Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37. Musuh dari Musuh adalah Teman

Seorang wanita; rambut panjang sepunggung yang sedikit ikal, mata besar berwarna hitam, bibir penuh bertekstur guratan, serta alis sempurna seakan ia menghabiskan waktu lama untuk membentuknya; datang dari balik rak berisi tumpukan sutra. Rupanya ia bersembunyi di sana sejak percakapan Yudhis dan Cemani tentang Misi Kalpataru dimulai.

Harta terperanjat, dia tak sadar jika ada seseorang yang bersembunyi di Neraka Padma miliknya. Pun dengan Yudhis, matanya nanar karena kesiap. Namun tak seperti Harta yang kaget karena ada yang menyelinap, kaget Yudhis lebih dikarenakan sosok yang menyelinap adalah orang yang ia kenal. Dia adalah Meriyati, Ratu Neraka Krisan tempat dosa dengki mendapatkan hukuman.

"Aku bisa jelaskan!" ucap Meriyati setengah berteriak.

Kedua tangannya diangkat ke udara, memperlihatkan bagian telapak tangan yang kosong tanpa senjata. Gayanya pasrah, tak menunjukkan perlawanan barang sekilas. Meriyati datang dengan damai, datang untuk berdamai. Berdamai pada segurat luka yang menyayat perih hati Yudhis saat ia menghalangi hubungannya dengan Jesvari.

"Aku bisa jelaskan." ulang Meriyati, dengan nada lebih pelan.

Meriyati berjalan mendekati Yudhis. Tetap pelan, perlahan, dan penuh hati-hati seperti sedang mendekati beruang yang hibernasi. Setidaknya ada sepuluh langkah lagi hingga keduanya saling berhadapan. Hanya saja, Yudhis tak menginginkan hal itu terjadi. Dia bangkit, hendak enyah dari suasana yang membuat hati keruh ini.

Kalau lengannya tidak dihentikan Cemani, mungkin Yudhis sudah pergi dan mengakhiri Misi Kalpataru ini.

"Apa yang kamu lakukan, Cemani?" tanya Yudhis pada Cemani yang menahan lengannya. Matanya memerah saga. Ada amarah yang tertahan. Ada murka yang mati-matian disembunyikan.

Cemani mengatur napasnya perlahan. Berusaha tetap tenang. Dia selalu tenang, pada semua keadaan. Itu karena dia selalu punya rencana pada setiap apa yang akan terjadi. Hanya saja, kali ini Cemani sedikit gusar juga. Dia tak punya rencana apapun yang bisa dipakai untuk mendekatkan Yudhis dan Meriyati. Biasanya kalau sudah begini Cemani akan berimprovisasi.

"Aku pikir kamu perlu mendengar alasan Meriyati lebih dulu." ucap Cemani lembut. Sangat lembut hingga jika dimanifestasikan akan serupa sutra Cina.

"Antara aku dan dengannya sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Aku sudah putus hubungan. Pada hubungan yang entah akan apa kalian sebut itu. Bagiku Meriyati sudah tamat bersama memori di Neraka Krisan terkutuk itu." jawab Yudhis dengan datar. Dia tidak menggebu-gebu penuh amarah, tapi datar seakan membunuh perasaannya.

Meriyati yang berdiri tak jauh darinya hendak datang menghampiri, namun ditahan Cemani dengan gestur yang menyuruhnya untuk diam sementara ia menghasut Yudhis. Cemani lalu merangkul Yudhis, mengelus-elus pundaknya perlahan sambil dipijit agar uratnya sedikit rileks.

"Aku tahu bagaimana perasaan saat seseorang menghalangi cinta, aku tahu betul itu. Aku bisa merasakan perasaanmu, Yudhistira. Itu sangat menyedihkan, memang. Seribu tahun yang lalu seseorang menghalangi cintaku. Seribu tahun pula aku menahan perasaan kecewa yang semakin lama menggerogoti rasa kemanusiaanku. Maka dari itu, aku tak ingin kamu berakhir penuh kekecewaan sepertiku." ujar Cemani menerangkan. "Cukup aku saja yang terluka karena memendam kecewa, kamu tidak pantas mendapatkannya."

Yudhis mulai luruh. Cemani kemudian menuntunnya untuk kembali duduk di sofa beledu.

"Tidak ada hal baik yang muncul dari balas dendam, Yudhistira." ucap Cemani berusaha menanangkan Yudhis. Yudhis kemudian menatap Meriyati yang masih berdiri terdiam di kejauhan. Cemani lalu melanjutkan perkataannya. "Lagipula kita butuh Cemani untuk membantu dalam Misi Kalpataru ini."

"Maksudnya?"

"Begini, dengarkan baik-baik. Aku sudah bilang kan kalau hanya Ratu Bangsa Setan, Jalaran Manepis, dan Raja Bangsa Malaikat saja yang bisa memasuki Mimbar Batas?"

"Ya, kau baru saja mengatakannya."

"Bagus kalau kamu masih mengingatnya." ucap Cemani. "Dalam Misi Kalpataru ini, aku dan Harta akan menyamar menjadi Ratu Bangsa Setan dan Jalaran. Berdua kami akan memasuki Mimbar Batas untuk mencari lokasi Benih Hidup milikmu, Yudhistira. Peranmu adalah tetap di Keraton Neraka Edelweis untuk membentuk alibi bahwa Harta masih ada di keraton. Di sini kita masih memerlukan seseorang yang bertugas untuk mengecohkan pandangan Jalaran dari misi ini."

"Jalaran? Ada apa dengannya?"

"Pertama, Jalaran adalah orang yang wajanyah kita samarkan sehingga akan aneh jika tiba-tiba Harta yang menyamar sebagai Jalaran bertemu dengan Jalaran yang asli saat berada di Mimbar Batas. Kita memerlukan Meriyati untuk menahannya tetap menjadi hakim di Sidang Benih Kebajikan."

"Kenapa harus dia? Tidakkah ada calon lain? Kau, misalnya."

"Malam ini Meriyatilah yang mendapatkan giliran menjadi juri di Sidang Benih Kebajikan. Itu adalah peluang yang sangat bagus untuk mengecohkan Jalaran dari gerakan kita. Selain itu, aku sudah bilang kan kalau aku tidak masuk dalam juri di Sidang Benih Kebajikan?"

Yudhis berdehem sembari berpikir sebentar. "Lalu alasan selanjutnya?"

"Kedua, itu karena kupikir Jalaran adalah sekutu Tahta."

"Huh?"

"Iya. Maksudku, keputusan Jalaran saat memberimu 103 remisi di Neraka Krisan sangat gila untuk jadi kenyataan. Aku yakin Jalaran dan Harta ada apa-apanya. Maka dari itu, untuk mengurangi potensi ancaman, Meriyati harus menjaganya untuk tetap berada di Sidang Benih Kebajikan selama misi berlangsung." ujar Cemani panjang lebar.

Yudhis diam memikirkan pro dan kontra strategi yang akan dia lakukan.

"Bagaimana?" tanya Cemani terdengar mendesak.

"Entahlah, Cemani. Aku masih gamang jika harus melibatkan Meriyati yang bersikap spontan seperti itu ke dalam tim." jawab Yudhis masih belum bisa memaafkan Meriyati.

"Tapi mau bagaimana lagi, Yudhistira? Kita tidak punya cukup personel untuk melibatkan orang lain selain Meriyati."

"Hmm, bagaimana kalau Meredith dari Neraka Larat? Dia terlihat seperti orang yang bisa diajak untuk bekerja sama."

"Maksudmu Meredith Bathuraja Neraka Larat itu?" timpal Cemani sambil menggeleng lemah. "Dia terlalu dekat dengan Tahta. Kamu mungkin tidak tahu, tapi Meredith orang yang akan melakukan apapun untuk membalas budi. Termasuk budi yang ia dapatkan dari bantuan Tahta berkali-kali."

Yudhis menggaruk bagian belakang telinganya. Meski enggan, meski tak begitu yakin dengan keputusan yang ia buat, akhirnya Yudhis berkata juga. "Baik. Aku setuju."

Cemani nyaris berjingkrak. Dia senang, karena improvisasi yang ia lakukan dengan mempersempit pilihan yang Yudhis punya membuatnya memenangkan hatinya.

"Tapi aku masih belum memaafkan Meriyati atas apa yang ia lakukan selama di Neraka Krisan." ucap Yudhis mengungkapkan pemikirannya.

"Tidak apa-apa, Yudhistira. Itu wajar. Aku tidak akan memaksamu untuk memaafkan Meriyati. Biar waktu yang menentukan." jawab Cemani menimpali. "Kalau kamu masih berpikir Meriyati akan berkhianat, itu tidak mungkin. Kau tahu kan betapa dia benci pada Tahta? Bisa dibilang musuh dari musuhmu adalah temanku."

*

Saat Cemani mengatakan soal menyamar, Yudhis berpikir tentang polesan tata rias dan pakaian yang mengkamuflase pemakainya. Ternyata, penyamaran yang Cemani maksud sangat jauh dari perkiraan.

Cemani mengambil sesuatu dari balik lipatan jaritnya, sebuah buntalan kecil dari kain gombal. Dia lalu membukanya perlahan, seakan barang yang hanya sebesar penghapus pensil itu lebih berharga dari dunia dan seisinya. Saat gombal terbuka, terlihat sepotong tanah hitam kemerah-merahan berbentuk balok.

"Ini adalah salah satu dari Senjata Munmasthi, namanya adalah Lumpur Belacan."

"Lumpur Belacan? Senjata Munmasthi? Sepertinya aku pernah dengar itu semua."

"Tidak usah terlalu dipikirkan, Yudhistira." ucap Cemani nyelimur. "Jadi begini, Lumpur Belacan adalah bentuk asli dari terasi yang dapat menciptakan apapun."

"Tunggu sebentar." ujar Yudhis menyela. "Apapun? Jadi maksudmu benda itu bisa menciptakan apapun? Apapun? Termasuk kebahagiaan?"

Cemani melongo. "Menciptakan kebahagiaan? Yudhistira, biasanya saat seseorang berkata menciptakan, maka hal yang dimaksud adalah menciptakan benda. Kenapa pemahamanmu soal konsep materi sangat aneh sekali, sih?"

"Ah, maaf. Aku hanya sedang ingin bahagia." timpal Yudhis segera. "Jadi, untuk apa terasi... ehm, maksudku Lumpur Belacan itu?"

"Tentu saja untuk penyamaran. Sudah kubilang, kan? Tugasmu adalah tetap di Neraka Edelweis untuk menyamar sebagai Harta."

Yudhis mengernyitkan dahi kebingungan. "Aku tidak paham dengan konsep menyamar yang kau maksudkan, Cemani."

Cemani tak menanggapi perkataan Yudhis. Dia malah mengambil pinset dengan sebelah tangan yang tak dipakai untuk memegang Lumpur Belacan. Matanya jeli saat mengambil remukan terasi, nafasnya ditahan agar tak membuat remukan terasi terhempas hembusan napas, dan konsentrasi dipusatkan di tangan agar tak gemetar. Hati-hati sekali.

Pada akhirnya, Cemani berhasil mengambil sebongkah remahan kecil Lumpur Belacan.

"Buka tanganmu, Yudhistira." ucap Cemani sambil menaruh bongkahan Lumpur Belacan di telapak tangan Yudhis. Warna terasi yang merah kecokelatan itu berkilauan ditimpa cahaya. Seperti batu kali yang basah mengkilat.

Cemani lalu membungkus sisa terasi menggunakan gombal. Menyimpannya hati-hati ke dalam lipatan jarit.

"Sekarang tangkupkan tanganmu, lalu usap-usapkan kedua permukaannya." ucap Cemani memberi intruksi. Yudhis lalu mematuhinya. Dia menggerakan tangannya seperti sedang mencuci tangan sebelum ambil wudhu. Cemani lalu berujar, "Sekarang usapkan tanganmu ke wajahmu. Lalu pikirkan bentuk wajah Harta."

"Begini?" tanya Yudhis saat menempelkan kedua tangannya di pipi. Dia lalu mengernyitkan dahi. "Hmp! Amis sekali."

"Iya, aku tahu. Amis seperti ketiakmu." balas Cemani ketus.

Yudhis lalu menangkupkan ketiaknya berharap agar amis dari lekukan tersebut tak mengumbar keluar. Hilang sudah harga dirinya. Bahkan, samar-samar terlihat Meriyati yang memalingkan muta untuk menahan tawa yang tersedak.

Tapi Yudhis tak ambil peduli. Ada sensasi aneh yang membuat mukanya terasa dilapisi oleh sesuatu yang kasat mata. Sesuatu yang tebal dan menempel di wajah.

"Sudah?" tanya Cemani sambil membawa sebuah cermin rias.

"Huh? Apanya yang sudah?" ucap Yudhis menanyakan balik, merasa sedikit aneh dengan suara yang dikeluarkan dari mulutnya.

"Tentu saja soal wajahmu." jawab Cemani ketus. "Sudah selesai meriasinya?"

Yudhis tak paham. Namun saat Cemani memberinya sebuah cermin, akalnya mulai berjalan. Dari permukaan cermin yang memantulkan sosoknya, Yudhis merasa aneh karena sosok di cermin bukanlah dia. Sosok di cermin memiliki wajah berbentuk oval, berbeda dengannya yang bundar. Sosok itu milik Harta. Jadi, kalau bukan cermin yang memantulkan sosok palsu maka wajah Yudhislah yang berubah.

"Ini... aku?" ucap Yudhis sambil menggerayangi wajahnya tak percaya.

"Ya. Itu kamu. Dan mulai sekarang kamu adalah Harta Bagendit, Raja Neraka Edelweis tempat dosa tamak mendapatkan hukuman."

*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro