Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

27. Biji Kehidupan

"Maaf merusak momen mengharukanmu, Meredith. Tapi sebenarnya aku tak membantu apapun dalam proses penyelamatan adikmu. Aku hanya, kau tahu, kebetulan saja ada di sana saat Maxim dibebaskan. Semuanya lebih banyak karena bantuan dari Tahta." ujar Yudhis mengelak.

"Itu juga sudah membantu banyak, Yudhistira. Dengan ada di sana saat Maxim membutuhkan. Itu lebih baik daripada aku, kakak kandungnya, yang bahkan tidak tahu jika Maxim disekap di Neraka Krisan." ujar Meredith penuh arti.

Yudhis diam sejenak berusaha mengamati watak Meredith. Dia terlihat seperti orang yang bertanggung jawab atas semua hal yang terjadi pada apa yang ada di sekitarnya. Yudhis lalu memutuskan untuk setuju saja dengan anggapan bahwa dialah orang yang menyelamatkan Maxim. Mungkin dengan begitu, Meredith akan merasa lebih baik.

"Yang penting Maxim saat ini sudah tak disekap lagi."

"Ya. Itu juga yang membuatku berpikir semoga dia baik-baik saja di sana." ucap Meredith membenarkan. Dilihat dari cara berbicara Meredith, dia terlihat seakan belum bertemu dengan adiknya sejak dibebaskan dari sekapan Meriyati.

Meredith lalu mengusap air matanya dengan tepian telunjuk. "Maaf sudah membuat waktu mandimu terganggu, Yudhistira. Aku akan pergi, silakan nikmati waktumu."

"Tunggu sebentar, Meredith." ujar Yudhis setengah berteriak. Meredith yang setengah beranjak akhirnya kembali duduk berjongkok di tepian pemandian. "Aku masih punya target 1000 km per satu hari. Jadi bisakah, hmmm, kau bawakan aku pakaian? Aku tak bisa keluar dari pemandian kalau telanjang begini."

"Kalau soal itu, kamu tidak perlu melakukannya. Berlari 1000 km, maksudku. Mana mungkin aku tega memberikan hukuman pada penyelamat adikku." jawab Meredith dengan entengnya.

"Eh, bolehkah begitu?"

"Tenang saja. Aku punya ini." jawab Meredith sambil mengibaskan lengan kiri yang terukirkan mandala bunga larat. "Selama aku punya ini, aku bisa menjamin kenyamananmu selama 18 hari di Neraka Larat."

Yudhis sedikit merasa tak enak. Percakapannya dengan Cemani saat berada di Neraka Menik membuatnya berpikir untuk sebisa mungkin mengurangi bantuan dari orang lain. Tapi bantuan memang terasa candu. "Terima kasih, Meredith."

"Sama-sama, Yudhistira." jawab Meredith dengan tenangnya. Dia lalu menambahkan. "Oh ya, soal baju nanti akan kuperintahkan seseorang untuk memberimu baju ganti. Selagi itu, silakan nikmati pemandiannya."

"Satu hal lagi, Meredith. Apakah kau tahu setan bernama Seruni? Namanya Arba' Aldhahab, alias Iblis Putih, alias Penyihir Teluk Naniwa, alias Haegil, alias Yakshashuta, alias Seruni, alias Belghamsastar, alias Rara Saketih dari Alas Jayagiri. Apakah ada kemungkinan jika dia tinggal di Neraka Larat ini?"

Meredith menggeleng lemah. "Sebenarnya saat tahu kamu menyelamatkan Maxim, hal yang pertama kulakukan adalah mencari tahu identitas asli Seruni. Tapi sayang tak ketemu. Baik di Neraka Larat maupun Neraka Honje tempat dosa nafsu mendapatkan hukuman tidak ada yang bernama Seruni. Maaf, aku tidak bisa banyak memabantu."

"Tidak apa-apa. Itu pun sudah membantuku dengan memberi tahu jika Seruni tidak ada di Neraka Larat maupun Honje."

Dan dengan begitu, Meredith pergi dari jarak pandang Yudhis.

Yudhis lalu melendehkan kepalanya ke tepian pemandian. Pemandian alias Taman Sari Neraka Larat ini berbentuk kolam dengan sumber mata air hangat di bawahnya. Tidak terlalu berbau belerang, malahan tercium wewangian aneka kembang yang sengaja dimasukkan ke dalam air. Airnya yang suam-suam kuku menggelitik tulang dan melemaskan otot-otot persendian. Benar-benar kombinasi yang sangat tepat antara badai salju di luar sana dengan pemandian air hangat di dalam.

"Nikmatnya..." ujar Yudhis kepada dirinya sendiri.

"Tentu saja nikmat, setelah badan remuk disiksa di Neraka Menik paling tepat istirahat sejenak di Neraka Larat." ucap sebuah suara menimpali.

"Betul sekali!" jawab Yudhis secara refleks. Dia lalu mengernyitkan alis. Berdiri di dasar kolam sambil menaruh waspada pada apa yang akan terlihat. Pada kabut yang membuat pandangan keruh, dia bertanya. "Kau siapa?"

"Hei, Yudhistira. Tidak sopan menaruh waspada pada orang yang baru pertama kali kamu lihat." ujar pria yang berumur sekitar 40-an itu. Pria berbadan kekar dengan banyak rambut tumbuh di dada, lengan, dan bagian beberapa bagian wajah. Rambutnya sangat hitam seakan menegaskan kegarangannya.

"Jadi, kau ini siapa?" tanya Yudhis tak peduli dengan omongan pria tersebut.

"Aku Gunaraga, Raja Neraka Larat tempat dosa malas mendapatkan hukuman." ucap Gunaraga sembari merapikan rambutnya yang basah.

"Ah, maaf. Aku tak tahu kau ternyata orang sepenting itu." jawab Yudhis salah tingkah.

"Jadi kalau tidak penting, kamu tidak akan meminta maaf." ucap Gunaraga menggoda Yudhis.

"Ah, bukan begitu maksudku." Lagi-lagi Yudhis berakhir dengan salah tingkah memalukan.

"Iya, aku mengerti. Kenapa sekarang kamu tidak kembali duduk di pemandian saja? Aku tidak terlalu suka melihat selangkangan pria lain."

"Ah, maaf." ucap Yudhis sambil menutup selangkangannya dengan kedua tangan. Dia lalu bernjak menuju ke kolam. Berusaha menikmati waktu mandinya meski tak lagi mungkin bisa ia lakukan jika ada orang lain yang berada satu air dengannya.

Atmosfir yang dibuat terasa canggung. Yudhis tak lagi bisa berleha-leha dengan kaki ongkang-ongkang yang diselonjorkan. Kini dia duduk tahiat dengan kedua tangan ditaruh di atas paha. Posenya formal dengan tulang punggung yang ditegakkan.

"Yudhistira, kenapa kamu tidak lebih rileks lagi?"

"Ya! Tentu saja! Baik!" secara tidak sadar Yudhis sangat panik. Itu karena dia sedang berhadapan dengan Raja Neraka. Biasanya dia akan baik-baik saja. Namun trauma yang berasal dari Neraka Menik masih menggoreskan pengalaman pahit mengenai Raja Neraka. Terlebih lagi saat ini dia sedang berada di pemandian sehingga membuatnya merasa tak terlindungi oleh pakaian.

Gunaraga hanya dapat menghela napas tak sanggup lagi melihat kelakuan Yudhis yang sangat kikuk. Dia lalu mebuat gestur dengan sebelah tangan yang membuat para setan berdatangan. Mereka adalah dua setan wanita yang semula menggosok tubuh Yudhis.

"Bagaimana? Sekarang sudah jadi lebih rileks dengan tambahan wanita?" tanya Gunaraga tersenyum nakal.

Yudhis malah menegadahkan kepalanya ke langit Neraka Larat. Pada semburat awan yang tebal seperti permen kapas. Yudhis malah semakin kikuk setelah dihadirkan banyak wanita di pemandian. Gunaraga lalu menyuruh mereka pergi.

Akhirnya Yudhis bisa bernafas lagi.

Gunaraga lagi-lagi membuat gestur dengan tangannya. Yudhis semakin was-was dengan apa yang akan muncul. Tapi ternyata hanyalah makanan yang ditaruh di atas nampan-nampan kayu sehingga bisa mengapung di atas permukaan air. Ada banyak makanan yang disediakan dan entah kenapa semuanya oriental. Nasi goreng sea food, tom yum, laksa, ramyun, kue beras, dan masih banyak lagi. Tidak ada yang jadi selera Yudhis.

"Jangan sungkan, Yudhistira."

Lalu karena lapar, disambar juga nasi goreng sea food yang merupakan safe bet-nya. Mungkin karena sangat lapar sejak disiksa habis-habisan di Neraka Menik, Yudhis merasa nasi gorengnya terasa sangat lezat sampai ke ulu hati. Bumbunya pedas berlemak dan ada sensasi segar dari tambahan kencur, sedikit jahe dan kunyit, juga kacang polong dan seledri. Udangnya dimasak dengan panas yang pas sehingga tidak gosong pada bagian kulitnya.

"Enak! Aku bisa makan 10 porsi seperti ini." teriak Yudhis penuh suka cita.

Dengan sekali gerakan, Gunaraga mendatangkan 10 porsi nasi goreng yang sama. Yudhis hanya dapat memakan 4 piring sampai akhirnya bosan juga. Dia lalu mengigiti tusuk gigi untuk membersihkan sisa-sisa makanan yang terdapat di celah gigi.

"Nggak nambah lagi, Yudhistira?"

"Enggak. Sudah kenyang."

"Masih banyak lho."

"Enggak ah. Nanti mati kekenyangan."

"Memang kenapa kalau mati kekenyangan, Yudhistira? Kan masih bisa dihidupkan lagi."

"Iya, sih." jawab Yudhis tak begitu yakin.

"Yudhistira, kamu tahu kenapa para arwah di Akhirat tidak akan mati mesti mati berkali-kali?" ucap Gunaraga memulai topik pembicaraan.

"Itu agar setan bisa menyiksa manusia ratusan kali. Jika sekali hantam saja sudah mati, dimana letak kesenangan para setan di Neraka Menik?" ujar Yudhis beretorika. Kentara sekali dia masih tak bisa melepas trauma saat berada di Neraka Menik.

"Itu memang benar. Tapi pernah terpikir enggak bagaimana bisa manusia tetap hidup berkali-kali mati?"

"Tidak sama sekali."

"Mau kuberitahu soal rahasia kehidupan di akhirat? Ini cukup menarik, Yudhistira."

"Kalau memang menarik kau tak perlu mengucapkannya secara ekplisit seperti itu. Aku jadi khawatir kalau ceritanya tak terlalu menarik dan kau membuat-buatnya agar terdengar seperti cerita yang cukup menarik untuk didengarkan." jawab Yudhis skeptis.

"Ini benar-benar menarik, Yudhistira. Begini, kamu masih ingat saat pertama kali di Sidang Benih Kebajikan saat Jalaran mengambil sesuatu berbentuk seperti biji dari pusarmu? Itu adalah Benih Hidup tempat segala sesuatu yang pernah kamu lakukan semasa hidup. Sampai di sini masih paham?"

Yudhis mengagguk pelan.

"Pernahkah kau bertanya-tanya dimana Jalaran menyimpan biji tersebut?"

Kali ini Yudhis menggeleng pelan.

"Dia menyimpannya di Mimbar Batas. Tempat di mana Benih Hidup semua orang disimpan. Saat ini, karena kamu masih berada di Neraka, maka Benih Hidup milikmu ada di Mimbar Batas Neraka. Nanti jika kamu sudah selesai menjalani semua hukuman maka Benih Hidup milikmu akan dipindahkan ke Mimbar Batas Surga."

"Jadi, apa maksudmu dengan menberitahukannya kepadaku?"

"Benih hidup akan mengikuti manusia sampai kapanpun, dalam tahap ini masih paham?"

Yudhis mengagguk pelan, masih menerka akan kemana arah pembicaraan.

"Jadi, bagimana kalau Benih Hidup dibawa ke Dunia Makhluk Hidup?"

Mata Yudhis terbelalak demi mendengar pernyataan Gunaraga. "Yang benar saja, Gunaraga? Maksudmu aku bisa kembali ke Dunia Makhluk Hidup tanpa harus repot-repot mencari Seruni yang entah sekarang ada di Neraka bagian mana? Kenapa kau tak bilang sedari dulu, Gunaraga?"

"Dulu aku tidak kenal kamu dan dulu kamu tidak melakukan apapun yang cukup untuk dibalas informasi berharga ini."

"Memang apa yang sudah kulakukan?"

"Meredith." jawab Gunaraga sedikit sendu. "Sejak pertama kali dia kembali ke Neraka tak pernah sekalipun tersenyum. Itu karena dia selalu khawatir dengan dimana gerangan adiknya berada. Berkali-kali dia minta memasuki Neraka lain, namun hanya Tahta dan Priya Megana dari Neraka Honje yang memperbolehkannya. Lalu, ketika Tahta datang membawa kabar jika saat ini dia sedang menjalani hukuman di Neraka Padma, Meredith akhirnya bisa tersenyum. Andai saat itu kamu melihat senyum pertamanya selama di Neraka Larat, aku rasa kamu bisa langsung jatuh cinta."

*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro