Mozaik 50 : Gagal
‘Kegagalan yang memotivasi.'
.
.
TARGET
60 vote
30 comment
.
.
[NEO] TWILIGHT
Minggu, 10/10/2021
ⓝ
ⓔ
ⓞ
Sedetik Kim Dami berdiri terpaku ketika sebuah sepatu jatuh mengenai wajahnya, kemudian dia mendesah seperti amat terhina dan melesat mencari pemilik sepatu. Murid-murid selalu meragukan Dami yang entah mengapa bisa masuk ke kelas dhampire. Padahal menurut mereka, Dami itu lebih cocok ke kelas vampaneze dengan perangai buruknya.
“Menarik, aku semakin menginginkannya. Darah Keabadian.”
Telinga Dami cukup mampu untuk mendengar suara Taeyong, yang dibarengi dengan senyum seringai.
“YA! Na Jaemin! Ke mana kau menendang sepatuku!” seru Taeyong sambil loncat-loncat dengan satu kakinya.
Dami melempar sepatu tepat di samping kaki Taeyong. “Sepatumu,” katanya amat sangat tidak ramah.
“Tunggu, tunggu,” kata Taeyong seraya memakai sepatu. “Kau mendengar ucapanku?”
“Dengar,” jawab Dami pendek.
“Semuanya atau sebagian saja?” Bisa gawat kalau murid lain mengetahui Heejin adalah pemilik Darah Keabadian. Saingan Taeyong tidak boleh lebih banyak lagi, cukup Kun dan Minju yang secara tidak sengaja memberitahu keberadaan Darah Keabadian tersebut.
Jangan lupakan Jaemin, Jeno dan Renjun yang mungkin mengetahuinya juga. Satu lagi, yang paling ditakuti, Van Dracula. Taeyong harus bisa mendapatkan Darah Keabadian sebelum vampir lain. Dengan begitu dia bisa menjadi vampir terkuat di Neogara.
“Aku tidak tertarik dengan semua ucapanmu,” tegas Dami.
Taeyong merasa agak kikuk dibuatnya. “Baguslah, sudah sana pulang.” Tidak disuruh pun Dami memang hendak pulang, bahkan sempat mendesah sebal, teringat sepatu yang telah menghantam wajahnya. “Dasar dhampire!” tambah Taeyong di akhiri dengan decakan.
***
“Jika kau lelah turunkan saja aku.”
Kalimat pertama yang Heejin katakan setelah berjalan selama kira-kira sepuluh menit, tanpa bicara, fokus mendengar bunyi dahan patah atau gemerisik dedaunan. Kemudian, ketika ia merasakan tubuhnya diangkat lebih tinggi sembari membenarkan posisi agar lebih nyaman, bunyi yang berasal dari jantungnya pun semakin terasa.
“Vampir tidak merasa lelah,” kata Jaemin.
Maka dengan senang hati Heejin mengeratkan kaitan tangannya. “Pantas saja sewaktu dihukum mengelilingi lapangan sebanyak seratus kali, kalian tidak terlihat lelah.”
“Kalau itu, sih, melelahkan!” sewot Jaemin, meski memang benar vampir tidak merasa lelah, tapi mereka akan kelelahan bila mengulang sesuatu secara terus-menerus, sama halnya dengan bagian tubuh yang terus-terusan diserang.
Kelemahan vampir tersebutlah yang menjadi alasan diadakannya pelajaran Fisikalisasi Vampir. Mereka perlu mengembangkan bakat dari kelebihan yang dimiliki sehingga dapat mengatasi kelemahan. Jaemin sendiri rutin melakukan push up sebelum tidur. Anggap saja menggendong Heejin sebagai latihan fisik.
“Kenapa melelahkan?” Heejin bertanya sambil menerka-nerka jawabannya.
“Mulai besok kau harus memperhatikan pelajaran dengan sungguh-sungguh, aku akan mengawasimu dan harap jaga barang-barangmu sendiri, jangan suka merepotkan orang lain. Bagaimana bisa kau kehilangan sepatumu!”
Jaemin merasa ada kekuatan tersembunyi dari Heejin, setelah mengkonfirmasi retakan batu besar yang kata Nakyung ditendang Heejin saat mendapati buku catatannya mengambang di kolam. Mungkin ada baiknya Ryujin mengganggu Heejin, agar memancing kekuatan itu muncul.
“Ternyata kau bisa cerewet juga,” tukas Heejin, kepalanya miring hampir tertempel di pundak Jaemin.
Agaknya tubuh Jaemin sedikit membeku, terbukti dengan langkah yang mendadak terhenti. “Jangan bergerak,” katanya yang lalu menoleh ke sisi di mana Heejin mengerjapkan mata.
Maka mereka saling bertukar pandangan dengan jarak yang begitu pas untuk berciuman. Jaemin ingin melakukannyaᅳini kesempatan terbaikᅳuntuk mengklaim Heejin sebagai mate. Satu gerakan saja, ia bisa mengakhiri penasarannya akan penyatuan vampir dan manusia yang ditakdirkan lahir di hari yang sama. Hari itu pula Van Dracula dinyatakan menghilang, beberapa berspekulasi bahwa dia mati atau bertahan hidup di suatu tempat.
Namun, simpang siur yang mengatakan Van Dracula telah kembali mulai merebak. Jaemin tidak mau menghadapi vampir jahat itu sendirian, dan mati konyol tanpa tahu alasan mengapa ia menjadi satu-satunya harapan rakyat Neogara.
Maaf aku harus memanfaatkanmu. Jaemin berucap dalam hati, detik berikutnya ia memajukan wajah bertepatan dengan Heejin yang mengubah arah pandang sehingga kecupan berakhir di pipi Heejin. Kedua lengan Jaemin terkulai ke bawah, otomatis Heejin jatuh dengan mata membulat. Pekik kesakitan menyusul sesaat setelah Heejin merasa bokongnya terkena kerikil.
“Sial, aku gagal,” gumam Jaemin. Baginya sangat sulit mempersiapkan diri untuk melakukan klaim, terlebih melakukannya dengan motivasi selain jatuh cinta.
Jaemin terdesak. Meyakini kalau dirinya terpaksa harus mengklaim Heejin, sebelum Van Dracula benar-benar muncul di hadapannya.
“Na Jaemin! Kau sengaja, ya!” tuding Heejin. Akhir-akhir ini emosinya sulit terkontrol, akibat perlakuan dari anak-anak vampaneze, terutama Shin Ryujin. “Menyuruh teman-teman untuk tidak membantuku, mengabaikanku walau tahu dalam kesulitan. Cukup katakan kalau kau membenciku, maka aku tidak akan terlalu berharap padamu. Sabarku ada batasnya.”
Tiba-tiba hembusan angin kencang berkumpul di sekitar. Daun-daun berguguran, bergemerisik jelas di telinga Jaemin. Sepertinya rencana memancing kekuatan Heejin berhasil. Semua perbuatan Jaemin selama ini, mulai dari melarang siapa pun membantu Heejin, membiarkan Heejin menyelesaikan masalahnya sendiri, adalah untuk melihat seberapa baik Heejin bertahan.
“Jangan menangis,” ujar Jaemin.
Heejin malah semakin terisak. “Kau pikir dengan menyuruhku jangan menangis, air mataku akan masuk kembali.”
Angin masih berhembus kencang. Sebuah dahan pohon patah secara cepat menindih Jaemin. “Jeon Heejin, hentikan sekarang juga.”
“Jaemin!” seru Heejin, beringsut maju mendekati Jaemin. “Kau tidak mati, kan?”
Dahan pohon dengan mudah dilempar. Jaemin terduduk, mendapati wajah basah Heejin sudah berada di depannya. “Pangeran vampir sepertiku mana mungkin mati hanya karena sebatang kayu. Dan kau,”ᅳJaemin mengangkat jari telunjuk sejajar dengan hidung Heejinᅳ”aku yakin ini perbuatanmu.”
“A, aku?”
“Kau pernah menendang batu sampai retak?” Heejin mengangguk, waktu itu dia hanya mengira batunya sudah terlalu sering terkena air. Jaemin kembali meneruskan, “Pernahkah kau membuat sesuatu terjadi? Sesuatu kejadian yang tidak dapat kau jelaskan saat kau marah atau takut?”
Heejin menggeleng lambat-lambat sembari memikirkan setiap kejadian janggal. “Ah, kantung sampah! Aku percaya kalau Minju yang melakukannya sampai Sieun dan Seeun mengatakan itu bergerak sendiri!”
“Mungkin tanpa sadar kau melakukan telekinesis terhadap kantung sampahnya,” simpul Jaemin, teringat kebakaran di laboratorium. “Mungkin juga kau yang melakukan teleportasi, saat itu aku baru saja memegangmu dan tiba-tiba kita sudah ada diᅳ”
“Lapangan basket!” sela Heejin, terkejut dengan kemungkinan dirinya memiliki kemampuan yang mestinya dimiliki vampir dan bukan manusia biasa sepertinya. “Ini benar-benar gila, bagaimana mungkin aku melakukannya?”
“Mungkin karena kau memiliki Darah Keabadian dan sebagian darahnya… secara tidak langsung kau telah digigit vampir.”
“Aku digigit vampir?”
“Iya, lebih tepatnya ibumu.”
***
Pelatihan ketat dilakukan agar Heejin dapat mengetahui kemampuannya yang terpendam dalam jati diri. Nyatanya ia memang seorang manusia, terlahir prematur disebabkan sang ibu digigit vampir. Demi membalas budi, raja mengerahkan segalanya untuk menyelamatkan Heejin yang sekarat dalam kandungan.
Setelah mengetahui penyebab kematian ibunya, Heejin berjanji akan bertahan hidup. "Ryujin dan teman-temannya datang," kata Heejin, mulai dapat merasakan perbedaan dari tubuhnya.
"Mana? Tidak ada." Geleng Nakyung tidak melihat siapa pun di koridor.
Heejin mampu mendeteksi aura berbahaya, instingnya lebih peka sekarang. Ketika hendak berbelok di ujung koridor, ia melihat sebuah kaki terjulur dan dengan tanggap melewati tanpa harus tersandung seperti dua hari lalu. Alhasil, Ryujin mendesis sebal akan kegagalan rencana mengerjainya.
Sementara Minju menaruh curiga, berasumsi selama ini Heejin telah berpura-pura lemah. Padahal Minju yakin pemilik Darah Keabadian pasti cukup hebat.
"Tadi itu benar-benar Ryujin, kau lihat saat dia menarik kembali kakinya, aku hampir tidak bisa menahan tawa." Nakyung berbicara dengan terkekeh kecil, satu ibu jarinya mengacung sebagai apresiasi. "Setelah sering dikerjai kau menjadi lebih tanggap. Hebat!"
Perkataan Nakyung ada benarnya. Bisa saja karena terbiasa, Heejin dapat menebak kemungkinan apa yang akan terjadi.
Dari arah berlawanan, Jaemin, Jeno dan Renjun berjalan mendekat. Saat itu juga Nakyung mempercepat langkahnya.
"Hai, tunangan," sapa Jaemin, mengurungkan niat Nakyung untuk bersuara.
"Apa itu, aku tidak salah dengar, kan?" Nakyung tidak pernah menyangka Jaemin bisa mengeluarkan suara ramah sekaligus manis.
Renjun mengangkat tangan. "Aku yang mengajarinya."
Sekilas Jaemin melirik jengkel Renjun. Kemudian kembali melihat Heejin dan mengikis jarak dengan sorot mata yang tidak dapat diartikan. Sontak Heejin menaruh tangan di depan bibirnya.
Jangan-jangan ciuman di pipi waktu itu disengaja? Atau tidak sengaja? Heejin telah beberapa kali menangkap gelagat aneh Jaemin yang ketauan seperti akan menciumnya di setiap kesempatan.
"Nanti malam kita akan melatih kecepatan larimu, aku juga meminta Jeno meminjamkan peliharaannya," kata Jaemin dengan suara pelan.
Nakyung berusaha mencuri dengar, tapi tubuhnya ditarik menjauh oleh Jeno. "Kelas akan segera dimulai."
Dengan senang hati Nakyung pergi ke kelas sembari berbunga-bunga menatap tautan tangannya. Renjun berdecak menyayangkan perbuatan Jeno yang suka tak sadar membuat Nakyung terbawa perasaan. "Kasihan Nakyung."
"Peliharaan apa?" tanya Heejin, mencemaskan latihan ketangkasan yang Jaemin rencanakan. "Cukup sulit bagiku mengejarmu, jangan bilang aku harus kabur dari kejaran anjing."
"Jangan khawatir, kau tidak akan terluka," balas Jaemin santai.
***
THANKS FOR READING
Don’t forget for vote, comment and share 💞
Follow juga akun aku bagi yang belum, ya.
Sampai ketemu di mozaik selanjutnya 🤗
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro