Mozaik 63 : Senja [END]
.
.
'Warna langit di penghujung hari.'
.
.
[NEO] TWILIGHT
Sabtu, 01/01/2022
ⓝ
ⓔ
ⓞ
Nakyung meremas-remas jarinya. Tatapan mata yang sedari tadi terpaku pada ubin dingin terangkat saat Jeno datang dengan nampan berisi dua cangkir kopi. Teman laki-laki yang dulu terus menolak untuk menjalin hubungan lebih dari sekedar teman, kini tengah melakukan kencan bersamanya.
"Selama berteman denganmu, kenapa aku baru tahu kalau kamu suka espresso."
Bukan tanpa alasan mengapa Nakyung menyukai kopi yang sangat pekat. Meski sederhana dalam penampilan, espresso cenderung sulit untuk diminum bagi pemula karena rasanya yang pahit dan kental. Nakyung sampai harus berlatih beberapa kali sebelum menyukai kopi favoritnya Jeno.
"Aku sangat menyukainya dan kau tidak tahu." Nakyung berlagak cemberut.
"Maaf, mulai sekarang aku akan mengingatnya," kata Jeno sambil mengulum senyum manis yang selalu mampu meluluhkan hati Nakyung. "Lalu apa lagi yang kau sukai?"
"Susu coklat, es krim, ayam goreng, hamburger, sup seafood, jjampong dan... Lee Jeno!"
Jeno terdiam cukup lama untuk mengerti satu hal, bahwa semua yang disebutkan Nakyung adalah kesukaannya. Rasa bersalah semakin mencekiknya, ketika mengingat alasan mengapa ia menerima Nakyung sebagai pacar. Dia telah membuat kesalahan dengan menjalin hubungan demi melampiaskan ketidakmampuannya.
Sementara di seberang meja, Nakyung terus berceloteh mengenai betapa senangnya dia diberi kesempatan untuk lebih dekat dengan Jeno.
"Kau paling suka warna biru, oh, kupikir biru memang bagus. Lalu hewan favoritmu kuda... kau sangat senang saat diberi hadiah kuda oleh ibumu, sampai-sampai memberinya nama happenᅳ"
"Nakyung, aku bertanya mengenai kesukaanmu, bukan kesukaanku," sela Jeno bersamaan dengan munculnya rasa kesal yang ditujukan untuk dirinya sendiri.
"Apa yang kau sukai, aku juga menyukainya."
Pandangan Jeno melemah, bukankah sudah dipastikan kalau dirinya sungguh teman yang buruk. "Aku tidak tahu apa-apa tentangmu."
"Kau bisa mulai mencari tahu tentangku," usul Nakyung.
Jeno menatap lurus, ia mendapati Nakyung yang mengeryit setelah meminum espresso. "Kau tahu aku memanfaatkanmu dan terus berpura-pura seakan semuanya baik-baik saja."
Nakyung menurunkan kedua sudut bibirnya, tak lagi tersenyum cerah. "Kau boleh memanfaatkanku."
"Aku menyukai Heejin," ungkap Jeno.
"Aku juga menyukai Heejin." Hanya butuh waktu satu detik untuk Nakyung mengatakannya.
"Hentikan Nakyung-ah, lebih baik kita puᅳ"
"Aku akan menjenguk Heejin!" potong Nakyung seraya berdiri dari duduknya.
"Nakyung-ah," panggil Jeno tetapi tidak digubris, dan Nakyung pun berlalu sambil menahan tangis. "Aku membenci diriku karena kau terlalu mengenalku."
***
Tiga hari terakhir ini Neohealtez mendapatkan banyak pasien, selain sebelumnya telah merawat beberapa polisi yang bertugas di perbatasan ketika harus berurusan dengan para vampir pelanggar, lalu putri sulung dari kerajaan yang terluka sehari sebelum pertandingan. Ada juga pegawai di Kementerian Vampir, pasalnya telah dirampok.
Kini pasangan muda tersohor di Neogara, disebut-sebut telah berjasa melawan Van Dracula. Seluruh rakyat dari berbagai kalangan membicarakan kehebatan pangeran dan putri penerus kerajaan. Namun, mereka tidak tahu bahwa sang putri-lah yang telah membangkitkan sekaligus menggagalkan ritual kebangkitan sehingga Van Dracula kembali menghilang.
"Mungkin dia bersembunyi lagi dan kembali membuat ramuan kebangkitan."
"Bukankah itu artinya dia mati untuk kedua kalinya."
Banyak vampir berspekulasi setelah tersiar kabar terlukanya pangeran akibat melawan Van Dracula. Donghae menggaruk telinga, hampir jengkel mendengar para karyawannya bergosip sepanjang hari.
"Kalian tidak bekerja!" tegur Donghae, terpaksa menaikkan nada bicaranya. Kedua suster itu terlonjak yang lalu bergegas ke ruang rawat. "Jangan masuk ke ruang rawat putri," lanjut Donghae.
Kedua suster segera berlari kecil, hampir lupa kalau hanya Donghae-lah yang boleh memeriksa Heejin.
"Apa perlu aku potong gaji mereka," kata Donghae sambil menggeser pintu bersamaan dengan Heejin yang mendadak terduduk dari berbaringnya. "Heejin, kau sudah bangun."
Napas Heejin tersengal, bola matanya bergulir ke sekitar. "Jaemin, apa dia baik-baik saja?!"
"Syukurlah jantungnya hanya robek, satu atau dua hari lagi dia akan segera pulih." Donghae menjawabnya dengan tenang, seperti kelewat santai sehingga membuat Heejin marah.
"Ahjussi, kau bilang hanya... dadanya terbuka dan dia hampir mati. Aku, aku melihatnya sendiri... dia tidak baik-baik saja." Heejin turun dari ranjang menatap Donghae dengan kekhawatiran yang kentara. "Ahjussi, di mana dia sekarang?"
"Di ruang sebelah," balas Donghae, agak aneh dipanggil 'ahjussi'. "Kenapa dia tidak memanggilku dokter."
Donghae menggumamkan soal manusia yang pasti masih belum terbiasa akan vampir yang dapat beregenerasi selagi di luar sana Heejin memasuki ruang rawat Jaemin dengan tergesa. Vampir lain tidak tahu kalau salah satu pasien di rumah sakit adalah seorang manusia.
***
"Na Jaemin!"
Heejin berseru sembari berhambur ke ranjang, dimana Jaemin terbaring dengan selang inpus di tangannya. Cairan merah yang dipastikan Heejin sebagai darah, sepertinya berguna untuk memulihkan tubuh Jaemin yang menurutnya telah kehabisan banyak darah saat jantungnya hendak diambil paksa.
Heejin mengecek apakah Jaemin masih bernapas dengan meletakkan punggung jari telunjuknya di depan hidung Jaemin. Merasa belum cukup yakin, ia pun mendekatkan telinganya di dada Jaemin. Detak jantung terdengar normal seketika membuat Heejin lega.
"Dia masih hidup," kata Heejin mengambil napas panjang yang lalu membuangnya perlahan. "Tunggu... kenapa dia belum sadar juga?"
Heejin pun memastikan untuk kedua kalinya, nyaris menempelkan telinga dan detak jantung yang begitu cepat membuat alisnya bertaut. Helai rambutnya yang turun mengenai tubuh berbaring Jaemin ia selipkan di belakang telinga. Bukankah terlalu bahaya jika jantung berdetak secepat ini.
"Aw," ucap Jaemin saat dadanya tertekan oleh berat kepala Heejin. "Apa yang kau lakukan?"
Heejin menarik tubuhnya yang lalu melihat Jaemin sudah terbangun. "Jaemin, kau sudah sadar, jantungmu berdetak terlalu cepat, akan aku panggilkan dokter."
"Tidak usah," tolak Jaemin segera menambahkan dengan suara lebih pelan, "Jantungku baik-baik saja sebelum kau datang."
"Apa?" tanya Heejin.
"Bagaimana denganmu?" Jaemin duduk di atas ranjangnya sambil melihat kondisi Heejin. "Tidak terluka parah," simpulnya setelah beberapa detik berlalu.
"Bodoh, justru kau yang terluka parah," cibir Heejin.
"Iya, kau telah menyelamatkanku dengan kekuatan telekinesismu. Kerja bagus, Heejin-ah."
"Telekinesis," ulang Heejin, mengingat bagaimana bisa tubuh Van Dracula bergerak di udara dengan menyakitkan. Itu artinya ia bisa mengendalikan dengan pikiran. "Aku yang melakukannya!" pekik Heejin sambil menekap mulut tak percaya.
***
"Belum ada tiga hari berpacaran, dia seenaknya saja minta putus," gerutu Nakyung sambil memasang wajah sebal sepanjang koridor sekolah.
Neoskhole akan mengadakan upacara penghargaan kelas terbaik. Hari terakhir sekolah di musim dingin tahun ini dihebohkan dengan kebangkitan Van Dracula, yang menyerang Jaemin dan Heejin. Murid-murid masih asyik membicarakannya di dalan aula, bahkan ketika satu per-satu guru datang mengambil tempat duduk yang telah tersedia.
"Kenapa datang sendiri, tidak bersama Jeno?" Renjun bertanya sembari mengedarkan penglihatan.
"Diam kau," sewot Nakyung.
"Kalian bertengkar," tebak Renjun.
"Mereka datang!" seru sebuah suara dari barisan kelas dhampire.
"Mereka terlihat baik-baik saja setelah berhadapan dengan Van Dracula."
"Bukankah mereka sangat hebat di usia yang masih belasan tahun melawan vampir jahat."
Nakyung tidak habis pikir, pacarnya malah datang bersama Jaemin dan Heejin. Apa dia benar-benar meminta putus? Batinnya selagi dengan berlari Heejin menghampirinya sambil melambaikan tangan.
Upacara penghargaan dimulai dengan pembukaan oleh kepala sekolah. Shindong mengutarakan kebanggaannya terhadap tiga murid dari kelas salvatyorie yang begitu berani. Doyoung langsung saja mengumbar senyum ke sekeliling.
Yoohyeon dan JiU kompak geleng-geleng kepala malu akan tingkah sahabatnya itu. Sedang Doyoung masih terus pamer gigi, yang mungkin kering karena telah banyak bercerita soal perkelahiannya dengan pengikut Van Dracula.
"Untuk itu piala kelas terbaik jatuh kepada Salvatyorie!" seru Shindong sambil mengangkat piala tinggi-tinggi.
Semua murid bertepuk tangan, bersorak mengucapkan selamat. Taeyong menyikut lengan Mark agar jangan ikut bertepuk tangan. Tak sedikit dari vampaneze yang dengan enggan memberi selamat.
Kemenangan salvatyorie di pertandingan boqquickent menambah nilai lebih, selain itu stand dengan penjualan terbanyak di festival juga diraih oleh salvatyorie. Mereka berhak memenangkan penghargaan kelas terbaik semester ini.
***
"Kau jadi berlibur ke Australia?" Shuhua merangkul lengan Nakyung, di sebelahnya Renjun menoleh ingin tahu.
Heejin datang diikuti Jaemin dan Jeno yang sepertinya sedang mengobrol seru. "Siapa yang akan ke Australia?" tanya Heejin, merangkul lengan Nakyung satunya lagi. "Kau akan pergi berlibur ke sana."
"Iya, aku berhasil mendapatkan surat izin keluar, jadi aku dan keluarga akan menghabiskan libur musim dingin di sana." Nakyung melepaskan rangkulan tangan Heejin yang lalu melihat ke sisi Shuhua berada. "Kau akan ke cina bersama Renjun?"
"Iya, kami berjanji untuk mengunjungi orangtuaku," jawab Shuhua.
Nakyung menggoda Renjun dengan berkata, "Ada yang mau bertemu mertua, nih."
Renjun menggaruk kepala belakang dengan tersipu malu. Selanjutnya Jeno datang mencegat langkah mereka, lebih tepatnya Nakyung dan berkata, "Nakyung, kita perlu bicara."
***
Setelah kejadian yang menimpa Jaemin dan Heejin, keamanan Neomertanz diperketat. Kepolisian vampir dikerahkan untuk mencari keberadaan Van Dracula yang menghilang bersama ajudannya, Kai. Sedangkan Sehun ditangkap karena diduga telah berkhianat.
Tidak ada yang bisa Jaemin curigai selain sang pengawal, satu-satunya yang mengetahui tempat persembunyiannya di bukit. Pernyataan Heejin mengenai surat di loker meyakinkan pihak kerajaan akan siasat Van Dracula menarik perhatian Heejin untuk keluar. Untungnya ada Doyoung yang masih menjalankan tugas, dan mengikuti Heejin.
"Ponselmu sudah ketemu, tapi kenapa masih cemberut seperti itu. Tidak enak dilihat tahu."
Jaemin mengomentari wajah tertekuk Heejin sedari sekembalinya mereka dari tempat kejadian penyerangan Van Dracula. Ia berpikir akan mencari satu tempat rahasianya lagi dan tidak akan membiarkan siapa pun mengetahuinya. Mungkin kecuali Maxxis yang kerap kali ditunggangi ke mana pun ia ingin pergi.
"Turun dari kudaku kalau tidak menjawab," ancam Jaemin.
Nyatanya bukan hilangnya ponsel yang benar-benar membuat Heejin sedih. "Nakyung sepertinya marah padaku," kata Heejin selagi di belakang Jaemin urung menarik tali kekang.
"Dia memang suka seperti itu ketika akan berlibur jauh," balas Jaemin.
Langit senja masih setia menemani perjalanan pulang Jaemin dan Heejin. Mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama, begitu pun dengan momen beberapa saat lalu di bukit sambil bicara serius mengenai kontrak pernikahan. Ditemani matahari terbenam, keduanya saling bertukar pikiran, tampak enggan mengakhiri hubungan.
Heejin tidak lagi canggung menunggang kuda berdua dengan Jaemin. Bahkan ketika tangan Jaemin menyentuh pinggangnya, seakan memberi pelukan dari belakang, atau mungkin hanya sekedar harus mengendarai kuda. Tetapi Heejin sangat menyukainya.
"Jaemin, soal perkataanku di gubuk waktu itu...,"
"Heejin-ah!"
Sebuah suara yang amat dirindukan telah memanggil namanya. Heejin pun menoleh ke sumber suara. Di gerbang utama kastel, Jeon Sungmin tersenyum lembut.
"Ayah," kata Heejin.
Jaemin turun lebih dulu dari kuda, kemudian membantu Heejin yang segera berlari menghampiri ayahnya. Jaemin tau suatu saat nanti ayah Heejin pasti akan kembali demi menjemput Heejin.
Perpisahan itu semakin terasa ketika Heejin pergi, kembali ke rumahnya di Seoul. Jaemin seharusnya senang karena keinginannya mengusir Heejin dari kastel tercapai. Namun, hatinya terasa mencelos, kehilangan yang teramat menyiksa.
Jaemin tidak rela Heejin pergi dari kehidupannya. Jaemin juga belum mengatakan bahwa ia menyukai Heejin.
'Heejin-ah, kau belum naik bus, 'kan?'
Mendengar pesan pikiran dari Jaemin, Heejin otomatis tersenyum. 'Belum.'
Tidak butuh waktu lama untuk Jaemin menyusul Heejin. "Ayah, aku akan bicara sebentar dengan Jaemin. Ayah pergi duluan saja ke halte."
"Baiklah," ujar Sungmin.
Detik berikutnya, Heejin mendapat pelukan erat dari Jaemin. "Aku pasti akan merindukanmu," bisik Jaemin, menggelitik telinga Heejin.
"Segeralah lulus dari Neoskhole dan temui aku." Heejin balas memeluk Jaemin dengan perasaan campur aduk. "Haruskah aku tetap di sini?"
Hening.
Jaemin beralih membelai rambut Heejin, sedikit merapihkan anak rambut yang menghalangi dahi Heejin yang lalu memberi sebuah kecupan ringan. Mereka saling memandang lekat-lekat. Sampai perlahan bibir mereka bertemu, memagut kasih di hari yang dingin.
"Pergilah, busnya angkat segera berangkat." Mata Heejin meredup, bukan kalimat itu yang ingin dia dengar. "Nikmati libur musim dinginmu di sana," lanjut Jaemin kembali memunculkan senyum di wajah putih Heejin.
Jaemin mengantarkan Heejin sampai bus. Ketika melihat Heejin menaiki bus, duduk di sisi jendela dan melambaikan tangan, Jaemin tidak yakin akan bertemu lagi dengan wanita yang telah memasuki kehidupannya selama dua musim.
"Sepertinya aku sangat menyukaimu," ujar Jaemin segera meneruskan dengan suara keras-keras, "JEON HEEJIN, SAMPAI JUMPA LAGI!"
***
THE END
Pertemuan selalu diiringi dengan perpisahan. Maka manfaatkanlah setiap waktu bersama orang terkasihmu, dan katakan bahwa kau menyukai momen kebersamaan itu walau prosesnya tidak selalu indah.
Author Cho dan seluruh pemeran [NEO] TWILIGHT mengucapkan, selamat tahun baru 2022!
Terima kasih buat readers yang sudah support aku selama 11 bulan terahir ini, ❤❤❤ akhirnya bisa selesein satu judul lagi.
SEE YOU NEXT EPILOG
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro