28. Mandala Neraka Larat
Selama 18 hari di Neraka Larat, Yudhis habiskan dengan benar-benar hanya berleha-leha. Seharian berendam di Taman Sari, menggoda para setan saat mereka memijiti tubuh Yudhis yang pegal-pegal, atau sesekali membaca-baca buku di perpustakaan. Untuk bagian yang terakhir ini, Yudhis lebih banyak mencari buku yang menjelaskan mengenai Mimbar Batas Surga dan Mimbar Batas Neraka.
Malam terakhir Yudhis berada di Neraka Larat, Meredith menggelar pesta perpisahan untuk Yudhis. Yudhis merasa senang, sebenarnya. Namun konsep penuh kebahagiaan saat Yudhis akan pergi seakan mereka sudah menantikan kepergiannya.
"Besok kamu sudah harus pergi, Yudhistira." ucap Meredith pada Yudhis saat keduanya duduk di kursi rotan di pelataran yang menghadap ke pemandian Taman Sari.
Bening air pemandian memantulkan purnama yang bertandang. Kecipaknya membuat silau yang pecah sehingga terlihat begitu bingar. Mereka berdua tertawa pada sinar yang sesekali mengusik Gunaraga dari tidurnya. Dilihat dari jarak pandang mereka berdua, Gunaraga terlihat seperti babi hutan dengan bulunya yang lebat itu.
"Terima kasih atas waktunya, Meredith. Kalau bukan karena kau, mungkin Neraka Larat akan memperlakukanku dengan keji seperti Neraka-Neraka lainnya." ucap Yudhis dengan nada sendu.
"Sama-sama juga, Yudhistira. Kalau kamu tidak menyelamatkan Maxim, entah akan jadi apa malam-malam seperti ini. Mungkin aku akan jatuh ke dalam depresi." timpal Meredith tak kalah sedih.
Keduanya lalu cekikian. Mereka lalu larut dalam pikiran masing-masing. Ada hal yang sebenarnya ingin Meredith katakan kepada Yudhis, tapi saat melihatnya sudah tetidur lelap maka tak sampai hati juga Meredith mengatakannya. Dia lalu beranjak dari tempat duduknya, menyelimuti Yudhis agar terhalau angin malam yang nakal. Lalu mengucapkan selamat tinggal.
Meski terselip kegundahan, Meredith akhirnya memutuskan pergi untuk tidur di kamarnya.
*
Tidak ada burung mencicit saat pagi menjelang di Neraka Larat. Hanya hawa dingin dari badai salju yang tak kunjung reda. Meredith sudah lama tinggal di Neraka Larat sehingga hawa dinginnya tak jadi persoalan. Tapi bagi Yudhis, yang baru 18 hari berada di Neraka Larat, pagi selalu memabwa perasaam yang tak mengenakkan. Setiap pagi dia harus muntah-muntah di kamar mandi karena masuk angin. Sangat tidak keren sekali.
Pagi ini Meredith dan Yudhis berpapasan di lorong menuju kamar mandi. Yudhis terlihat kacau dengan segala rutinitas muntah saban pagi. Biarpun begitu dia masih sempat mengucapkan selamat pagi kepada Meredith. Meredith yang berpikir itu adalah kesempatan terakhir untuk mengatakannya, berinisiati untuk memanggil Yudhis. Mungkin karena kondisi badan yang kurang fit, Yudhis tak mendengar panggilan Meredith. Melihatnya kondisinya yang seperti itu, Meredith pun tak sampai hati menanyakan lagi.
Dengan begitu, Meredith kehilangan satu-satunya kesempatan terakhir untuk mengatakan apa yang ia pikirkan belakangan ini. Meredith menghela napas panjang di depan cermin di kamar mandi. Dia lalu meraupkan mukanya dengan air dari Samudra Sesal yang dapat menyembuhkan semua masalah kulit dan wajah. Dia lalu mandi dengan air yang sama.
Jam sudah menunjukkan pukul 10:00 saat biasanya Neraka Larat melepaskan para pendosanya. Hari ini tidak banyak yang lolos dari Neraka Larat, seperti biasanya. Hanya 2 orang pria termasuk Yudhis dan 1 wanita lainnya. Dengan jumlah yang lebih kurang dari jemari di sebelah tangan, perajahan mandala larat tak akan berlangsung lama.
Meredith berjalan dari ruangan tidurnya menuju Alun-Alun Maraveksa di depan. Saat melewati lorong yang menghubungkan bagian Taman Sari dan Ruang Utama, dia bertemu dengan Yudhis. Badannya basah terlihat seperti baru saja berendam dengan Gunaraga. Dia memakai pakaian yang sama dengan yang diberikan Meriyati saat berada di Neraka Krisan. Meski Meredith bersikeras memberinya baju yang lebih bagus, Yudhis selalu saja menolak.
"Hei, Meredith." sapa Yudhis dengan gigi berderetnya yang indah.
"Halo." dijawab Meredith sesopan mungkin.
Yudhis lalu terkekeh mendengar jawaban Meredith. Dibandingankan saat pertama kali Yudhis memasuki Neraka Larat, Yudhis yang saat ini lebih ceria dan seringkali memperlihatkan senyum manisnya itu. Saat Meredith memperhatikan dengan lebih saksama, ternyata tubuh Yudhis juga mulai ada perubahan.
Saat pertama kali Yudhis sampai di Neraka Larat setelah sebelumnya mengalami penyiksaan mati-matian di Neraka Menik, tubuhnya sangat kurus kurang gizi. Hanya tulang berbalut kulit yang melepuh karena terpapar sinar UV langsung dari ribuan matahari. Saat itu kulitnya berwarna keungu-unguan, sangat tidak manusiawi.
Namun lihat sekarang, Yudhis berubah menjadi sosok ganteng yang nyaris membuat Meredith jatuh hati. Kulitnya cokelat bersih karena berendam saban hari. Badannya yang dulu kurus keriput seperti oyong kering, kini terlihat berisi memperlihatkan tubuh fit Yudhis dengan otot-otot yang kering. Terlihat kekar tapi tidak menakutkan karena wajahnya yang memang pada dasarnya cenderung terlihat baby face, meski sudah tumbuh kumis tipis.
"Ada yang aneh?" tanya Yudhis pada Meredith yang melamun memperhatikan tubuhnya.
"Ahem, enggak kok Yudhistira. Enggak ada." jawab Meredith sedikit buru-buru membuatnya malah jadi salah tingkah.
"Seriusan?" tanya Yudhis sambil mengangkat kedua tangannya ke belakang kepala untuk mengikat rambutnya yang tumbuh sebahu. Meredith tak kuasa dengan pemandangan menakjubkan di hadapannya. Dia lalu melemparkan pandangannya ke arah yang lain. "Yakin tak ada yang mau dikatakan? Dari kemarin kau terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu, Meredith."
Meredith senang Yudhis paham jika dia ingin menanyakan satu dua hal. Tapi Meredith tak habis pikir kenapa dia harus menanyakan saat ini, saat mereka hampir berpisah. Tapi Meredith tak peduli, dikumpulkan keberaniannya untuk mengutarakan suatu hal. Belum juga suara dikeluarkan, terdengar bunyi sirene yang bertalu-talu pertanda para pendosa sudah berkumpul. Yudhis lalu bergegas menuju Alun-Alun Maraveksa.
"Aku duluan ya, Meredith. Kalau kita keluar sama-sama nanti orang berpikir yang tidak-tidak." ucap Yudhis sambil berlalu. Belum juga tiga langkah, dia lalu berbalik. "Bisakah kau mengirimku ke Neraka Padma? Aku ingin melihat Maxim agar tahu kalau dia baik-baik saja. Mungkin aku tak bisa mengabarimu jika Maxim baik-baik saja, tapi selama Maxim bersamaku aku berjanji akan melindunginya. Jadi, bisa kan kau mengirimku ke Neraka Padma?"
Meredith menganggukkan kepalanya pelan. Yudhis yang melihat tandanya lalu berlalu begitu saja. Meredith tertawa cekikian. Menertawakan kebodohannya sendiri. Dari kemarin dia ingin meminta Yudhis untuk melihat kondisi adiknya, Maxim. Hanya saja Meredith tak cukup nyali untuk merepoti Yudhis lebih lanjut. Itulah yang membuatnya gamang antara meminta bantuan pada Yudhis atau tidak.
Sementara Meredith gamang dengan pilihannya, Yudhis justru ternyata sudah tetap pada pendirian untuk membantu Meredith mengecek kondisi Maxim. Benar-benar pria yang baik hati.
*
Salju yang bertiup di Alun-Alun Maraveksa tak sekuat badai di luar sana. Meski begitu, itu cukup untuk membuat rambut Yudhis berkibar ke sana ke mari tertiup angin. Sambil membereskan rambutnya yang mencuat ke sana-sini, berlari menyelinap dari pelataran Keraton Neraka Larat menuju Alun-Alun Maraveksa sembunyi-sembunyi. Dia tak ingin ketahuan oleh pendosa lain jika dia baru saja keluar dari keraton.
Endapannya berhasil. Dia berhasil ikut dalam barisan 3 orang yang yang terdiri dari pria paling depan, wanita di tengah, lalu Yudhis di bagian paling belakang. Sekilas Yudhis dapat melihat binar kebahagiaan dari keduanya karena berhasil melewati siksaan Neraka Larat. Saat melihat kaki keduanya, Yudhis sedikit merasa iba karena kakinya penuh dengan sayatan dari kristal anggrek.
"Selamat sudah lulus dari Neraka Larat." bisik Yudhis pada wanita di depannya. Setidaknya itu yang bisa dilakukan Yudhis untuk menyemangati rekan sesama seperjuangan. Meski pada kenyataannya Yudhis tidak benar-benar menjalani hukuman di Neraka Larat.
Wanita di depannya mengangguk lemah. "Iya terima kasih. Kamu juga."
Saat Yudhis mendengar suara wanita tersebut, dia jadi teringat dengan suara-suara yang pernah mengisi hari-harinya yang lalu. Yudhis tak langsung bisa mengenalinya. Tapi dia sempat curiga jika seseorang di hadapannya adalah orang yang ia kenal. Tak mau dirundung penasaran, Yudhistira menepuk pundak wanita di depannya.
Si wanita menoleh ke belakang. Awalnya Yudhis sedikit pangling dengan bentuk wajah si wanita yang agak sedikit berbeda karena lebih berisi. Namun setelah diperhatikan lebih cermat, Yudhis tersadar jika wanita di depannya adalah Jesvari. Gadis berkulit keriput yang ia temui di Neraka Krisan kini berubah menjadi gadis tak lagi keriput yang ia temui di Neraka Larat.
"Jesvari?" ucap Yudhis nyaris tak percaya.
Jesvari mengernyitkan dahinya. Berusaha memperhatikan detil wajah Yudhis dengan saksama. Mencoba mengingat-ingat sesuatu yang membuatnya bisa mengenali pria di hadapannya. Dengan segala kernyitan di dahinya yang seperti keriput saat berada di Neraka Krisan, Jesvari masih tak paham juga.
"Siapa, ya?" pada akhirnya hanya itu yang dapat terucap dari mulut Jesvari.
Yudhis termangu dengan jawaban yang diberikan Jesvari. Dia tahu mereka tak berakhir dengan bahagia, tapi dia tak tahu jika Jesvari sebegitu membencinya hingga melupakannya begitu saja. Padahal, bagi Yudhis, kenangannya bersama Jesvari adalah sesuatu yang tidak bisa dia lupakan begitu saja. Yudhis sedikit kecewa dengan kelakuan Jesvari.
Lalu karena Jesvari tak mendapatkan jawaban apapun dari pria di hadapannya, maka dia kembali menoleh ke depan. Dia lalu memperhatikan pelataran keraton tempat Meredith muncul dengan kebayanya yang hijau toska berbalut merah marun. Meredith memberikan senyuman yang begitu cerah hingga mampu membuat matahari dengki hati. Dia sangat senang karena Yudhis mau menjenguk adiknya di Neraka Padma. Dia bahagia karena bebannya setahun belakangan ini sedikit banyak mulai terangkat satu persatu. Pada akhirnya, ini adalah hari terbaik bagi Meredith. Dia sampai tak memperhatikan wajah keruh Yudhis di dalam antrian pendosa.
Meredith lalu menyentuh tengkuk pundak pendosa pertama. Dengan begitu, sebuah mandala berbentuk bunga anggrek terpatri di punggungnya. Pendosa pertama pergi menuju Neraka Honje untuk melanjutkan hukumannya. Kemudian pendosa kedua, satu-satunya wanita dalam barisan. Dia adalah Jesvari. Meredith yang tak tahu soal apapun tentang Jesvari lalu menyentuh punggungnya tak peduli. Dengan begitu, sebuah mandala berbentuk anggrek terpatri di punggungnya. Meredith mengirimnya ke Neraka Padma, tujuan yang sama dengan Yudhis akan dimutasi.
*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro