Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mozaik 55 : Pesta


‘Perayaan sederhana di istana.'

[NEO] TWILIGHT
Jum’at, 05/11/2021


Beberapa saat kemudian, Nakyung dan Renjun kompak bertepuk tangan. Masih dengan keterkejutan akan pernikahan kedua temannya yang terbilang masih muda. Mengira pihak kerajaan telah mendesak sampai terburu-buru menikahkan sang pangeran.

“Aku turut bahagia, Yang Mulia.” Renjun mengucapkannya dengan nada biasa, tapi terdengar tidak mengenakkan di telinga.

Heejin hanya tersenyum miris saat kembali mendapatkan ucapan ‘selamat’ dari Nakyung. Sedangkan laki-laki yang sebentar lagi menjadi suaminya, tampak mengangkat satu sudut bibir dengan kepuasan akan ekspresi tak senang Heejin. Seharusnya Heejin bisa berpura-pura senang.

“Nakyung, ayo, kita pergi untuk mengundang teman-teman yang lain,” kata Heejin, berharap kali ini senyumnya terlihat normal.

Bunyi serbuan banyak langkah mengalihkan perhatian. Tak lama sekumpulan murid berlari ke satu arah tujuan. Renjun segera saja menanyakan apa yang tengah terjadi, sampai mereka berbondong-bondong.

Sebersit pemikiran terlintas, menakuti Heejin soal pesta pernikahannya yang mungkin sudah tersebar. Tetapi kekhawatirannya tak bertahan lama setelah Hendery membuka mulut, “Jeno bertengkar dengan Taeyong!”

“Cepat hentikan mereka!” imbuh Haechan sambil melanjutkan lari tergopoh-gopohnya karena sebuah undakan di jalan yang berlumut.

Nakyung melesat, melewati Haechan yang nyaris terpeleset. Dalam waktu singkat ia sudah bisa melihat perkelahian sengit dua laki-laki sedang bergantian melayangkan tinju.

"Hentikan!" pekik Nakyung dengan perasaan ngeri, pertama kalinya ia melihat Jeno berkelahi separah itu. “Jeno, Lee Jeno! Sudah jangan dipukul lagi!”

Tidak ada yang mendengarkan teriakan Nakyung. Baik Jeno maupun Taeyong telah dikuasai amarah. Nakyung bahkan terdorong akibat perbuatan mereka.

Jaemin masuk dalam perkelahian, melepaskan cengkraman Jeno dari kerah si ketua kelas vampaneze. Jangan tanyakan ekspresi wajah Taeyong, seakan senang mempermainkan Jeno. Bahkan dengan lebam dan darah di bibirnya, Taeyong masih tersenyum licik.

“Sudah, Taeyong-ah, sebaiknya kita segera pergi sebelum Guru Lee datang.” Jaehyun bantu memapah Taeyong, di sebelah kanan-kirinya anggota tim boqquickent vampaneze mengawal setelah menggeram kesal kepada Jeno.

Renjun yang tidak sengaja bertemu pandang dengan Yuta buru-buru menunduk, sebisa mungkin menghindari murid vampaneze.

“Jeno, kau tidak apa-apa,” kata Renjun.

Jeno melepaskan diri dari Jaemin yang memeganginya supaya tidak memukul Taeyong. Kemarahannya yang sempat berkobar, mulai berangsur menghilang. Beraninya Taeyong mengancam akan menghisap darah Heejin sampai tak tersisa. Mengatakan bahwa Darah Keabadian hanya miliknya, meski harus melawan sang pangeran.

“Apa yang membuatmu berkelahi dengannya?” tanya Jaemin.

“Dia membuat hewan buruanku kabur.” Jeno menjawab asal, tidak berharap teman-temannya akan memercayai alasan semacam itu.

Murid-murid yang berkerumun satu per-satu membubarkan diri. Nakyung tau ada yang tidak beres, tetapi ia tidak ingin memaksa Jeno untuk bercerita. Baginya yang terpenting sekarang, Jeno baik-baik saja.

“Jadi kau tidak berhasil mendapatkan hewan buruan, gwaenchana,” ucap Nakyung dengan nada menghibur.

“Sama sepertiku,” sambung Heejin.

Pandangan lembut di mata Jeno mengarah pada Heejin. “Kau gagal juga?”

Heejin mengangguk, lalu berbicara dengan suara lemah. “Kelincinya terlalu imut. Aku tidak tega.”

“Hanya itu masalahnya, kau sampai babak belur begini dan… dan lawanmu ketua vampaneze,” gerutu Renjun tak habis pikir. “Sudahlah, ujian selesai. Waktunya kita berpesta di acara pernikahan Pangeran Jaemin.”

“Pernikahan?” Jeno menoleh kepada Jaemin dan Heejin. "Kalian akan menikah?" tanyanya sekedar ingin memastikan keseriusan dari perkataan Renjun.

“Yah,” kata Heejin setelah terdiam selama beberapa saat yang dramatis.

Semuanya terasa semakin jelas, menghantam sisi pertahanan Jeno yang tadi terguncang. Taeyong telah lebih dulu memperingatinya agar menghentikan perasaan kurang layak terhadap calon putri negeri ini. Begitulah akhirnya ia memutuskan untuk melindungi Jaemin dan Heejin.

Aku hanya bisa merelakan Heejin bersama Jaemin, tidak dengan yang lainnya. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Jeno bergumam dalam hati, perasaannya campur aduk selagi sebuah tangan meraih lengannya.

“Lukamu harus diobati,” kata Nakyung, hendak mengajak Jeno pergi. Namun, laki-laki yang telah menetapkan hati itu bergeming.

Jeno mengedarkan pandangannya. “Kalian pergilah, ada yang ingin aku bicarakan dengan Nakyung.”

***

Membangun sebuah hubungan, memunculkan perasaan satu sama lain dalam prosesnya, adalah upaya yang akan Jeno ambil. Mungkin dengan begitu dia bisa menyingkirkan perasaan yang tidak diperlukan. Berulang kali mencoba meminta maaf atas apa yang akan dirinya lakukan.

Berusaha merasakan setiap sentuhan lembut dan penuh kehati-hatian di wajahnya. "Mengesalkan sekali melihat kau terluka seperti ini,” kata Nakyung, selalu sama ketika wanita itu mengkhawatirkannya. “Sudah tau Taeyong lebih unggul, malah mengajaknya berkelahi."

Sekarang ini, Nakyung sedang mengoleskan entah getah tanaman apa yang katanya dapat meringankan luka lebam di pipinya.

"Aku bisa mengalahkannya, lagi pula kenapa kamu sangat kesal, kamu bahkan tidak terluka." Jeno ingin tau, mengapa sahabatnya bisa sekhawatir itu saat dirinya-lah yang terluka.

"Dasar bodoh!" ledek Nakyung.

"Kenapa malah jadi seperti Jaemin, mengataiku bodoh."

"Aku kesal karena menyukaimu, makanya tidak suka melihatmu terluka, apa ini coba! Wajahmu yang tampan jadi jelek, 'kan!" cerocos Nakyung.

Jeno tertawa. Kalau begitu, dia memang bodoh. Sudah jelas jawabannya karena sahabatnya itu menyukainya, maka sangat mengkhawatirkannya.

“Sudah terluka begini, masih tertawa.” Nakyung meratakan getah bersamaan memudarnya warna kebiruan di pipi Jeno. “Bersyukurlah karena kita vampir.”

"Lee Nakyung," panggil Jeno.

"Apa?"

"Aku mau jadi pacar kamu."

Tangan Nakyung berhenti bergerak. "Eoh? Eh... kamu bilang apa barusan?"

"Bukankah kau memintaku untuk menjawab pernyataan cintamu setelah ujian selesai. Jadi jawabanku, ayo, kita mencobanya... menjadi sepasang kekasih, sampai kita menemukan mate masing-masing."

Gomawo,” kata Nakyung dengan gembira memeluk Jeno. “Aku akan berusaha menjadi mate-mu.”

Jeno balas memeluk Nakyung, menggumamkan penyesalannya dan merasa bahwa Nakyung tidak perlu berterimakasih.

***

“Setelah ujian kita mengadakan pesta, enaknya.”

Shuhua dan Yuqi nyaris menghela karena bosan meladeni tamu yang tidak sengaja diundang. Ketua kelasnya itu tiba-tiba muncul, mencuri dengar kalau di istana akan ada pesta. Obrolan yang dilakukan dengan saling berbisik itu terasa sia-sia, ketika Hyewon menjawab bahwa dia juga diundang ke acara penikahan.

Sementara Haechan terkenal dengan mulut hebohnya. Kalau saja Yuqi tidak segera membekap mulut Haechan, maka satu kelas akan mengetahui perihal pesta sederhana di istana malam setelah ujian selesai. Sebagai gantinya, mau tidak mau Haechan diajak ke pesta.

Seluruh anggota Klub Pecinta Buku hadir, tentu mereka cukup dekat dengan mempelai wanita setelah bantu mencarikan buku dan pernah mencurikan kunci ruang rak rahasia. Soojin tampil anggun dengan dress panjang berwarna biru donker berbahan beludru, di sampingnya Winwin mengenakan setelan jas rapih tampak membiarkan si ketua klub merangkul lengannya.

“Kalian serasi juga, ya.” Shotaro, si anggota termuda dalam klub mengomentari.

Yuqi mendadak menghela napas keras saat dengan manjanya Shuhua berlari menghampiri Renjun. “Chagiya, kenapa lama sekali.”

“Aku akan menemanimu,” celetuk Haechan.

“Terserahlah.” Yuqi mengambil sembarang gelas dan menegak airnya sampai habis.

Tak jauh dari tempat Yuqi dan Haechan, ada si saudara kembar, Sieun dan Seeun tengah mencoba berbagai hidangan. Kebanyakan yang diundang dari kelas dhampire. Begitu pula dua teman yang masuk di semester yang sama dengan Heejin.

“Jung Sungchan, yeogi, yeogi (di sini, di sini)!” kata Yujin setengah berseru.

Jisung sudah wanti-wanti kalau saja Wonyoung tidak bisa datang. “Wonyoung-ah, akhirnya kau datang juga.”

“Aku terlambat karena persiapan debut,” terang Wonyoung dengan suara bahagia yang tidak bisa ditutupi.

“Kau akan segera debut?!” timpal Doyoung, mendekati kedua adik kelasnya. “Chukhae (Selamat). Ayo, kita bersulang untuk merayakannya.”

JiU sampai terheran-heran, kenapa temannya itu mampu bergaul dengan mudah disaat hanya menghabiskan waktu bersamanya dan juga Yoohyeon. “Aku sendiri saja sulit menemukan mate-ku.”

“Semester depan kalau aku berhasil lulus untuk mengikuti PKL, aku akan dapat segera ke Belanda dan bertemu dengan tunanganku.” Yoohyeon bahkan sengaja memamerkan hubungan jarak jauhnya.

Pintu aula terbuka lebar, memperlihatkan mempelai wanita dalam balutan gaun pernikahan yang berjumbai menyapu lantai. Sewaktu kecil Heejin pernah membayangkan bagaimana kelak pernikahannya. Mengenakan gaun terindah, ia dengan didampingi sang ayah berjalan menuju altar.

Namun, nyatanya tidak ada satu pun anggota keluarga yang menyaksikan pernikahannya.

“Heejin-ah!” panggil Nakyung, mencoba menyadarkan si pengantin yang masih terpaku.

Jaemin tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Mempelai wanitanya itu pasti sedang berpikir terlalu banyak. Sehingga sepasang kakinya melangkah lebar-lebar, demi menjemput Heejin.

“Rangkul lenganku,” titah Jaemin.

Heejin menurut. Senyumnya mulai terkembang sepanjang karpet merah. Tidak banyak tamu yang hadir, jadi ia tidak begitu gugup seperti acara pertunangan dulu.

“Mereka sangat serasi, iya, kan, Jeno?” tanya Nakyung, tanpa sadar mengalihkan perhatian Jeno dari memperhatikan Heejin.

Janji suci sudah terucap. Pun pertukaran cincin untuk yang kedua kalinya berjalan meriah. Selanjutnya mempelai pria dan wanita dipersilahkan berciuman. Sesuatu yang dilupakan sekaligus tidak terpikir oleh Heejin.

"Apa yang mau kau lakukan?" Heejin bertanya walaupun mengetahui jawabannya.

"Memakanmu,” bisik Jaemin, meyakini kalau masa heat-nya sudah habis karena lewat sepekan.

Heejin balas berbisik tepat di telinga Jaemin. "Ingat poin ketiga, tidak ada skinship."

"Yang berlebihan,” ralat Jaemin. “Tentu ingat, dan situasinya memaksa kita untuk berpura-pura. Seharusnya kau juga ingat itu." Entah sejak kapan Jaemin menjadi terobsesi akan kontrak pernikahan mereka.

Heejin masih belum terbiasa dengan Jaemin yang menciumnya secara... lembut? Terakhir kali Jaemin menciumnya begitu kasar, apa karena masa heat yang telah selesai. Kenapa yang sekarang terasa begitu lembut dan mendebarkan hati. Heejin sampai takut kalau-kalau suara detak jantungnya terdengar.

"Tidak berlebihan,” kata Jaemin sambil mengulum senyum. Sialnya mengapa Heejin merasa, senyum itu sangat menawan.

Tepuk tangan serta sorak kebahagiaan memenuhi ruangan. Sang ratu bahkan menitikan air mata haru. Dengan tanggap, Yesung memberikan sapu tangan dari saku jasnya. Mereka hanya berharap satu hal, Jaemin dan Heejin akan mampu melewati usia delapan belas tahunnya tanpa terluka, sehingga bisa melanjutkan hidup dengan bahagia.

***

THANKS FOR READING
Don’t forget for vote, comment and share 💞
Bagi yang belum follow akun ini, silahkan di follow dulu.

SEE YOU NEXT UPDATE

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro