dia, soalnya dia lupa naruh hape di mana. Ya udah, ketahuan perpus gue isi apa aja."
"Terus, gimana responnya?" Cia makin kepo.
Sejak dirinya ke Bali, hanya dapat sekali video call, sisa waktunya ia pakai untuk menonton di stadion, mengurus Valerie, serta menghabiskan waktu dengan Neron. Ia sudah bilang terlebih dahulu pada Nila. Untung saja, Nila mengerti kondisi Cia. Sekarang saatnya mereka puas berbicara, berbagi cerita seperti biasa.
"Responnya cuma 'Nah, loh, apa ini faster daddyhhh.', gitu," tutur Nila dengan wajah tak berdosa.
Cia jadi teringat akan sebulan pertama dirinya menikah dengan Neron. "Anjrit, mirip kayak gue pas terciduk sama Neron, cuma bedanya dia bilang, 'ah, jleb!'."
Nila menggeleng heran. "Hadeh, cowok memang paling semangat kalo ngomongin soal gituan."
"Halah, ngaca! Lo juga semangat kalo minta rekomendasi cerita gituan!" seru Cia.
"Santai, jangan ngegas mentang-mentang sering di-gas!" balas Nila.
Cia mengerut kening. Ia tahu pembicaraan ini akan mengarah ke mana. "Di-gas apanya?"
"Hati lo," ungkap Nila tersenyum penuh arti.
Cia tahu bahwa ucapan Nila bukan jawaban sebenarnya. "Bacot."
Neron menaruh airpods yang ia gunakan tadi di kotak khusus airpods berwarna putih dan ponselnya ia taruh di dalam tas. "Woi, woi! Lo kepoin kegiatan gue sama Cia di Bali, ya?"
Nila seketika panik. Ia menggeleng. "Enggak!"
"Bohong!" tuduh Neron.
"Bener!" kilah cewek itu tetap ngotot.
Neron senang membuat cewek itu panik. Ia tahu karakter Nila gampang panik, sedikit bolot, dan polos, sehingga enak membuat cewek itu kelabakan. Ia menggeleng heran. "Wah, gila lo kepoin privasi orang."
"Nggak ada!" Nila tetap kekeh dengan jawabannya.
"Nikah sana sama Julio, biar lo nggak kepo kalo nikah ngapain aja," titah Neron.
"Kami belum siap, Kak Julio katanya mau lamar dulu, nikahnya pas gue udah lulus," jelas Nila dengan wajah polosnya. Padahal, sebenarnya Neron tak ingin tahu.
"Cuih! Bilang aja dia kagak siap nikah!" Neron sengaja memanaskan situasi agar Nila makin terpojokkan.
"Memangnya kenapa kalo Kak Julio nggak siap nikah? Bagus dia bisa mikirin mateng-mateng rencana pernikahan. Nikah itu nggak gampang, belum lagi banyak biaya." Nila tak suka Julio dianggap rendah. Menurutnya, Julio akan melakukan apa pun yang terbaik baginya dan Nila.
Neron menepuk bangga dadanya. "Makanya, kaya, dong, kayak gue!"
"Sombong amat suami lo, Cia," cibir Nila mendengus kesal.
"Dia mah cuma bercanda." Cia berusaha meredakan suasana. Ia tahu kejahilan Neron sedang kumat. Cewek itu melirik sang pria, mengedipkan sebelah mata agar setuju dengan argumennya. "Iya, nggak, Ron?"
"Enggak," sergah Neron.
Senyuman mematikan dikeluarkan oleh Cia. "Sayang ...."
Neron sedikit gentar dengan senyuman tak manis itu. "Iya ...."
"Kamu bercanda, kan, tadi?" Cia masih menekan Neron agar menyetujui ucapannya.
Neron mengangguk pasrah. Dirinya kapok menganggu Nila karena pawangnya adalah istrinya sendiri. "Iya, Sayang ...."
Cia puas akan jawaban Neron. Ia kini menatap Nila, menepuk bahu cewek itu. "Tenang aja, La. Cowok lo pasti bakal nikahin lo, kok, cuma nanti."
Nila mengangguk. "Iya, gue ngerti."
Tiba-tiba, Julio masuk ke dalam kelas Nila, duduk di samping Nila mumpung kelas masih sepi. Jam mata kuliah pertama akan diselenggarakan setengah jam lagi.
Neron menatap kedatangan Julio, membuat dirinya tersenyum penuh makna. Sepertinya cowok itu hendak mencari perkara dengan kakak tingkatnya.
"Kalo kamu mau nikah bulan depan gapapa, La, asal kamu udah siap ngurus anak pas kuliah," celetuk Julio.
"Enggak dulu, Kak. Aku masih mau nikmati masa kuliahku," tolak Nila.
Julio mengangguk. "Bagus kalo gitu. Aku juga masih perlu ngumpulin duit buat nikah."
"Ngumpulin duit doang, nikah kagak." Tiba-tiba Neron nimbrung.
Cia mendelik kesal seraya mencubit pinggang sang suami. "Neron, seneng banget nyari gara-gara."
Neron mencebik kesal. Dari tadi dirinya dimarahi terus karena menjahili orang.
Julio mengalihkan atensinya ke Cia. "Suami lo sebenernya naksir sama gue, makanya dia nyari gara-gara terus."
Neron berdecih. "Najis! Lo kali yang gatel sama istri gue, makanya nyari gara-gara terus."
Julio tak peduli dengan ucapan Neron. Dirinya memberikan tote bag kertas warna cokelat pucat pada Nila. "Nila, ini nasi goreng, air mineral sama pudding buat kamu, maaf kalo nggak enak, soalnya aku yang masak."
Nila menatap antusias Julio. Ia kagum dengan cowok yang berusaha membahagiakannya, walaupun dengan hal kecil. Baginya, bukan seberapa besar nominal hadiah yang diberikan, yang penting niat tulus dari si pemberi hadiah. "Wah, serius? Sweet banget, sih."
Julio tersenyum senang melihat Nila suka dengan pemberiannya. Ia mengacak gemas surai Nila. "Semoga suka, ya, La. Nanti kasih tau gimana rasanya, biar aku perbaiki lagi masakanku."
"Siap, Jul," balas Nila.
Julio bangkit dari bangku guna berdiri. "Kalo gitu aku ke perpus dulu, ya, mau nyari referensi buku lagi sama sekalian bimbingan sama dosen."
"Iya," tutur Nila mengangguk paham. Ia turut berdiri, mengepalkan tangan di depan wajah Julio sebagai tanda penyemangat. "Semangat!"
Julio semakin semangat menghadapi skripsi yang membuatnya stress. Syukur saja ada obat menaikkan kebahagiaan. Baginya, melihat Nila senang saja sudah membuatnya ikut senang. "Makasih, Nila. Aku pamit."
Nila melambaikan tangan. "Hati-hati!"
Julio mengangguk. Cowok itu melangkahkan kaki ke luar kelas, menuruni tangga demi tangga guna ke perpustakaan yang berada di lantai dua.
"Dih, jalan ke tempat deket lo pake bilang hati-hati segala." Neron memang sengaja mencari gara-gara lagi pada Nila.
"Neron, sirik amat lo sama gue!" protes Nila mendelik kesal.
"Neron emang suka nyeletuk gitu, maafin, ya." Cia tahu Neron bercanda, namun ia mengucapkan ini hanya sebagai formalitas.
Nila memajukan mulut, menatap Neron penuh sebal. Ia juga bercanda melakukan hal itu. "Dia kayaknya emang sensi sama Julio."
"Iyalah! Gimana gue nggak sensi? Dia pernah tertarik sama Cia, terus Cia juga pernah suka sama dia. Untung aja akhirnya Cia suka sama gue," protes Neron.
Terekam jelas di otaknya bahwa ia sempat bertengkar dengan Cia gara-gara Julio. Setelah dipikir-pikir, dirinya yang salah karena terlalu berburuk sangka terhadap Cia, sehingga percaya saja dengan pancingan Julio.
Nila menghela napas. "Gue ngomong serius, jangan terlalu ngekang Cia, dia nggak bakal selingkuh."
"Iya, gue tau, gue juga udah janji nggak bakal marahin dia." Kalau Nila sudah serius, Neron jadi segan. Ia tahu bagaimana marahnya Nila kalau sampai dirinya menyakiti sahabat kesayangan cewek itu.
"Bagus." Nila mengangguk paham. "Tolong jagain Cia, akhir-akhir ini gue sama Cia jarang ketemu karena dia udah nikah, jadi ngikutin lo ke mana-mana."
"Lo boleh main ke rumah kapan aja, istri gue juga butuh main sama sahabatnya," ujar Neron.
"Siap, kapan-kapan gue main ke sana, soalnya jauh."
"Yoi."
***
Kedua sejoli itu sekarang sedang menonton Doraemon Stand By Me di televisi melalui Netflix. Neron memang senang berlangganan setahun aplikasi menonton berbagai film dan series itu.
"Cia, kamu belum ada tanda-tanda hamil, 'kan?" Pertanyaan itu meluncur dari bibir Neron.
Cia menggeleng. "Belum, Ron. Kamu udah pengin punya anak, ya?"
"Enggak, kok. Aku mau punya anak pas lulus aja kalo bisa, soalnya kasian nanti kamu pas skripsian pusing sama urusan kehamilan," tutur Neron.
Cia menyandarkan kepala di bahu Neron. Ia memainkan jemari cowok itu, sesekali mengecupnya dengan lembut. "Sejak kamu bilang kamu mau berubah, kamu bener-bener buktiin omongan kamu, Ron. Sekarang kamu jauh lebih perhatian dan pengertian dibanding dulu, udah lebih dewasa dibanding sebelumnya. Makasih banyak udah mau tepati janji."
"With my pleasure, Baby. Kalo kamu hamil, bilang ke aku."
"Pastilah. Ya kali aku sembunyi-sembunyi."
Neron mengangguk. Ia lega Cia mau terbuka kepadanya. "Hm, kalo kita punya anak, kamu udah tau cara didiknya?"
"Secara teori tau, tapi secara praktek nggak tau. Aku belum pernah jadi orang tua, tapi aku usahain biar bisa didik anak kita jadi anak yang baik. Aku lulus kuliah mau kerja sekaligus ngurus anak, kasian kamu sendirian cari nafkah." Cia mengungkapkan rencananya di masa depan.
"Kalo kamu nggak kerja gapapa, Cia? Takutnya nanti kelabakan ngurus rumah sama kerjaan." Neron bukannya melarang, tapi kasihan cewek itu kelelahan mengurus banyak pekerjaan.
"Gapapalah. Itu udah tugasku sebagai istri buat ngurus rumah tangga. Mamaku juga kerja di toko kue sambil ngurus aku, tapi beliau sanggup, kok. Kenapa aku nggak?" Cia yakin dengan rencana yang sudah ia rencanakan sejak dirinya menikah dengan Neron.
"Oke, kalo itu mau kamu. Aku nggak bakal ngekang, yang penting kamu yakin dan nyaman dengan pilihan kamu," jelas Neron. "Rencananya kamu mau kerja apa?" tanyanya.
"Aku mau ikut tes PNS kalo dapet," ungkap Cia.
Neron kagum dengan rencana Cia. Ia akan berusaha mendukung apa pun rencana cewek itu. "Widih! Semangat, Cia. Aku nanti bantuin beli buku tes CPNS di Gramedia, kalo mau sekalian ke Gramedia boleh, kok."
Cia menatap antusias cowok itu. Badannya ia tegakkan, seperti menegakkan keadilan di negeri ini. "Beneran?"
"Iya, Sayang," seloroh Neron mengusap lembut rambut Cia. "Kapan mau ke Gramedia?"
"Kapan aja boleh," sergah Cia.
"Nanti mau?" tawar Neron.
"Mau!" seru Cia dengan kedua mata berbinar.
"Oke, aku tidur dulu bentar, habis itu malamnya kita ke Gramedia."
"Iya, Neron."
***
Sore ini, Cia dan Neron sudah berada di mall yang lengkap dengan berbagai macam toko, termasuk Gramedia. Kini keduanya tengah mengelilingi rak buku yang ada di sana. Tadi Cia sudah membeli buku khusus tes CPNS, sekarang ingin melihat koleksi novel.
Cia mengambil novel cover warna kuning muda. Kedua tokoh digambarkan memakai baju bola dan baju kaos oblong warna pink. "Aaa, ini cerita lucu banget, namanya sama kayak kita."
"Oh, ya?" tanya Neron antusias.
"Iya, Ron. Nama cowoknya Neron, nama ceweknya Cia. Kisahnya tentang pemain bola sama tetangganya," jelas Cia tersenyum senang.
"Buset, bisa sama gitu. Dia kenal sama kita?" Neron terheran.
"Enggak tau, soalnya dia nggak pake foto asli, jadi nggak tau siapa identitasnya," ungkap Cia.
Neron mengangguk paham. "Weh, ya udah lah. Kalo kamu mau beli, ambil aja, Cia."
"Aku beli, ya?" Cia menatap Neron, meminta ijin lewat tatapannya.
"Iya," jawab Neron tanpa beban.
Selanjutnya, mereka mengelilingi rak buku khusus ibu dan anak. Di sana ada berbagai buku mengenai orang tua dan anak, entah itu cara mendidik ataupun cara membuat anak bahagia.
Cia mengambil sebuah buku agak tebal di rak buku. "Ih, ini ada buku cara mendidik anak, aku beli, ya?"
"Mantap udah persiapan dari sekarang." Neron tersenyum bangga.
"Iya, dong. Udah saatnya mikirin itu," ujar Cia serius.
"Nggak sekalian beli buku buat ibu hamil?" tawar Neron.
"Boleh, nih?" Cia memastikan.
Neron menatap malas cewek itu. "Hadeh, pake ijin segala. Ambil aja sesukamu, Sayang."
Cia tersenyum senang. "Makasih banyak."
"Jangan makasih mulu," ketus Neron.
"Iya, iya. Galak banget!" seru Cia mencebik kesal. Ia mengambil buku itu. Kini kedua tangannya membawa tiga buku, membuat Neron inisiatif mengambil buku tersebut.
"Ada yang mau dibeli lagi, Putri Dugong?" tanya Neron.
"Nggak ada, By. Udah cukup," jawab Cia.
"Oke, kita ke kasir."
***
Setelah mengitari Gramedia, kedua sejoli tersebut akhirnya sudah sampai depan rumah. Cia turun dari mobil untuk membuka gerbang. Neron memasukkan mobil ke garasi, lalu turun dari sana dan menutup gerbang.
Di sisi lain, Nila menunggu kedatangan mereka dari dalam mobil yang ia parkirkan di luar rumah pasangan suami istri itu. Ia teringat ucapan Neron kalau dirinya boleh mengunjungi Cia kapanpun ia mau. Oleh karena itu, ia rela menempuh waktu tiga puluh menit demi menemui Cia, walaupun macetnya minta ampun.
"Cia!" seru Nila, membuat keduanya menengok.
"Eh, buset ini bocah tiba-tiba ada di sini. Lo sama siapa ke sini?" tanya Cia.
"Sendiri, dong."
"Gue tau lo sering ke mana-mana sendirian, tapi kontrakan gue jauh dari rumah lo. Lo gapapa satu jam di jalan sendirian?" Cia khawatir dengan cewek itu.
"Anjir, santai, Cia," ujar Nila. Ia menatap buku yang Cia bawa. Matanya tak sengaja menangkap buku yang membuat dirinya mengerut kening. "Lo ngapain beli buku hamil. Lo hamil?"
———
Spam "Neron" for next chapter
Spam "Cia" for next chapter
Spam "Nana Cantik" for next chapter
3k komen aku up yaa
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro