Mozaik 37 : Benci & Cinta
‘Perbedaan dua rasa yang sangatlah tipis.'
(Huft, ahirnya bisa update lagi… semoga masih ada pembaca yang inget sama cerita ini.)
~ HAPPY READING ~
[NEO] TWILIGHT
Sabtu, 31/07/2021
ⓝ
ⓔ
ⓞ
“Menggigit? Ey, Na Jaemin, kalau cemburu bilang saja!”
Jaemin jadi salah tingkah mendengar Soojin menggodanya, dan yang benar saja, masa ia cemburu. Sudah pasti itu karena ia benar-benar khawatir, kalau-kalau Jeno melakukan kesalahan sehingga harus membuatnya terpaksa bertindak sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi.
“Cemburu,” kata Jaemin sambil menghela tak terima. “Lee Soojin, sebelum bicara tolong dipikir dulu.”
Soojin menggerutu sebal. Tetapi merasa berdebat dengan Jaemin tidak ada gunanya. Tak lama suara Hyewon mengintrupsi, “Pangeran sendiri kenapa berbicara tanpa berpikir dulu, bisa-bisanya menuduh sahabatmu sebagai pemakan vampir lainnya.”
“Menurutku Jeno bukan tipe teman yang menusuk dari belakang,” bela Winwin.
“Iya, kurasa sudahi saja percakapan ini. Kita bisa terlambat latihannya.” Renjun bisa tambah kesal nanti. “Dia anggap teman hanya sebuah pajangan apa,” gumamnya sambil melangkah keluar dari ruang klub.
Shotaro terbengong, tidak menyangka reaksi pangeran sampai segitunya ketika melihat sang tunangan dekat dengan sahabatnya. “Kemarilah, biar aku pilihkan satu buku untukmu…,” suara Shotaro memelan sekaligus urung meraih lengan Heejin ketika ia lihat Jaemin mendelik.
“Nde (Iya),” sahut Heejin semangat, mengekor di belakang Shotaro yang berhati-hati.
Winwin berpamitan. Melambaikan tangan sambil melempar senyum seadanya. Soojin balas tersenyum, tapi lebih lebar dan cerah seraya menghantarkan sang wakil ketua dengan kepalan tangan bermaksud menyemangati latihan si pitcher Salvatyorie. Dia bilang mendukung Winwin sebagai pemain favoritnya.
“Kajja, Jaemin-ah,” ajak Jeno sembari menyeret Jaemin untuk segera pergi.
***
Di sofa empuk berwarna merah maroon dengan bahan kain beludru, Heejin membalikkan lembar halaman, merasa suasana terlalu sepi setiap kali ia melakukannya. Tiga anggota klub Pecinta Buku tampak terlarut dengan buku bacaan masing-masing. Saking seriusnya, Shotaro sudah berhenti makan camilan sekitar lima belas menit lalu.
Heejin tidak mungkin mengganggu mereka, bahkan sesekali kedapatan melirik sambil menahan keingintahuannya mengenai isi buku yang tidak ia mengerti.
“Choi Siwon dikenal sebagai unicorn-nya Neoskhole?!” Tanpa sadar Heejin mengeraskan suara saat membaca paragraf baru di buku Sejarah Neoskhole. Otomatis mengalihkan tatapan ketiga anak vampir ke arahnya. “Maaf, maaf, ini benar-benar membuatku terkejut.”
“Wakil Kepala Sekolah kita memang masih keturunan unicorn, berabad-abad tahun silam bangsa vampir terutama klan vampaneze memangsa unicorn karena darah murni mereka sangat ajaib. Iya… siapa pun yang meminum darah tersebut akan selamat meski sekarat,” terang Soojin menghembuskan napas, memberi pembatas di halaman yang sedang ia baca selagi di seberang sofa Heejin menunjukkan ketertarikan akan lanjutan ceritanya.
“Lalu entah apa yang terjadi, sehingga beberapa unicorn mampu mengubah diri mereka persis seperti manusia. Katanya setiap bulan purnama tubuh mereka akan berubah setengah manusia dan setengah kuda dengan tanduk di kepala.”
Shotaro mengangguki perkataan sang ketua klub. “Kalau benar begitu, aku sangat ingin melihat Guru Choi berubah,” katanya antusias.
“Woah, menakjubkan.” Heejin semakin ingin mengenal dunia baru yang ditinggalinya.
“Jeon Heejin, masih banyak lagi hal menakjubkan lainnya di Neogara,” tukas Hyewon yang lalu kembali membaca bukunya, tapi ia mendadak menautkan alis dan melihat lagi Heejin. “Margamu, Jeon?” Heejin mengangguk.
“Ahh, iya, iya, kenapa tidak terpikirkan olehku. Mungkinkah nama ayahmu itu, Jeon Sungmin?” tanya serta tebak Soojin dengan sumringah.
“Hmm, maaf telah membuat kalian kerepotan. Aku tidak tahu kalau Jaemin menyuruh kalian untuk mencari tahu mengenai ayahku. Kukira dia menyewa detektif.”
“Tidak masalah, kami lebih handal dari detektif, kok.” Shotaro sedikit menggunakan nada bangganya. “Jadi, aku berencana mencuri kunci ruang rak buku terlarang.”
“Kau yakin?” ucap Hyewon dan Soojin serempak.
“Iya,” jawab Shotaro lambat-lambat. “Sejujurnya aku tidak yakin bisa masuk ruangan terlarang.”
“Biar aku yang masuk ke sana. Kalian sudah cukup membantu dengan mendapatkan informasi,” timpal Heejin bersemangat, ia ingin segera mengetahui keberadaan sang ayah dan hubungan macam apa yang membuatnya terhubung dengan Neogara.
“Baiklah, pertama mari kita diskusikan cara untuk mencuri kuncinya.” Soojin memimpin rapat dadakan.
***
Setelah lewat beberapa minggu, Heejin masih belum terbiasa tinggal di kastel semewah dan semegah Neomertanz. Bahkan sekarang, ia baru tahu ada taman bunga mawar yang katanya dibuat khusus oleh raja sebagai ungkapan cinta pada ratu. Heejin hampir-hampir ternganga mendengarkan penuturan Yoohyeon.
“Aku tidak tahu, betapa romantisnya Yang Mulia Raja.” Heejin mencondongkan setengah tubuh untuk mencium wangi mawar merah, kemudian menoleh dan bertanya, “Eonni, boleh aku petik satu saja?”
“Mau kau petik seratus pun tidak akan ada yang melarang,” balas Yoohyeon dengan terkekeh kecil.
“Benarkah, kalau begitu aku petik tiga atau… empat,” kata Heejin matanya berkilat-kilat melihat tanaman bunga mawar berderet rapih. “Na Jaemin!” ia berseru ketika di deretan paling ujung Jaemin berjalan mendekatinya sambil membawa bingkisan.
Ingin mengatakan kedatangan Jaemin merusak keindahan bunga, tetapi nyatanya pesona sang pangeran tidak kalah indahnya. Heejin jadi menghela dan mau tak mau mengakui ketampanan Jaemin.
“Itu, kan…”
Seperkian detik kemudian bingkisan dilempar, dengan sigap Heejin menangkapnya. Sudah dipastikan Jaemin sedang kesal terhadapnya.
“Maksudmu apa memberikan ini padaku?” tanya Jaemin dengan ketus.
“Tadinya aku mau minta tolong padamu untuk mengembalikan pakaian olahraga Minju, tidak mau… juga tidak apa-apa, biar aku yang mengembalikannya sendiri.” Heejin menyesalkan perbuatannya karena telah tidak sengaja menyinggung hubungan Jaemin dan Minju.
“Kau tidak lupakan, bahwa aku dan Minju sudah putus.”
“Maaf,” ucap Heejin pendek.
Yoohyeon memalingkan wajah ke sembarang arah, seakan tidak mau ikut campur.
“Baguslah, setidaknya kau tahu kalau kau salah,” kata Jaemin selagi melihat gunting tanaman yang dipegang Heejin untuk memetik mawar. “Sedang memanen bunga, sini biar aku bantu.”
Tanpa dinyana Jaemin berlaku nekat dengan menggoreskan bagian tajam gunting ke telapak tangan Heejin. "Aw, appo... neo michoseo (sakit… kau sudah gila, ya)!"
“Noona, tangan Heejin terluka. Mau mencoba darahnya?” tawar Jaemin, terdengar sangat menakutkan.
“Apa boleh?” Yoohyeon membuatnya lebih terdengar menakutkan.
Jaemin menyentuh kepala Heejin hingga dibuat menunduk. "Dia bilang boleh.” Demi mengetahui apa vampir lain bisa menyembuhkan luka Heejin sepertinya, Jaemin berbuat sembrono tanpa berpikir panjang.
Detik itu juga, Yoohyeon memukul kepala belakang Jaemin. “Michin saram (Orang gila)! Cepat obati, atau aku laporkan kepada Ayahanda!” ancamnya bersiap menyambungkan link dengan sang raja.
Jaemin hendak meraih lengan Heejin, tapi dengan marah Heejin menghindarinya. “Kemarikan tanganmu, biar aku sembuhkan lukanya. Kau ingin seluruh pegawai istana mendatangimu.”
“Biarkan saja mereka datang, itu ‘kan yang kau mau,” ujar Heejin, hampir-hampir menangis menahan perih di telapak tangannya.
Selangkah demi selangkah, Yoohyeon menjauh sebelum suasana berubah canggung. Dia tidak harus memperhatikan bagaimana cara Jaemin membujuk Heejin meski sejujurnya ia sangat penasaran.
“Sinikan tanganmu, biar aku sembuhkan!”
“Tidak mau.”
“Jangan keras kepala.”
“Aku tahu kalau kau marah ‘kan karena harus putus dengan Minju. Tapi haruskah melampiaskannya dengan melukaiku seperti ini. Kau bahkan pernah menyuruhku untuk melawan ketakutan akan diriku sendiri, kau suruh aku mengalahkan mereka yang merundungku, dan apa… menjadi lemah bukanlah satu-satunya pilihan! Kau sama saja dengan mereka, dasar tukang bully!”
Bukan untuk pertama kalinya Jaemin dan Heejin bertengkar. Namun, kali ini rasanya sangat berbeda karena Jaemin tampak terpekur melihat air bening mengalir dari sudut mata Heejin. Bisa dibilang memang benar, ia telah menjadi seorang perisak.
“Jeon Heejin!” panggil Jaemin dengan agak meninggikan suaranya. “Na Jaemin!” balas Heejin, melayangkan tatapan beraninya.
***
“Lee Jeno, kau datang untuk menemui Jaemin?”
Jeno langsung menoleh ke sumber suara, kemudian tersenyum seraya mengiyakan pertanyaan Yoohyeon. “Jaemin berada di taman mawar bersama Heejin, kebetulan sekali, cepatlah ke sana. Kalau Jaemin menyuruhmu melakukan yang aneh-aneh, jangan terpengaruh. Dia sedang tidak waras sekarang,” kata Yoohyeon memutar jari telunjuk di samping kepalanya.
Begitulah akhirnya Jeno tergesa-gesa berlari menuju taman mawar. Dia memelankan langkah kaki setelah melihat dua sosok saling berhadapan dengan Heejin yang terisak. Sedangkan Jaemin tampak menaruh satu tangan di atas bahu Heejin, sementara satunya lagi memegangi tangan Heejin yang terluka.
"Jangan menangis," kata Jaemin, suaranya cukup melembut.
Sungguh Jaemin tidak punya niat membuat wanita menangis. Kini ia menyadari perbuatannya sudah keterlaluan, melebihi para perisak yang dulu memukuli Heejin di hari pertama mereka bertemu. Dengan sok kerennya memberi nasihat dan sekarang malah dirinya yang seakan memaksa Heejin memilih satu-satunya pilihan untuk menjadi lemah.
“Sakit tahu,” protes Heejin.
“Aku tahu, makanya sini aku obati.” Jaemin menarik tangan Heejin agar lebih dekat.
Heejin menolak dengan menarik kembali tangannya. “Aku masih perlu memastikan sesuatu,” kata Jaemin tak mau kalah.
"Dari pertama bertemu kau selalu perlu memastikan sesuatu terhadapku, lalu sekarang apa lagi yang perlu kau pastikan dengan cara menyakitiku? Bilang saja kalau kau ingin meminum darahku," cerocos Heejin.
“Aku tidak tahu, kalau kau banyak bicara.” Jaemin mengulum paksa darah di telapak tangan Heejin.
Pergerakkan Heejin dalam usaha menolak kerasnya, tentu sia-sia. Heejin malah bergeming, tatkala merasakan sensasi yang sulit dijelaskan. Satu menit berlalu. Heejin tercekat ketika merasakan hisapan di kulitnya.
"Na Jaemin! Sudah, lepaskan tanganku!" Heejin berusaha melepaskan tangan dari genggaman Jaemin. “Kau menghisapnya terlalu banyak, berencana membunuhku sampai kehabisan darah?!”
Jeno semakin mempercepat langkahnya. “NA JAEMIN LEPASKAN TANGANNYA!”
Heejin mendorong Jaemin dengan satu tangannya yang terbebas. Kekuatan yang tanpa disadari muncul, telah menjauhkan Jaemin hingga menubruk Jeno, kemudian mereka pun jatuh bersamaan membentur tanah dengan keras.
“Aku membencimu, Na Jaemin!”
***
THANKS FOR READING
Don’t forget for vote, comment and share 💞
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro