40. Misi Kalpataru 3
Tak menunggu Harta maupun Cemani menjawab pertanyaan, Atithud melayangkan pukulan kedua. Pukulan raksasa itu ditujukan kepada Harta. Padahal, dengan tubuh tambun Jalaran Manepis, hanya sepuluh langkah saja sudah membuat napas megap-megap. Kini dia harus menghindari pukulan Atithud yang membabi buta.
Cemani, di sisi lain, tak banyak membantu Harta keluar dari permasalahannya.
Dia terbang tinggi hingga nyaris menyentuh langit-langit, berusaha menganalisa keadaan. Lalu saat kesimpulan didapat, kekhawatirannya memuncak sudah. Bukan khawatir jika Harta kena hantam, tapi khawatir jika kekacauan yang timbul dari pukulan Atithud menarik perhatian orang sekitar. Kalau sampai mereka berdua kepergok, tamatlah sudah Misi Kalptaru.
Cemani lalu terbang menikuk ke arah Harta yang kekusahan berlari. Napasnya tersengal, keringatnya berceceran, dan langkahnya mulai tertahan. Dengan sigap, Cemani mencengkeram pundak Harta dan mengangkatnya terbang.
"Sebenarnya siapa kau ini?" tanya Atithud yang terdengar retoris.
Tangan Atithud digapai-gapaikan berusaha menangkap Harta dan Cemani. Cemani jadi kesusahan karena harus membawa Harta sekaligus menghindari tangkapan Atithud. Hal yang bisa ia lakukan hanya terbang dekat di tubuh Atithud sehingga jangkauan tangannya sulit menggapai mereka berdua.
"Harta, aku akan melepaskanmu." ucap Cemani dengan nada datar, serius. "Setelah itu, kamu coba tarik perhatian Atithud sementara aku akan berusaha mencari cara untuk menghentikannya."
"Hei, yang benar saja! Aku bahkan kesusahan berjalan. Bagaimana caraku bisa mengalihkan perhatiannya?" protes Harta tak setuju dengan rencana Cemani.
"Setelah hitungan ke-3, OK?"
"Tunggu!"
Maka, dalam hitungan ke-3, Cemani melepaskan cengkeramannya pada tubuh Harta. Harta terjatuh, berguling-guling di lantai hitam depan Mimbar Batas Neraka. Badannya yang tambun membantunya mengurangi bagian tubuh yang memar.
"Sialan kau, Cemani! Kau bilang setelah hitungan ke-3, tapi ternyata melepaskanku pada hitungan ke-3. Aku jadi belum siap!" teriak Harta memprotes kelakuan Cemani.
"Cemani? Maksudmu Cemani dari Neraka Anthirin? Dia ada di sini?" ucap Atithud bertanya-tanya. Pandangannya mulai diedarkan ke sekitar. Matanya yang sebesar tampah itu mengerjap dalam kegelapan lorong Neraka. Saat melihat bayangan kecil yang terbang, Atithud lalu berkata. "Maksudmu burung hitam kecil ini Cemani?"
Harta terkesiap. Dia merasa telah melakukan kesalahan fatal.
Cemani sedikit panik. Hatinya gusar, paruhnya gemelutuk, dan terbangnya jadi tak beraturan. Konsentrasinya pecah, sehingga dalam sekali ayunan dirinya tertangkap Atithud. Tubuh ringkih berbentuk ayam itu berhasil digenggam dalam telapak tangan Atithud.
"Jadi kau Cemani? Kenapa harus bersembunyi? Takut jika aku melaporkan Tuan Jalaran Manepis bahwa kau menyelinap ke Mimbar Batas Neraka?" ucap Atithud dengan segala keangkuhannya.
Cemani tak menjawabnya. Dia menggigit telapak tangan Atithud dengan paruhnya yang tajam. Atithud mengerang kesakitan, namun tak sampai melepaskan Cemani dari genggamannya. Pada saat itulah, tiba-tiba sepasukan setan menyerangnya dari segala arah. Setan di atas permukaan menusuk Atithud dengan pedang, sementara setan yang berterbangan menembakkan basoka ke arah siku Atithud. Tubuh setan yang menembakkan basoka terpental, namun luka di siku Atithud tak begitu kentara. Para setan yang di permukaan lalu diinjak-injaknya. Atithud sangat kuat.
"Hei, Atithud!" teriak Harta dari bawah. Tangannya dilambaikan berusaha menarik perhatian Atithud. Dia lalu berteriak lebih kencang. "Aku di sini! Ayo kejar aku!"
"Kau yang menyamar jadi Tuan Jalaran Manepis, dengan kelakuanmu yang terang-terangan seperti itu sudah jelas sekali kalau kamu ingin menarik perhatianku. Aku tidak akan termakan trik murahan seperti itu."
Harta terkekeh. "Bahkan untuk menarik perhatianmu dari Cemani kepadaku?"
Atithud membelalakkan mata. Kemudian pandangannya diarahkan pada telapak tangan yang sudah tak lagi menggenggam Cemani. Tembakan basoka yang diarahkan ke sikunya beberapa saat lalu sedikit mengguncang sendi tulang sehingga mati rasa tanpa tahu Cemani berhasil meloloskan diri. Begitu pandangannya diarahkan kembali pada Harta yang bertubuh Jalaran, terlihat Cemani sudah bertengger di atas kepalanya.
Atithud gagal menangkap Cemani, namun raut mukanya tak menunjukkan seperti seseorang yang baru dikalahkan. Dia terkekeh. Kemudian dengan tatapan merendah, dia berkata pada Harta dan Cemani. "Mungkin kau berhasil meloloskan diri, Cemani. Tapi kau hanya bisa meloloskan diri dariku. Jika pertempuran ini berakhir dengan kalian berdua yang berlari menghindariku, tamatlah sudah riwayat kalian berdua."
"Cemani, apa maksud omongan Atithud?" tanya Harta kebingungan.
Cemani tak menjawabnya, wajahnya memperlihatkan raut gusar.
"Aku tak tahu siapa yang menyamar menjadi Tuan Jalaran Manepis, tapi aku tahu jika burung kecil itu adalah Cemani. Sekarang, bisa kalian bayangkan akan bagaimana jadinya kalau aku melaporkan kasus ini pada Tuan Jalaran Manepis?"
Harta tersadar dengan ketololannya. Detik ketika ia meneriakkan nama Cemani, saat itulah kebebasan Cemani tertahan. Bagi mereka berdua, opsi untuk pergi menghindar sambil memikirkan strategi selanjutnya sudah tak bisa lagi dilakukan. Karena ketika itu dilakukan, Atithud keburu melaporkan semua hal ini pada Jalaran. Dengan kata lain, mereka berdua harus menyelesaikan perkara dengan Atithud saat itu juga, di tempat itu juga.
"Maafkan aku, Cemani." ucap Harta kepada Cemani.
"Harta, panggil 100 setan milikmu." ucap Cemani memerintahkan. Suaranya masih selirih angin malam yang mengalir lembut.
"Buat apa? Kamu lihat sendiri bertapa mudahnya setan-setan milikku dikalahkan Atithud? Senjata yang dimiliki Neraka Edelweis tak cukup untuk mengalahkannya!"
"Ikuti saja perintahku!"
Mungkin karena perasaan bersalah, akhirnya Harta manut juga. Dia lalu mengayunkan sebelah tangan, lalu diikuti dengan munculnya 100 setan baru. Keseratus setan itu berkumpul dalam satu titik dengan Cemani yang berada di tengahnya.
"Setan lagi? Mau seberapa banyak setan yang kau panggil, aku tidak akan semudah itu dikalahkan oleh mereka." ucap Atithud kehilangan kebijaksanaannya.
Seperti tak terpengaruh perkataan Atithud, para setan datang menyerbunya. Mereka berlarian ke arah Atithud dengan tangan kosong. Tidak membawa pedang, parang, maupun bazoka. Hanya tangan kosong dengan telapak yang terbuka.
Atithud segera menepis heran saat Cemani memerintahkan para setan untuk menyerangnya dengan tangan kosong. Dia hanya berspekulasi jika Cemani frustasi mencari cara untuk mengalahkannya. Maka dari itu, dia hanya menyerang para setan seperti biasa dengan pukulan dan tendangan. Dan seperti yang sudah diduga, para setan itu dengan mudahnya terhempas saat terkena pukulan.
Namun, tanpa Atithud sadari, ada keanehan saat para setan menyentunya. Dia merasa lemas. Seakan tiba-tiba kekuatannya terhisap. Menyebutnya terhisap mungkin kurang lepas, karena yang dirasakan Atithud seperti tenaganya menghilang. Menguap bersama udara.
"Apa yang kamu lakukan, Cemani?" teriak Atithud yang tubuhnya mulai mengecil.
Seperti biasanya, Cemani hanya diam menanggapi semua pertanyaan. Baik yang membutuhkan jawaban maupun retorika. Dia hanya memandangi para setan yang mengerumuni tubuh Atithud dengan tatapan dingin. Tidak terkekeh maupun lega, hanya datar seperti kehilangan perasaan.
Lalu saat para setan berhasil membekukan Atithud, Cemani datang menghampirinya. Atithud di hadapannya bukan lagi Atithud berbadan raksasa setinggi 50 meter, mata sebesar tampah, mulut selebar sampan, dan rambut setebal tambang. Apa yang di hadapannya tak lebih dari cacing tanah yang biasa ditemukan di ladang.
"Atithud, tahukah kamu soal Lumpur Belacan?" kotek Cemani beretorika. Dia paham jika Atithud kehilangan kemampuan berbicaranya, sehingga dia tak mengharapkan sebuah jawaban. Cemani lalu melanjutkan kotekannya. "Lumpur Belacan adalah salah satu dari empat senjata Munmasthi. Itu adalah wujud asli dari terasi yang dapat menciptakan apapun. Apapun di sini adalah apapun. Aku memberi 100 setan remahan kecil terasi, lalu membiarkan mereka menyentuh tubuhmu agar diubah menjadi cacing tanah. Kurasa, cacing tanah tak akan begitu mengancam Misi Kalpataru."
Harta yang mengikuti Cemani dari belakangnya merasa geli saat melihat Atithud berubah menjadi cacing tanah. Dia lalu berujar. "Lumpur Belacan sangat kuat, ya?"
"Tentu saja, Harta. Senjata Munmasthi adalah senjata terkuat karena didapat dari permohonan Munmasthi kepada Kalpataru."
"Eh, jadi maksdumu Munmasthi adalah satu dari enam orang yang pernah mengunjungi Kalpataru dalam 200.000 tahun sejak pertama kali Akhirat diciptakan?"
Cemani hanya menanggapi Harta dengan anggukan kecil kepala ayamnya.
"Lalu, akan kita apakan Atithud?" tanya Harta memulai topik pembicaraan.
Cemani lagi-lagi tak menjawab. Dengan cakarnya yang kecil, dia melangkah mendekati Atithud yang berbentuk cacing tanah itu. Dalam waktu yang sebentar, Cemani memperhatikan tubuh kenyal berwarna merah muda bening itu. Kepalanya digelengkan ke kanan dan ke kiri seiring mata kepalanya memperhatikan Atithud dengan saksama. Cemani tak dapat melihat mata atau bagian lain dari wajah cacing tanah, sehingga dia tak tahu bagaimana ekspresi Atithud saat dijapit dengan paruhnya. Dilemparkan tak begitu tinggi ke udara. Lalu dengan sekali hap, Cemani memakan tubuh Atithud seutuhnya.
Harta terkejut bukan kepalang saat melihat Cemani memakan Atithud. Meski dalam pandangannya ia hanya melihat ayam berbulu hitam yang sedang memakan cacing tanah, rasa kemanusiaan yang ada dalam dirinya terusik juga.
"Hanya ini yang bisa kita lakukan untuk memusanahkannya." ucap Cemani seakan paham dengan kerisauan Harta. "Aku sudah berbaik hati kepada Atithud dengan memakannya dalam bentuk ayam, bukan saat memiliki tubuh manusia."
"Iya. Aku paham." jawab Harta sambil menahan kelu di tenggorokannya.
Cemani melirik Harta sebentar. Dia lalu melengos kepada sisa-sisa setan yang masih hidup. Dengan wujud yang masih berupa ayam berbulu hitam, Cemani kemudian memanggil nama asli para setan. Satu per satu hingga sekitar 40 setan yang tersisa terpanggil semua namanya.
"Untuk semua yang kupanggil namanya, kuperintahkan untuk membunuh diri kalian masing-masing. Tidak ada kontak dengan makhluk lain dan hilangkan semua eksistensi selama kalian hidup. Satu lagi, bunuh dirilah ditempat yang mustahil untuk ditemukan makhluk lain!" ucap Cemani mengakhiri perintahnya.
Lalu dengan secepat kejapan mata, para setan menghilang dari hadapan mata.
"Tunggu sebentar, Cemani. Apa yang kamu lakukan kepada setan dari Neraka Edelweis?"
"Aku memusnahkan saksi. Ada peluang jika mereka dipaksa untuk angkat bicara dengan menggunakan nama asli pemberianku. Jika mereka sampai membeberkan apa yang kita lakukan, Misi Kalpataru ini akan gagal berhasil." terang Cemani dengan kekalemannya. Tenangnya sangat identik dengan aura hitam yang ia pancarkan.
Cemani kemudian terbang untuk bertengger di kepala Harta. Dia lalu berkata. "Semua halangan sudah diatasi. Sekarang saatnya kita masuk ke dalam Mimbar Batas Neraka untuk mencari Benih Hidup milik Yudhistira."
Demi mendengar suara Cemani yang terdengar ceria dipaksakan, Harta mulai mengangkat kakinya memasuki Mimbar Batas Neraka. Saat keduanya membuka gerbang yang maha besar itu, tak sadar Harta menanyakan sesuatu. "Cemani, apakah aku juga akan kau bunuh nanti?"
Cemani tak menjawab, hanya terkekeh kecil.
*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro