Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mozaik 61 : Segel

.
.
'Menyegel kekuatan sang mate dengan tanda merah.'
.
.

[NEO] TWILIGHT
Rabu, 08/12/2021


Anggota tim boqquickent salvatyorie bersorak untuk kemenangan mereka. Rencana berisiko yang sempat ditolak Jaemin karena bisa saja membahayakan Heejin, berjalan lancar. Johnny berterima kasih kepada rekan satu timnya dengan bergantian melakukan tos.

Jaemin juga melakukan hal yang sama, tapi ketika tos dengan Heejin entah mengapa tangannya malah memegangi tangan Heejin. Rasanya jauh lebih menyenangkan, seperti ratusan kupu-kupu memenuhi perut.

"Aku bilang apa, kau pasti bisa," kata Jaemin.

"Terima kasih, telah melatihku dengan baik walau dalam waktu singkat." Heejin baru bisa mengatakannya karena kemarin Jaemin terlalu menyebalkan saat mengajarinya berkuda.

Maxxis meringkik seakan senang dapat bertemu kuda betina, bahkan mengibaskan ekor sambil mengitari kuda berwarna putih, yang ditunggangi Heejin. Pegangan tangan Jaemin dan Heejin terlepas. Mereka pun tertawa menyadari Maxxis tengah menggoda Fleur.

Piala diangkat tinggi-tinggi oleh sang kapten, Johnny. Renjun dan Winwin mengedarkan pandangan ke seluruh penonton.

"Shuhua, aku menang!" seru Renjun.

Anak-anak vampaneze menjadi yang pertama meninggalkan lapangan. Minju pergi dengan sebal setelah melihat Jaemin dan Heejin yang tertawa-tawa di tengah lapangan. Berdalih dirinya perlu ke toilet, sehingga Hyunjin tidak jadi mengikutinya.

***

Ada sesuatu yang dirasa janggal ketika Jaemin mendapati Sehun tidak bersembunyi dengan baik. Pengawal yang diperintahkan untuk melindungi secara diam-diam itu tampak kurang fokus. Akhirnya ia menyuruh yang lain lebih dulu ke ruang ganti.

Jaemin berdehem. "Pengawal Oh, kau tidak senang tim-ku menang?"

Festival Neoskhole bisa disaksikan oleh murid lulusannya. Begitulah Sehun bisa masuk dan menonton, meski memilih tidak berbaur dengan penonton lainnya. "Yang Mulia Pangeran, bukan begitu, aku... aku baru saja mendapat kabar kalau istriku akan melahirkan."

Sehun tersadar telah lalai dalam tugasnya, seharusnya ia bisa bersikap profesional.

"Lalu kenapa masih di sini, segera pergi dan temui istrimu."

"Tapi raja menugaskanku untuk tetap menjaga Pangeran dan Putri."

"Aku bisa menjaga Heejin, dan diriku sendiri, tentunya." Jaemin mendorong tubuh tegap sang pengawal. "Sudah cepat pergi, jangan lewatkan kelahiran anak pertamamu."

"Tapiᅳ"

"Aku akan merahasiakannya dari raja," potong Jaemin sambil masih mendorong Sehun.

***

Heejin menggantungkan jubah merah di dalam lokernya. Mengakui sangat suka olahraga menantang yang dilakukan vampir. Selain itu, ia merasa bahwa dirinya keren ketika memakai jubah dan bermain boqquickent.

"Mulai sekarang, boqquickent menjadi olahraga favoritku," putusnya sebelum menutup pintu loker, pandangannya menemukan surat bersampul merah jambu mengintip dari rak teratas loker. "Bukan dari Sungchan, kan?" pikir Heejin sembari membuka amplop.

Siapa yang melupakan surat pertamanya, terlebih gara-gara surat tersebut Heejin sampai dirundung sepulang sekolah. Semoga saja kali ini ia mendapat surat cinta sungguhan. Kemudian secarik kertas dengan tulisan rapih menyapa penglihatan Heejin.

Ada yang ingin aku bicarakan padamu. Selesai pertandingan temui aku di tempat persembunyianku, kau ingatkan bukit dimana kita pernah melihat senja bersama. Aku menunggumu di sana. ᅳNa Jaemin

"Jaemin, apa yang ingin dia bicarakan denganku?" Heejin mencoba menebak sesuatu, tapi hanya satu yang terpikir sampai-sampai rona merah muncul di pipinya. "Mungkinkah, menyatakan cinta...."

Heejin tersenyum sendiri. Tiga detik berlalu, ia pun memukul kepalanya. "Bodoh, apa yang kau pikirkan, Jeon Heejin."

Sejujurnya Heejin mengharapkan tebakannya benar. Terbukti tindakan lebih cepat ketimbang pemikirannya terkait isi surat. Dipakainya kembali jubah boqquickent dan melangkah dengan mantap. Tiap sekonnya langkah Heejin semakin kencang. Heejin ingin segera bertemu Jaemin.

Aku menyukaimu, Na Jaemin. Hati kecil Heejin berucap, mengungkap setiap perasaan saat sedang bersama Jaemin, adalah karena ia menyukai laki-laki yang merupakan suami sementaranya. Entah dimulai sejak kapan perasaannya terhadap Jaemin. Bahkan sekarang, mengingat pertengkaran dengan Jaemin pun membuat Heejin tertawa.

"Heejin-ah, kau mau ke mana?!" Nakyung berseru ketika Heejin melewatinya dengan langkah terburu.

"Menemui Jaemin!"

***

"Kalau sudah jatuh cinta memang susah, contohnya aku."

Gerutuan Nakyung di sepanjang jalan menuju Flower Blood sampai ke telinga Jisung. "Dan aku!" sahut Jisung, yang baru saja kembali dari mengantarkan Wonyoung ke studio vokal.

"Maksudku Heejin, dia berlari dengan penuh semangat, mengatakan akan menemui Jaemin," terang Nakyung, setelah diingat lagi mereka akan merayakan kemenangan tim boqquickent salvatyorie bersama-sama. "Padahal tujuan kita sama."

Dua pasang kaki terhenti di depan kafe yang ramai pengunjung. Nakyung masuk lebih dulu, lalu mengedarkan pandangannya mencari Heejin.

"Johnny Hyung, apa aku boleh memesanᅳsepotong kue pelangi!" Jisung langsung memesan sebelum Johnny menyetujuinya. "Terima kasih, Hyung, atas traktirannya."

Nakyung menemukan meja bulat, yang dikelilingi Jaemin, Jeno, Renjun dan Winwin. "Loh, kok, Heejin tidak ada?"

"Kenapa kau lama sekali," omel Renjun.

"Heejin, mana?" tanya Jaemin.

"Bukannya dia sudah ada di sini," balas Nakyung, sesaat mengira kalau Heejin sedang ke toilet. "Tadi dia bilang akan menemuimu, benar tidak ada di sini? Apa mungkin dia tersesat?"

Jaemin berdiri sempoyongan dari tempat duduknya. Tiba-tiba saja kakinya lemas. Tanpa tau harus mencari Heejin ke mana, Jaemin bergegas berlari keluar dari kafe sembari mencoba menghubungi Heejin. Pun Jeno yang menyusul dengan raut amat sangat cemas.

"Heejin-ah, angkat teleponnya," kata Jaemin.

Sementara itu dering ponsel memecah keheningan di ruang ganti. Sepertinya karena terburu-buru Heejin meninggalkan benda persegi itu di dalam loker.

"Kenapa dia tidak mengangkat teleponnya!" Bila terjadi sesuatu kepada Heejin, maka Jaemin tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.

***

"Aku benci dia!" ucap Heejin keras-keras.

Bayangan akan hari dimana Heejin mengunjungi tempatnya berdiri sekarang berkelebat. Tatapannya terpaku pada satu pohon besar, yang waktu itu membentur punggungnya. "Dia makhluk penghisap darah paling menyebalkan, yang hampir membunuhku di sini."

Terlalu manis sampai aku tidak bisa menahan diri. Anehnya suara berat Jaemin saat itu terngiang.

"Aku bahkan memohon agar dia jangan menggigitku, dan ternyata dia hanya mengerjaiku." Heejin mendecih cukup untuk mengelak dari perasaan yang mungkin salah mengartikannya sebagai cinta. "Na Jaemin, apa yang aku sukai darinya?"

Suara jatuhnya butiran salju yang tersangkut di ranting pohon mengalihkan pandangan Heejin. Sambil berbalik dengan senyum terkembangnya, Heejin berkata, "Jaemin, kau sudah datang."

"Annyeong, sudah lama aku ingin bertemu denganmu." Seketika air muka Heejin berubah tegang, ia pernah melihat laki-laki berjubah hitam itu, tapi di mana.

"Siapa kau? Di mana Jaemin?" tanya Heejin bersikap waspada di depan laki-laki asing yang terus berjalan mendekat.

"Bisa dibilang aku ini pamanmu, Jaemin tidak bisa datang dan sebagai gantinya aku yang datang."

Semakin pendek jarak, semakin jelas bahwa Heejin yakin pernah melihat wajah, yang setengahnya tertutupi tudung. "Na Yunho?" ia terkesiap tatkala ingat satu buku dari ruang rak rahasia yang sempat dibacanya.

Di sanalah, Heejin melihat foto laki-laki yang mengaku sebagai kerabat raja. Jika benar begitu, maka dia adalah... Van Dracula.

"Benar, ini aku," kata Yunho sambil menarik turun tudung lebarnya. "Yang sudah membunuh ibumu."

Rahang Heejin mengeras menahan marah. Tangannya terkepal kuat sampai kuku jarinya menancap ke telapak tangan.

"Oh, ayolah, jangan terlalu marah. Aku sudah menjalani hukuman selama delapan belas tahun. Aku sekarat." Van Dracula menyentuh pipi Heejin dengan ujung kuku panjangnya.

Heejin mengeryit kesakitan saat pipinya digores. Bahan terakhir yang dibutuhkan untuk menyempurnakan ramuan kebangkitan, menetes dan jatuh di atas salju. "Darah Keabadian," kata Van Dracula menyentuh cairan merah tersebut menggunakan jari telunjuknya, kemudian menjilatnya. "Sebentar lagi kekuatanku akan pulih."

"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi!" teriak Heejin sambil mendorong vampir yang telah membunuh ibunya sekuat yang ia mampu. Van Dracula berakhir menghantam pohon, salju berjatuhan dan Kai muncul dengan kuali di tangannya.

"Ternyata kau cukup kuat," komentar Van Dracula. Kai membantunya untuk berdiri. "Pegangi dia!" titahnya tidak ingin membuang waktu.

"Baik, Tuan." Kai meletakkan kuali berisi ramuan, melakukan teleportasi sehingga Heejin tidak bisa kabur. "Kita bertemu lagi," katanya sambil mengunci pergerakkan Heejin.

Van Dracula sudah berada di depan Heejin. Menarik tangan kanan Heejin, dan mulai menyayatnya. Heejin menjerit, tubuhnya menggeliat, memberontak tatkala tetesan darahnya masuk dan bercampur dengan bahan ramuan di kuali.

Na Jaemin, kau mendengarku. Aku berada di tempat persembunyianmu. Jika kau mendengar pesan ini, tolong segeralah datang. Heejin mencoba mengirim link, mungkin saja telepatinya dapat berhasil. Heejin tidak mau darahnya sampai terkuras habis.

Kepala Kai baru saja dipukul oleh sebatang kayu. Pelakunya segera membawa Heejin berlari. "Doyoung Sunbae?"

Darah Keabadian tercecer di salju. Van Dracula tidak suka ada yang mengganggu ritualnya. "Kejar mereka!" Kai melesat sembari memegangi kepala belakangnya.

Namun, Van Dracula tidak terlalu mementingkan si Pemilik Darah Keabadian yang kabur. Dia lebih ingin meminum ramuannya untuk segera memulihkan diri. Setelah itu, ia akan mengambil kembali kekuatannya yang ada pada Heejin.

"Heejin-ah, pergilah." Doyoung melepaskan pegangan tangannya. Heejin menggeleng. "SEKARANG!"

Doyoung memusatkan pikirannya. Kesekian kali mencoba mengirim pesan melalui pikiran, tapi sayang ketika Jaemin menanyakan keberadaannya, ia tidak tau. Kai datang. Doyoung sudah siap melawan, bila perlu dengan mempertaruhkan nyawa sekalipun.

***

Jalan yang bersalju mempersulit langkah Heejin. Namun, tidak membuat Heejin menyerah. Meski menyesal kabur sendirian, ia tetap berlari saat kehilangan arah. Karena salju telah menutupi jalan setepak.

Na Jaemin, apa kau masih belum bisa mendengarku. Heejin frutrasi dengan kekuatan yang katanya ia miliki, tapi hingga sekarang kekuatan itu tidak juga dikuasainya. "NA JAEMIN!" teriak Heejin, masa bodoh dengan telepati.

Sungguh sial, Heejin malah terpeleset. Berguling-guling di salju yang dingin. "Akh," rintihnya saat berakhir dengan dahi membentur batu seukuran, tidak lebih besar dari kepalanya.

"Berlari pun kau tidak becus." Sebuah suara di latar belakangi desiran air sungai mengalihkan penglihatan Heejin.

Tangis Heejin pecah, selain karena seluruh tubuhnya sakit, ia pun merasa lega akan kedatangan laki-laki yang sedari tadi dihubunginya lewat telepati. "Kenapa baru datang sekarang!"

"Maaf, link kita cukup lama untuk tersambung."

"Telepatiku berhasil?" Jaemin mengangguk selagi menuntun Heejin menuju gubuk kecil yang biasa disinggahi pemburu, yang sepertinya akan kosong selama musim dingin.

"Kenapa tidak kau balas?" tanya Heejin.

Jaemin tidak menjawab. Kejadian yang menimpa Heejin, jelas adalah salahnya. Jaemin kesal mendapati luka di tangan dan wajah Heejin.

"Jaemin sebaiknya kita segera pergi, Van Dracula pasti masih mengejar." Heejin memperhatikan sang pangeran sibuk menyalakan api. "Dia pasti telah meminum ramuan dengan darahku di dalamnya."

Di luar salju turun lebat. Heejin tidak akan kuat berjalan dengan kondisinya sekarang. Api mulai menghangatkan ruangan kecil. Heejin memang sangat kedinginan, bibirnya membiru dan pakaiannya basah.

Jaemin duduk di dekat Heejin, masih dengan diam seribu bahasanya. "Kau kenapa diam terus?" tanya Heejin.

Bukan jawaban yang didapat, Heejin malah dibuat bingung akan tingkah Jaemin yang memeriksa sekitar lehernya. "Dia tidak mengigitmu."

"Hmm, hanya melukai telapak tanganku. Sama sepertimu dulu."

Jaemin diingatkan pada betapa jahat dirinya dulu. "Maafkan aku," sesalnya sambil melepaskan jubah merah yang membalut tubuh menggigil Heejin.

"Apa yang mau kau lakukan?"

"Menyegel kekuatanmu." Jaemin menyingkirkan helaian rambut yang menutupi leher Heejin, tapi kemudian tangannya dipegang Heejin. "Diamlah, ini tidak akan sakit."

Jaemin menempelkan bibirnya di permukaan leher Heejin, yang lalu membuka mulut, mengulum dengan lembut. Sontak tangan Heejin mempererat pegangan di lengan Jaemin, yang menyilang di depan dadanya, sampai jemari Jaemin mencengkram bahunya ringan. Heejin memiringkan kepala, memberi akses lebih pada Jaemin untuk bebas memberi tanda merah di lehernya.

***

THANKS FOR READING
Don't forget for vote, comment and share 💞
Bagi yang belum follow akun ini, silahkan di follow dulu.
.
.


KENALIN VAN DRACULA
Na Yunho

Dari mozaik sebelumnya sampe sekarang, panjang banget ngga sih?
Jadi, aku lanjut di mozaik 62...


SEE YOU NEXT UPDATE

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro