Mozaik 29 : Darah Keabadian
‘Akhirnya aku mencicipi darahmu.'
[NEO] TWILIGHT
Kamis, 17/06/2021
ⓝ
ⓔ
ⓞ
Jaemin dan Heejin berdiri saling hadap di tengah lapangan basket. “Kita berteleportasi?” tanya Jaemin, merasa tidak melakukannya.
“Iya, nyaris saja kita tidak selamat.” Heejin mengembuskan napas sembari mengatur detak jantungnya yang amat sangat terkejut akan peristiwa yang baru saja terjadi.
Hari-hari Heejin sudah banyak berubah. Dia yang dulu korban perisakan, malah memalsukan identitas sebagai vampir. Kini hidupnya lebih seperti survival, tapi memang benar bahwa ia sedang bertahan hidup di sarang vampir.
“Bukan aku yang berteleportasi,” sanggah Jaemin.
“Lalu siapa? Masa aku?” Heejin mengerutkan dahi, menyangsikan ucapan Jaemin dan menganggapnya sebagai candaan. “Dalam situasi seperti ini, kau masih saja mencoba mengerjaiku.”
Heejin harus segera menemui Nakyung, temannya itu pasti terluka parah. Belum ada dua langkah tangannya dicekal. “Aww, sakit,” ringis Heejin.
Luka menganga sepanjang empat sentimeter di telapak tangan Heejin mengeluarkan darah, menetes ke lantai. Jaemin menggerutu soal betapa menyusahkan dan cerobohnya Heejin.
“Tanganmu terluka, dan hidung vampir sentisif terhadap darah manusia. Akan sangat berbahaya kalau keluar sekarang.”
Terdengar langkah-langkah kaki mendekat. Jaemin menajamkan telinga yang lalu menarik Heejin untuk segera bersembunyi di ruang penyimpanan alat-alat olahraga.
“Gara-gara kebakaran di laboratorium para guru menyuruh kita pulang awal, padahal aku paling menantikan pelajaran olahraga.” Lelaki berperawakan tinggi itu mengeluh sesaat setelah mendorong pintu dengan jengkel.
Jaemin mengenali suara itu. Tidak salah lagi murid-murid lelaki dari kelas Vampaneze sekaligus anggota tim Boqquickent memasuki lapangan. Jaehyun yang kelewat jengkel, menyalahkan Salvatyorie akan dibatalkannya kelas.
“Sekolah dalam kekacauan tapi malah mengajak kita bermain basket,” celetuk Yuta, terpaksa mengurungkan niat untuk menjenguk Sakura. “Syukurlah dia tidak terluka parah,” gumamnya pelan.
“Memangnya kita bisa apa, membantu membereskan kekacauan yang diperbuat Salvatyorie? tidak, kan.” Ten mengambil bola basket, dengan mudah memasukkannya ke ring.
Mark menangkap bola, men-drible-nya sambil menanggapi perkataan Ten. “Tentu tidak!” lalu mengoper bola pada Jaehyun.
Di tempat persembunyiannya Jaemin mendesis. “Bukankah kau harus membereskan kekacauan ini,” sindir Jaemin.
“Iya, aku salah, tapi tidak sepenuhnya salah… sudah kuperingati agar Xiaojun Sunbae menunggu intruksi Sakura Sunbae.” Heejin tidak mau menjadi satu-satunya yang disalahkan.
Telinga Jaemin bereaksi pada obrolan di lapangan. Di mana Taeyong mengumpat ketika bola tidak masuk ke ring dan memantul nyaris mengenai wajahnya. Ia pun ditertawakan teman-temannya.
Yuta sama mengumpatnya, tapi mengenai anggota kelompok Sakura yang salah mengira aseton sebagai suplemen zat besi. “Mereka bodoh atau apa!”
“Kalian tidak merasa mencium bau darah?” tanya Taeyong.
“Tidak!” sahut Jaehyun dan Ten berbarengan, yang secara alami menjadi tim, melawan Yuta dan Mark. Mereka bermain hanya dengan menggunakan satu ring.
“Mari kita lihat seberapa hebat Pitcher baru kita!” Ten berhadapan dengan Mark, men-drible bola berusaha mempermainkan anggota baru Boqquickent, menggantikan Taemin yang semester kemarin berhasil lulus.
“Aku yakin mencium darah, apa hidung kalian tersumbat!” Taeyong berseru sambil membaui sekitar, mencari asal aroma darah yang memikat.
Heejin mulai panik, melihat luka di tangan dan ia pun bertukar pandang dengan Jaemin, bermaksud menanyakan, sekarang harus bagaimana? Namun, Jaemin menyunggingkan seringai aneh, tanpa berkata-kata lagi mengulum darah di telapak tangannya. Heejin bergidik ketika dirasakannya Jaemin menjilati dengan nikmat. Tidak hanya itu, lukanya jadi terasa perih sehingga membuat Heejin memekik.
Tubuh menegang Heejin pun terdorong pelan, mengenai tembok tatkala punggung tangannya ditempelkan pada bibirnya, membungkam pekikan dan desahan kecil saat menahan perih luka di telapak tangan yang sepertinya tidak sengaja tertekan oleh bibir Jaemin. Heejin menggeleng perlahan sambil membisu.
“Ke mana perginya aroma darah ini.” Taeyong berpaling dari pintu ruang penyimpanan.
Sementara Jaemin tidak ingin menyisakan bercak darah sedikit pun. Dikulumnya telapak tangan Heejin dengan lembut, hampir hati-hati, hampir protektif, lalu mulai membiarkan Heejin bernapas lega. Menjauhkan wajahnya yang begitu dekat dengan wajah Heejin.
“Aku baru saja menghapus jejak darah manusia,” kata Jaemin, menelengkan kepala seolah tidak bersalah atas perlakuan tiba-tibanya.
“Eoh,” balas Heejin pendek.
Bukankah tadi itu bisa dibilang mereka telah berciuman, hanya saja terhalang tangan Heejin. Kedua pasang mata yang saling bersitatap dengan cepat bergulir ke sembarang arah. Suasananya mendadak berubah canggung, dilatar belakangi suara pantulan bola pada lantai, sesekali ring berderak ketika terkena bola. Decitan sepatu pada lantai seakan menyadarkan Heejin dan Jaemin akan perasaan asing yang tercipta.
“Akhirnya aku bisa mencicipi darahmu, Darah Keabadian sangat manis dan lezat.” Jaemin mundur selangkah demi selangkah, meski darah Heejin sangat enak, ia harus tetap bisa menahan diri.
Mata bening Heejin berkedip-kedip. “Barusan kau bilang apa?”
“Darahmu enak.”
“Bukan itu, tapi sebelumnya… Darah Keabadian, apa aku benar-benar memilikinya?”
Jaemin menautkan alis sambil berjinjit mengambil kotak P3K di rak. Sementara di tempatnya Heejin masih menunggu jawaban selagi Jaemin kembali mendekat. Lelaki itu memang sulit ditebak, kadang dingin, ketus, suka marah-marah dan mampu mengubah suasana mencekam dalam waktu singkat.
“Kau tahu dari mana soal Darah Keabadian?” Jaemin hanya menemukan perban di kotak P3K, tidak ada salep atau obat lainnya karena vampir tidak terlalu membutuhkan. “Padahal itukan rahasia tentangmu yang kumaksud ketika menawarkan menjadi rekan dansa di penilaian klub.”
“Jadi benar, ya… pantas saja pria yang menyerang keluarga bibiku waktu itu sangat ingin menggigitku. Dia salah mengira Yeji adalah aku, dan, dan… apa tidak ada cara untukku mengetahui keadaan bibi dan paman?”
“Berisik.” Satu kata yang Jaemin lontarkan mampu menutup mulut Heejin. “Untuk sekarang lukamu hanya bisa dibalut,” lanjut Jaemin sambil menutup luka di telapak tangan Heejin, mengitarinya dengan perban.
Pertama kalinya ada lelaki yang mengobati luka selain ayahnya. Heejin akui terkesan dengan perlakuan Jaemin. Sampai perban membungkus tebal seluruh tangan dan jari-jemarinya.
“Na Jaemin, kau benar-benar, ya… ini terlihat seperti tanganku terluka parah,” protes Heejin.
Otomatis Jaemin meletakkan tangan penuh perban di mulut Heejin dan berkata, “Berisik.”
Jaemin melangkah pelan, memeriksa keadaan di luar, mengintip dari sela pintu yang sedikit dibuka. Terlihat kelima anak Vampaneze melangkah menjauh. Jaehyun masih setia memainkan bola, memutarkannya di ujung jari telunjuk yang lalu melemparkannya ke deretan kursi penonton.
“Aku masih tidak percaya Jaemin dijodohkan,” ungkap Jaehyun.
“Begitulah keluarga kerajaan, bukankah anak perempuan mereka lebih dulu dijodohkan dan sampai sekarang tidak ada kejelasan akan pernikahan,” sahut Yuta, bersyukur karena dia bukan anggota keluarga kerajaan sehingga dapat bertemu mate yang tepat.
“Menurutmu tindakan apa yang akan Minju lakukan?” Ten yang berjalan paling depan, menarik knop pintu.
Untuk waktu singkat, Taeyong menghentikan langkah di sebelah bercak tetesan darah Heejin. “Apa aku sangat ingin meminum darah,” ujarnya mengibas-ngibaskan tangan di depan hidung.
“Lee Taeyong, kau sedang apa!” seru Mark.
“Teman-teman, kita pergi ke Flower Blood!” Taeyong berlari menghampiri teman-temannya yang menunggu di depan pintu.
“Dasar pengkhianat, seharusnya kau segera umumkan berita perjodohan Jaemin dan lihat sekarang malah Jisung yang mengambil alih seluruh perhatian. Pasti akan sangat seru menyaksikan ekspresi Jaemin.” Jaehyun mengomentari seraya melenggang menjauh dari ambang pintu.
“Cukup aku yang menyaksikannya,” kata Taeyong pelan.
Jaemin membuka pintu lebih lebar. “Mereka sudah pergi,” katanya dengan wajah mengeras menahan marah.
“Kau yakin? Apa sebaiknya tidak menunggu beberapa menit dulu sebelum keluar,” usul Heejin mengekor di belakang Jaemin.
“Kalau mau, kau tunggu saja!” Jaemin melangkah lebar-lebar, terpaksa Heejin mengikuti karena enggan ditinggal sendiri. “Park Jisung, awas kau, ya.”
Tak lama kemudian di baris keempat kursi penonton, wanita berkulit putih pucat dengan rambut hitam panjang acak-acakan, terbangun dari tidurannya. Ia memungut bola basket tanpa emosi, dan getir di wajahnya. Dalam waktu singkat dirinya sudah berada di tengah lapangan.
“Darah?” katanya melihat setetes cairan kental di lantai, kemudian menyentuhnya dengan jari telunjuk yang lalu ditempelkan ke lidah. “Darah manusia.”
Dia menoleh ke pintu dan sudah tidak ada siapa-siapa di sana. Namun, setahunya anak-anak Vampaneze baru saja pergi setelah bermain basket.
***
Don’t forget for vote, comment and share it 💞
_SUPPORT CAST IN THIS MOZAIK_
TEN
(Vampaneze Class)
Ke-23 vampir unggulan sudah muncul semua, diakhiri Ten!
Kuy yang belum follow akun wattpad aku, di follow ya…
SEE YOU
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro