Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mozaik 44 : Peduli


‘Munculnya rasa ingin melindungi.'

.
.
TARGET!
60 vote
30 comment
.
.

[NEO] TWILIGHT
Sabtu, 04/09/2021 {04:01PM-07:07PM}


"Bagaimana?"

"Kau sudah gila!"

Ryujin mengangkat pot bunga dengan ekpresi menantang. Bukan hanya dia, tetapi teman-temannya yang lain juga ingin tahu pilihan Minju. Atau mungkin secara tidak langsung menyuruh Minju menyetujui kenekatan mereka.

"Shin Ryujin letakkan potnya." Perhatian Minju benar-benar telah teralihkan, ia tidak lagi berpura untuk tidak terpengaruh.

Beberapa murid yang tersisa di kelas pada jam istirahat hanya melirik sebentar, lalu sibuk kembali dengan aktivitas masing-masing. Minju tergesa menghampiri Ryujin, masalahnya ia akan dalam masalah bila membiarkan sesuatu yang buruk terjadi kepada Heejin. Mengingat pertemuan kemarin bersama para pengikut Van Dracula, bahwa mereka diberi tugas membawa Heejin dengan kondisi baik tanpa terluka, apalagi sampai mengeluarkan darahᅳyang katanya sangat berharga bagi pemulihan tubuh Pangeran Kematian.

Kalau saja bukan karena tugas, maka ia akan sangat senang melihat Heejin terluka. Minju kembali bertanya-tanya mengapa Van Dracula membutuhkan darah Heejin? Apa yang para tetua sembunyikan darinya?

"ANDWAE!" teriak Minju bertepatan dengan pot yang dijatuhkan.

Buru-buru Minju memastikan, melongok keluar jendela ketika di bawah sana mulai tercipta kerumunan kecil. Syukurlah, sepertinya Heejin tidak terluka. Minju menghembuskan napas lega. Segera menarik tubuh menjauh dari jendela ketika pandangannya nyaris bertemu dengan Jaemin.

"Ya, ya, Ryujin-ah, potmu mengenai Jeno," kata Yeji kemudian.

"Eotteoke, dia banyak mengeluarkan darah," imbuh SuA.

Siyeon mundur beberapa langkah dari jendela. "Kita tidak akan dihukum, 'kan."

"Kalian tenanglah, dia tidak akan mati." Ryujin berbalik, memunggungi jendela tanpa menunjukkan penyesalan. Tepat pada saat itu sebuah tamparan keras diterimanya. "KIM MINJU! KAU MENAMPARKU!"

Di detik yang sama, Jaemin telah berada di ambang pintu, menyaksikan luapan kemarahan Minju. “Itu karena kau sudah keterlaluan!” pekik Minju, dari ekor matanya ia dapat melihat Jaemin.

“Jaemin, datang,” bisik Yeji, terselip nada ketakutan.

Kini perhatian seluruh murid di kelas vampaneze tertuju pada keributan di sisi ruangan. Mereka mulai bertanya-tanya apa yang terjadi, sampai suara heboh Mina memberitahu kalau Jeno dibawa ke UKS dengan keadaan berlumuran darah, tapi ia tak tahu penyebabnya. Tentu Mark juga melihat beberapa murid dari kelas salvatyorie berlarian sepanjang koridor, bahkan salah satunya seperti akan menangis.

“Jadi kau yang melakukannya?!” bentak Jaemin.

Langkah kaki Mark dan Mina berhenti di depan papan tulis. “Kenapa pangeran ada di sini?” tanya Mina dengan suara kecil kepada Kun yang duduk di deretan bangku terdepan.

Ryujin mendesah sebal, menyingkirkan Minju agar bisa berhadapan dengan Jaemin. “Tanganku terpeleset, aku tidak sengaja, tanya saja pada mereka,” balas Ryujin, menyenggol lengan Yeji.

“Be, benar, Jaemin-ah, Ryujin tidak bermaksud mencelakai Heejin. Aku melihatnya.”

“Kau suruh aku memercayainya,” kata Jaemin, mendorong bahu Ryujin. Siapa pun tahu Jaemin bukanlah tipe yang suka membedakan gender. Sekalipun itu wanita, jika salah ia pasti akan memberinya pelajaran.

“Terserah kau mau percaya atau tidak, aku tidak peduli.”

“Tapi aku peduli!” kecam Jaemin, meraih kerah baju Ryujin.

“Owh, lihatlah Minju… sepertinya mantan pacarmu sangat mengkhawatirkan sahabatnya, ah, tidak, mungkin tunangannya.”

“Tutup mulutmu, dan ikut aku!” berang Jaemin, amat marah. Untuk sesaat, terbersit sebuah pertanyaan akan alasan mengapa ia semarah itu.

Dalam ketergesaannya menuju kantor kepala sekolah, Jaemin membenarkan bahwa dirinya sungguh peduli baik kepada Jeno, maupun Heejin. Dia tidak bisa membiarkan begitu saja orang yang telah melukai dua orang terdekatnya. Dan, entah sejak kapan Heejin masuk ke daftar salah satu yang harus ia lindungi.

“Na Jaemin, biar bagaimanapun Ryujin wanita, jangan terlalu kasar padanya.” Minju berjalan menyeimbangkan langkah dengan Jaemin yang menyeret Ryujin. “Dia sungguh tidak sengaja. Aku, aku yang salah.”

Hyunjin juga ada di sebelah Minju. “Tidak, Jaemin-ah, Minju sama sekali tidak salah. Dia malah mencoba menghentikan Ryujin.”

“Minju, kenapa kau masih membelanya setelah tadi menamparnya?” tanya Jaemin semakin mempercepat langkah.

“Ishh, mwoya!” Ryujin kelimpungan mengikuti gerak kaki Jaemin yang terlampau cepat. “Kau akan membawaku ke mana? YAK! NA JAEMIN! AKU TIDAK BISA BERNAPAS!”

“Kau tidak akan mati,” ujar Jaemin sarkasme. Perkataannya sama dengan yang sebelumnya dilontarkan Ryujin terkait luka Jeno.

Ryujin tersenyum sebal. Semua pandang mata tertuju padanya yang semakin diseret.

“Kun Sunbae, kau akan diam saja?” Mina bertanya sambil melihat ke koridor yang cukup ramai.

Dengan sangat tenang Kun menjawab, “Ryujin memang salah, dia tidak seharusnya menjatuhkan pot.”

“Oh, jadi potnya mengenai Jeno, begitu,” kata Mina, menekap mulut ternganganya.

***

“Dia mengalami gegar otak ringan, lukanya tidak perlu dijahit karena akan menutup dengan sendirinya, pendarahan juga sudah berhenti,” jelas Seulgi.

Heejin dan Nakyung yang berada di tiap sisi Seulgi mendengarkan sembari menatap sedih Jeno yang terbaring. Ada beberapa luka di tubuh vampir yang membutuhkan pemulihan cukup lama, seperti luka di kepala, jantung dan hati. Luka-luka tersebut relatif lebih lama pulih dibanding luka di bagian tubuh lain.

Sekali lagi Heejin tersadar dunia yang ditinggalinya berbeda. “Aku lupa kalau dia vampir.”

“Tapi kenapa Jeno belum sadar juga?” kata Nakyung.

“Kepalanya terkena benda berat, wajar kalau tidak sadarkan diri akibat shock,” ᅳSeulgi melirik jam tangannyaᅳ“aku baru ingat, Guru Lee memintaku untuk membantunya di kelas Pertahanan Vampir,” ujarnya terburu membuka lemari, mengeluarkan manekin berbahan silikon yang cukup tampan dengan rambut belah tengahnya.

“Dia menyuruhku memperagakan pertolongan pertama bagi seseorang yang kehilangan detak jantung mendadak. Tapi kenapa dia tidak membawa boneka ini sendiri, sih!” keluh Seulgi berlagak keberatan, atau memang ia vampir yang tidak cukup kuat untuk menggendong boneka setinggi dirinya.

“Dokter Kang, Jeno masih belum sadar.” Nakyung mulai terisak sambil memeriksa detak jantung Jeno, siapa tahu laki-laki itu membutuhkan CPR (Cardiopulmonary Resuscitation).

Seulgi berdecak, cukup menggemaskan melihat Nakyung mendekatkan telinga ke dada Jeno. “Nakyung-ah, jangan khawatir, dia bernapas dengan baik. Tunggu sebentar lagi, dia akan segera sadar.”

Seperginya Seulgi sekitar empat puluh detik lalu, Jeno belum juga sadar. “Dokter Kang bohong.” Nakyung tak lagi terisak malah menangis kencang. “Jeno, bangunlah… Lee Jeno!”

Uljima (Jangan menangis), Lee Nakyung,” kata Heejin, menepuk-nepuk pundak Nakyung. “Dia pasti akan bangun,” lanjutnya memberi ketenangan di saat dirinya pun meneteskan air mata.

Tetap saja sebuah luka meski kecil akan menyisakan rasa sakit, dan itu berlaku juga untuk vampir.

“Ini semua salahku, karenaku dia terluka.” Tangis Heejin pecah. Demi menolongnya, Jeno sampai harus terluka.

Neodo uljima (Kamu juga jangan menangis).” Nakyung ganti menepuk-nepuk pundak Heejin. “Jeno itu baik, sangat baik, jadi bukan salahmu karena dia tidak akan membiarkan temannya terluka.”

Suara tangis mereka sampai terdengar ke luar ruangan. Heejin sangat menghargai perbuatan Jeno, entah apa yang terjadi kalau dirinya-lah yang terkena pot. Pertemanan sejati seperti ini, baru didapatnya di kota vampir, Neogara. Bahkan ketika berada di Seoul, tidak ada satu pun teman sekelas yang berani membantunya dari para perisak.

Sementara Nakyung teringat perlakuan heroik Jeno, sewaktu menyelamatkan kucing yang tersangkut di pohon. Bukan hanya itu, ia sendiri pernah diselamatkan dari tabrakan kereta kuda. Nakyung pikir, Jeno memang terlalu baik. Tidak beda jauh dengan Jaemin yang sebenarnya banyak membantu kesulitan vampir-vampir di sekitar, tapi dengan cara angkuhnya sehingga tidak kentara.

“Kalian berisik sekali,” kata Jeno, membuka matanya perlahan.

“JENO-YA! KAU SUDAH BANGUN!” seru Nakyung, menoleh bersamaan dengan Heejin yang tampak menghapus asal air matanya. “Syukurlah,” sambung Heejin.

“Kau mengenalku, kan?” tanya Nakyung, menunjuk dirinya sendiri.

“Lee Nakyung, kau pikir aku akan lupa ingatan.” balas Jeno sambil tersenyum.

Nakyung memukul pelan lengan Jeno. “Paboya (Dasar bodoh), kau terluka seperti itu dan masih bisa tersenyum.”

Jeno beralih melihat Heejin. “Gwaenchana?” tanyanya yang lalu duduk bersandar dengan dibantu Nakyung, walaupun sebenarnya Jeno tidak perlu bantuan.

“Hm, berkatmu, gomawo,” ucap Heejin.

“LEE JENO!” panggil Renjun, melangkah lebar-lebar memasuki UKS. “Mana yang luka? Sepertinya sudah membaik, ya.”

“Tadi dalam perjalanan ke sini aku bertemu Dokter Kang, dan malah disuruh membawakan boneka menyeramkan, kalau saja bukan ke kelas dhampire aku mana mau!” cerocos Renjun menuturkan alasan mengapa terlambat mengunjungi Jeno yang kabar terlukanya sudah menyebar seantero sekolah. “Kalian tahu, Jaemin sangat marah dan membuat keributan di kelas vampaneze, dia sampai menyeret Ryujin ke kantor kepala sekolah.”

“Jadi Shin Ryujin pelakunya!” kata Nakyung, mendengus marah. “Setelah itu apa yang terjadi?”

“Aku tidak tahu, semuanya kudengar saat perjalanan ke sini.”

Sejenak suasana menjadi hening. Suara langkah mendekati UKS terdengar begitu jelas. Tak lama memperlihatkan sosok Jaemin yang babak belur. Separah itukah pertengkaran di kelas vampaneze? Heejin berlari menghampiri Jaemin.

Wae geure (Apa yang terjadi)?”

Jaemin menatap tepat ke manik mata Heejin dan berkata dengan suara lirih, “Sekarang apa yang harus aku lakukan padamu.”

Mwo?” Heejin kebingungan. Seperkian detik berikutnya, ia malah mendapat pelukan tak terduga dari Jaemin yang membalas, “Aniya amutu (Tidak ada apa-apa).”

***

THANKS FOR READING
Don’t forget for vote, comment and share 💞

Eh, loh, kok, Jaemin datang dengan keadaan babak belur?

SEE YOU NEXT UPDATE

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro