Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

44. Yudhistira Terjatuh

Di bawah beringin yang permainya terpancar pada kemerisik dedaunan dan sinar menerawang, ada dua insan saling bertatapan. Salah satu mengungkapkan perasaannya pada satu yang lain. Meminta hati untuk diberikan pada yang lainnya.

"Maaf, Harta. Aku tak tahu kamu punya perasaan seperti itu kepadaku. Aku senang kamu mengatakannya terus terang padaku. Tapi, sekali lagi maaf. Aku tidak berada di jalur seperti itu." ucap Yudhis menolak permintaan Harta, halus namun tegas.

"Hei, Yudhistira. Saat aku meminta hatimu, itu tidak dalam arti kiasan tapi arti yang sesungguhnya." jawab Harta menegaskan. "Aku ingin kau memberikan gumpalan hati yang ada di dalam tubuhmu."

"Aku tahu rasanya ditolak, Harta. Kau tak perlu berpura-pura seperti itu."

"Aku tidak berpura-pura. Aku cuma butuh hatimu saja!"

"Eh, betulan?"

"Betulan."

"Ah..." ucap Yudhis dengan mulut yang menganga. "... malunya."

Harta merengut memperlihatkan gerakan bibir mencibir. Tatapannya menampakkan raut tidak senang, mukanya mencemooh, dan hidung kembang kempis menghinakan dina. Tanpa mengurangi keangkuhan, Hartapun berkata. "Sekarang berikan hatimu padaku."

"Bagaimana caranya?"

"Sama seperti saat kamu menyerahkan tangan kananmu. Namun kali ini akan kulakukan dengan sangat cepat agar kamu tidak keburu pingsan duluan. Waktu kita terbatas, Yudhistira. Tidak ada waktu untukmu pingsan."

"Oi, oi, oi, Harta Bagendit. Kau tidak tahu sih perihnya rasa saat bagian tubuhmu diamputasi!" protes Yudhis keras. "Lagipula, kenapa kau memerlukan hatiku?"

Harta mendekatkan tubuhnya pada Yudhis hingga nyaris menghimpit ke antara batang beringin. Dia memojokkan Yudhis pada beringin sambil berkata lirih. "Kita akan membunuh Cemani."

Mata Yudhis terbelalak nyaris copot dari wadahnya. Kepalanya berdesir, seakan darah mengalir kencang ke pada bagian itu. Untuk mengurangi tekanan, Yudhis mendorong tubuh Harta agar jauh-jauh dari dirinya.

"Apa maksdumu, Harta?"

"Kita harus membunuh Cemani. Dia wanita yang mengerikan. Tidak ada satu hal baikpun yang berasal darinya. Ketidakhadirannya justru diperlukan."

"Aku tahu Cemani orang yang jahat, tapi bukankah membunuhnya terlalu berlebihan?" ucap Yudhis berusaha menenangkan Harta. "Semua orang pasti punya kesalahan, kau tahu? Jika setiap kesalahan dibalas dengan anarki, yang ada hanya penderitaan tanpa akhir. Saat seperti ini bukankah lebih baik untuk saling memaafkan?"

"Ngomong apa kamu, Yudhistira! Cemani adalah dalang di balik semua kesengsaraan yang kau alami. Dia yang menikahkanmu dengan Seruni, kau ingat itu?" ucap Harta beretorika. "Barusan saja kamu marah besar dan hendak membunuh Cemani juga."

"Tidak, Harta. Saat tahu Cemani di balik ini semua, aku memang ingin menemuinya. Tapi bukan untuk membunuhnya seperti yang kau pikirkan. Aku hanya ingin berbicara serius dengannya. Tak lebih dari itu."

"Kamu terlalu polos, Yudhistira. Ini yang membuatmu mudah dimanfaatkan." ucap Harta sambil melenguh keras. "Itu juga yang membuat orang di sekitarmu jadi menderita."

"Apa maksudmu?"

"Jesvari itu pacarmu, kan?"

"Bukan. Kami belum tahap sampai situ."

"Kalau begitu biar kuceritakan apa yang Cemani dan Amok lakukan pada Jesvari."

*

Yudhis keluar dari lubang portal yang Harta buat dari remahan Lumpur Belacan. Sesaat sebelum Harta meninggalkan Cemani, rupanya ia berhasil mencuri Lumpur Belacan miliknya. Harta juga menambahkan jika Cemani saat ini hanyalah berwujud ayam berbulu hitam sehingga bukan jadi ancaman jika harus melakukan pertarungan. Hanya saja, Harta mewanti-wanti perkaran Cemani pemilik tahta Ratu Bangsa Setan. Pasukan setan manapun bertekuk lutut di hadapan Cemani. Oleh sebab itu, Harta menasihati agar Yudhis tetap berpura-pura belum mengetahui segalanya.

Maka, menyelinaplah Yudhis dari Neraka Honje. Portal yang Harta buat mengarah tak jauh dari gerbang Neraka Honje. Meski lumayan dekat, Yudhis bersyukur karena portal mengarah ke lorong di depan Neraka dan bukannya bagian dalam Neraka. Apabila Yudhis masih berada di dalam Neraka, ia takut tak dapat menerobos keluar karena dinding obsidian yang memagari Neraka terbuat dari bahan yang nyaris tak bisa ditembus.

Sementara itu, Harta bilang pada Yudhis agar dia tetap berada di Neraka Honje untuk menyamar sebagai dirinya. Dengan begini, Priya tidak akan curiga karena Yudhis masih terkurung di Neraka Honje miliknya.

Mengendap-endaplah Yudhis di lorong yang berpangkal di Ruang Sidang Benih Kebajikan dan berujung di Mimbar Batas Neraka. Jalannya merapat tembok namun tak cukup rapat untuk menyentuh dinding yang memancarkan kesengsaraan itu. Yudhis merutuk diri karena tak menggunakan Lumpur Belacan untuk menjelma menjadi makhluk lain yang lebih luwes dalam bergilya.

"Sanshuta." ucap sebuah suara tiba-tiba.

Segera saja Yudhis membalikkan badan untuk melihat asal pemilik suara. Meski Yudhis tahu hanya ada satu orang yang memanggilnya dengan Sanshuta, dia tetap ingin membuktikannya dengan mata kepala sendiri. "Jesvari?"

"Iya. Aku Jesvari. Kenapa kamu kelihatan seperti melihat hantu gitu?"

"Iya, kah? Maaf."

Jesvari sedikit menelengkan kepala merasa ada yang tak beres dengan Yudhis. "Eh, Sanshuta. Kamu baik-baik saja, kan? Gelagatmu aneh sekali."

"Aku baik-baik saja, Jesvari." jawab Yudhis mantap. Dia lalu menepuk pundak Jesvari dengan satu tangan yang tersisa sambil meremasnya. "Malah seharusnya aku yang tanya kepadamu apa kamu baik-baik saja."

"Aku? Aku baik-baik saja. Sangat baik, malahan. Aku baru selesai menyelesaikan masa hukuman, Sanshuta. Sekarang aku mau ke Ruang Sidang Benih Kebajikan untuk mendapatkan keputusan jumlah hari yang kudapat di Surga." jawab Jesvari panjang lebar. Dia lalu memperhatikan tubuh Yudhis dari ujung kaki sampai ke ujung rambut. "Kalau kamu kenapa da di lorong Neraka? Kenapa juga tangan kananmu buntung seperti itu?"

"Oh, ini... bukan apa-apa, Jes. Cuma lecet sedikit."

"Hah? Mana ada lecet yang sampai membuat buntung seperti itu."

"Ini... oh ya, ini karena lintah di Neraka Edelweis menggerogoti tanganku sehingga harus diamputasi." jawab Yudhis dengan kilahnya.

"Ah, iya juga. Lintah di sana sangat ganas. Apalagi di sana banyak godaan jadi bikin malas gerak meski tubuh nyaris tersisa tulang karena bagian dagingnya dimakan lintah." ucap Jesvar sambil mantuk-mantuk pertanda setuju. "Terus alasanmu ada di lorong Neraka kenapa?"

"Kalau itu..." ucapan Yudhis tertahan saat memikirkan jawaban yang sekiranya tak memupuk benih-benih kecurigaan. "Eh, bukannya kamu sedang buru-buru ke Sidang Benih Kebajikan, ya? Kalau terlambat bisa gawat nanti."

"Ah, iya. Kau benar juga, Sanshuta. Aku pergi dulu." ucap Jesvari sambil berlalu.

Yudhis hanya dapat melihat punggung Jesvari yang semakin jauh termakan gelap lorong depan Neraka. Pada punggung kecil yang terlihat ringkih itu, terbit sebuah penyesalan karena membiarkannya dilecehkan oleh Amok Sendashuta.

"Sanshuta!" teriak Jesvari sambil melambaikan tangan untuk menarik perhatian. Meski kejauhan, Yudhis bisa melihat senyuman Jesvar yang terkembang hebat sambil berkata setengah berteriak. "Sampai ketemu di Surga!"

Yudhis menjawabnya dengan lambaian tangan lemah, tak ingin berteriak untuk menarik perhatian. Dengan suara kecil yang hanya bisa didengarkan oleh telinganya, dia berkata. "Sampai ketemu di Surga."

Maka, dilanjutkannya perjalanan menuju Mimbar Batas Neraka. Enyah sudah gamang yang sempat muncul beberapa saat lalu. Namun begitu melihat senyuman Jesvari, hatinya mantap. Dia akan mejaga senyum tak terbenam dari wajah Jesvari. Langkah kakinya semakin mantap.

Pada bagian yang di antara Neraka Honje dan Neraka Padma, ada Priya Megana yang berdiri bersandar di dinding obsidian yang memancarkan kesengsaraan. Dia terlihat sudah tahu Yudhis melarikan diri dengan posenya dengan tangan yang disedekapkan seperti sedang menunggu pacar sepulang sekolah. Matanya tertutup terlihat ngantuk, namun segera dibuka tanpa mengerjap begitu Yudhis sampai di hadapannya.

"Kamu sudah sampai, Yudhistira Sanshuta." ucap Priya yang tak terlihat mengantuk setelah bangun dari tidur dengan posisi berdiri.

Yudhis terkekeh seperti tokoh antagonis dalam film. "Tak kusangka akan secepat ini bisa ketahuan."

"Tentu saja bakal cepat ketahuan. Begini-begini, aku adalah Ratu Neraka Honje tempat kau seharusnya berada. Dan sebagai kepala sipir, aku akan menarikmu kembali ke Neraka Honje." jawab Priya terkesan mengancam.

"Silakan. Taklukan lagi diriku." ucap Yudhis menantang.

"Tunggu sebentar, Yudhis." ucap Tahta yang tiba-tiba keluar dari permukaan tipis di belakang Priya. Dia menggunakan Pedang Taksaka, wujud asli jarum yang dapat menebas apapun, untuk menebas permukaan udara yang ia pakai untuk pergi ke berbagai tempat tak ubahnya dengan portal. Dengan raut khawatir terpatri di wajahnya, iapun berkata. "Kamu yakin melakukan ini, Yudhis? Bukan sedang dimanfaatkan orang lain maupun sedang dalam pengaruh mabuk serbuk neraka?"

"Apa pedulimu, Tahta?" cibir Yudhis.

"Tentu aku peduli. Aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri. Dan sebagai kakak, aku tidak mau hal-hal buruk terjadi padamu!"

Kemudian Yudhis memasukkan tangannya ke dalam lipatan jari. Dengan gerakan cepat ia menyiram segenggam pasir ke arah mata mereka berdua. Sambil berlalu Yudhis berkata. "Maaf, aku bukan adikmu."

Priya dan Tahta mengerang saat matanya kelilipan pasir yang Yudhis ambil dari pendulum berisi tanah bekas Priya injak. Itu adalah pendulum yang setan kera jual di bawah pohon akasia saat berada di Neraka Honje. Priya tertawa kesal sambil berusaha mengusap-usap mata agar tajamnya tanah tak lagi menggores kornea mata.

"Tahta Ashuta, aku boleh melakukan apapun pada Yudhistira kan?"

"Boleh. Tapi ingat, jangan lakukan apapun pada Benih Hidup miliknya. Itu adalah bukti kuat bahwa Yudhis masih hidup. Jika kau merusaknya, bukti akan musnah."

"Tenang saja. Aku tidak akan melakukan apapun pada Benih Hidup miliknya."

Lalu dengan gerakan sangat cepat, Priya memanggil setan berbentuk babun. Badannya menyala dengan bulu rambut silver memekakan mata. Sekali lompat, Priya berhasil menaiki setan babun. Tanpa ada jeda, setan babun lalu melesat cepat mengejar Yudhis. Babun itu sangat cepat dalam berlari, meninggalkan Tahta yang hanya dapat berlari seperti manusia kebanyakan. Tentang Tahta, dia tak terlalu suka setan sehingga jarang sekali menggunakan mereka untuk membantu apapun pekerjaannya.

Tak sampai sepuluh detik sampai setan babun mengungguli Yudhis. Babun itu berbelok tajam untuk menutup jalur lari Yudhis. Ada kepulan asap saat kaki babun ditekan pada permukaan lantai untuk menghentikan lajur larinya. Begitu setan babun berhenti dalam kecepatan 0, Priya menuruni punggungnya. Lalu membetulkan pakaiannya yang sedikit compang-camping terlempar angin.

"Yudhistira, ayo kita mulai bercinta." ucap Priya dengan raut muka datar. "Sekarang."

*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro