Mozaik 25 : Bicara
‘Terkadang sulit berbicara jujur.'
[NEO] TWILIGHT
Rabu, 02/06/2021
ⓝ
ⓔ
ⓞ
_SUPPORT CAST_
Jung Jaehyun (Vampaneze Class)
“Tadi itu seru sekali, kalian lihat panahku melesat tepat ke angka sepuluh, tiga kali berturut-turut,” ucap Lia sesumbar.
Tiga anggota Klub Memanah yang sedang berjalan di tiap sisi Lia tersenyum menanggapi. Yeji bahkan mengacungkan dua ibu jari. ”Kau sangat keren!” katanya dengan sumringah, ia mengutarakan keinginannya memanah sehebat Lia.
“Kemampuanmu dalam memanah tidak diragukan lagi.” Hyunjin bertepuk tangan sekenanya, menyikut Minju agar berbicara sesuatu juga.
Ketika mendapat pujian, kita semua merasa bahagia. Namun, Lia tidak seperti itu. Menurutnya ia pantas dipuji dan menjadi perhatian di seluruh penjuru sekolah. Bahagianya tidak diukur dari seberapa banyak pujian yang diterima, melainkan penghargaan serta pengakuan.
“Percuma saja bila hanya aku yang bisa memanah, Salvatyorie selalu menang! Jadi, mau sampai kapan kalian mengandalkanku dalam lomba berburu?” tanya Lia dengan nada menyindir.
“Lia, barangkali kau lupa ada Ryujin, Taeyong dan SuA yang juga hebat dalam memanah,” balas Minju.
Seketika itu juga Hyunjin menggoyang-goyangkan lengan Minju, tampak mewaspadai air muka mengeras Lia di sebelahnya.
“Iya, kau benar, bukan hanya aku yang dapat kalian andalkan,” kata Lia dengan suara tersinggung. “Aku ingin makan tteokbeoki (kue beras pedas)!” tambahnya sambil menghentakkan langkah, menyusuri koridor diikuti Yeji yang melayangkan tatapan kesal pada Minju.
“Kim Hyunjin, kau tidak ikut!?” Lia berseru tanpa menoleh.
Tiba-tiba sekali suasananya berubah serius, Hyunjin jadi bimbang. “Minju-ya,” kata Hyunjin, ada nada membujuk.
“Pergilah, lagi pula aku akan bertemu Jaemin dulu. Dia menyuruhku menunggunya di gerbang.” Minju sampai mendorong Hyunjin agar segera pergi, kalau tidak mau tertinggal. “Cepat, pergi… bukankah siang tadi kau bilang ingin makan tteokboki juga.”
“Sampai bertemu besok,” pamit Hyunjin, terburu-buru menyusul Lia dan Yeji.
Bagi Minju pertemanan hanya status belaka. Tidak ada yang namanya teman sejati. Berjalan sendirian seperti sekarang lebih menenangkan, tetapi ia malah teringat Jaemin, kekasihnya itu sudah mengubah arti ketenangan dalam kesendirian. Ketika menjejakkan langkah, merasakan terpaan angin di tengah lapangan berumput hijau, pikirannya berkelana jauh ke masa-masa kelam.
Kematian yang membawa Minju dekat dengan Jaemin. “Aku hanya butuh Jaemin,” kata Minju, sayup-sayup ia mendengar riak suara dan tawa gembira.
“Minju-ya!” Ryujin memanggilnya.
Ternyata obrolan asyik antara anggota dan mantan anggota Klub Memanah berasal dari teman-teman sekelasnya. Minju menyapa, “Annyeong.”
Begitulah akhirnya Minju berjalan bersama Taeyong, Ryujin, Jaehyun, SuA dan Siyeon. Tiga anggota tim Boqquickent tampak tak rela bila harus meninggalkan hobi memanah dan sempat meminta Pelatih Lee Eunhyuk mengganti jadwal latihan. Mereka pun mengobrol sepanjang perjalanan menuju gerbang.
Sendiri hanya membuat Minju semakin terpuruk akan rasa bersalah. Kelak ia membutuhkan beberapa teman untuk berada di pihaknya.
“Kalian berempat duluan saja, ada yang mau kubicarakan dengan Minju,” kata Taeyong.
“Denganku?” Minju cukup heran, karena akhir-akhir ini Taeyong selalu ingin bicara padanya dan itu sama sekali tidak penting.
“Aku akan menunggu sampai kalian selesai bicara,” kata SuA menolak pergi, nyatanya ia ingin mengetahui apa yang ingin Taeyong bicarakan berdua saja dengan Minju.
“Sebaiknya kita duluan saja, Lia mengirim pesan, bilang akan mentraktir tteokboki.” Ryujin menggoyangkan ponsel genggam.
“Tteokboki gratis! Jangan sampai terlewatkan!” sahut Siyeon sambil menarik SuA dengan susah payah. “Ayo, pergi sekarang.”
“Aku sedang tidak ingin makan tteokᅳ” kata Jaehyun sebelum menyelesaikan kalimatnya, Ryujin sudah mendorong-dorong agar segera pergi.
Jaehyun berteriak enggan, karena sudah dipastikan hanya dia satu-satunya lelaki yang ikut. “Tteok-nya jangan terlalu pedas!”
“Iya, iya,” tukas Ryujin.
***
“Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku?” tanya Minju setelah teman-temannya cukup jauh.
Alih-alih menjawab, Taeyong malah mengangkat kedua sudut bibir, mengukir senyum aneh yang tidak dapat dimengerti Minju. Pastilah ia sedang membuang-buang waktu. Ketua kelasnya itu hanya ingin merecoki dengan melemparkan tugas padanya yang merupakan wakil ketua.
“Kalau soal mengumpulkan uang buku, aku akan melakukannya.”
Taeyong malah tertawa. Minju mulai jengkel dan menduga mantan ketua Klub Memanah sudah gila, mungkin akibat terlalu banyak menjabat sebagai ‘ketua’. Syukurlah Taeyong berhenti dari Klub Memanah, fokus mengurus tim Boqquikent dan kelas yang hampir setengah tugas dikerjakan Minju.
“Aku percayakan padamu,” kata Taeyong, kini penglihatannya benar-benar ditujukan ke lawan bicara.
Minju mendengus sebal. Masa membicarakan itu saja, Taeyong sampai mengusir teman-temannya. Lalu tawa yang dibuat-buat tadi untuk apa? Cuma berakting? Refleks Minju memijat dahinya.
“KIM MINJU!” Tepat seperti apa yang diharapkan Taeyong, ketika dengan posesifnya Jaemin datang dan langsung menjauhkan Minju darinya. Senyum meledek terpatri di wajah Taeyong, baginya mempermainkan Jaemin adalah sebuah kesenangan.
“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Jaemin selagi Heejin menghentikan langkah sekitar tiga meter di belakangnya.
“Memangnya apa yang harus aku dan Taeyong bicarakan?” Minju balik bertanya dengan tatapan menyelidik, menjadi muak mendengar kata ‘bicarakan’. Pasalnya ini bukan pertama kalinya Taeyong mengajak bicara, yang entah disengaja atau tidak selalu dilakukan di depan Jaemin.
Taeyong mengedikkan bahu, memiringkan tubuh bagian atas demi melihat Heejin. “Hello, Penakluk Darah Pilihan,” sapanya.
“Hi, Sunbae,” kata Heejin, berharap senyumnya terlihat normal.
Jaemin melangkah satu kali ke samping, menghalangi pandangan Taeyong dari memperhatikan Heejin. Mengundang dengusan kecil Minju yang menyadari sikap protektif Jaemin tidak hanya ditujukan padanya.
“Kalau begitu, besok sebelum kelas pertama dimulai berikan uang bukunya ke Mentor Kim.” Taeyong berkata sambil mempertahankan senyum anehnya, seolah tidak bisa menahan rasa senang yang lalu mengangkat tangan dan melebarkan jari-jarinya. “Aku pamit!”
Taeyong berbalik dan senyumnya langsung lenyap. Meninggalkan banyak pertanyaan dalam benak Minju. Harusnya sesuatu yang lebih penting dibicarakan Taeyong hanya dengannya. Namun, Taeyong sengaja mengulur waktu.
“Na Jaemin, kau dengar dia menyuruhku menggantikan tugasnya. Besok aku harus datang pagi-pagi sekali untuk mengumpulkan uang buku.”
“Begitu, ya,” ujar Jaemin, akhirnya melonggarkan cengkraman di lengan Minju. Ketakutannya luntur seketika, mengetahui Taeyong telah mempermainkan rahasianya seakan menikmati situasi yang tercipta.
Minju tidak puas akan tanggapan Jaemin. “Begitu saja? Kau tidak ikut merasa kesal?”
Mungkin sesuatu yang ingin dibicarakan Taeyong, terkait dengan Jaemin dan Heejin? Minju membatin seraya melirik Heejin, anak dari temannya raja itu berdiri diam sambil mengedarkan pandangan ke sembarang arah.
“Jeon Heejin kemarilah!” Minju ingin mengenal lebih dekat wanita yang diperbolehkan tinggal di Neomertanz. “Tidak apa-apa, jangan merasa tidak enak, kau tamunya raja, jadi… mendekatlah!”
Heejin merasa butuh persetujuan Jaemin, karena ia sudah berjanji akan menjaga jarak sekitar tiga meter.
“Cepat ke sini,” kata Jaemin nyaris tidak bersuara, hanya dapat dibaca gerak bibirnya oleh Heejin yang langsung paham.
Heejin, Jaemin dan Minju melangkah menjauhi gerbang sekolah. Sungguh situasi paling tidak nyaman bagi Heejin yang merasa menjadi orang ketiga, di saat dengan manjanya Minju bergelayut di lengan Jaemin. Heejin ingin cepat-cepat sampai ke kastel tapi malah dibawa ke rumah Minju dulu.
“Jangan lupa telepon aku,” pesan Minju, tidak ketinggalan melambaikan tangan dan berkata kepada Heejinᅳyang sedang mengetuk-ngetuk tanah dengan ujung sepatunyaᅳ”Maaf jadi merepotkanmu, kau pasti lelah.”
“Tidak, tidak, kok… aku jadi tahu rumahmu dan sepanjang jalan banyak melihat pemandangan indah,” kata Heejin, seandainya dia bisa pulang sendiri atau meminta Jeno mengantarnya saja.
Sudahlah, Heejin tidak bisa merepotkan Jeno yang hendak ke Neohealtez menjenguk ibunya. Atau harusnya ia beralasan ingin ikut menjenguk ibu Jeno, sekalian melihat bagaimana rumah sakit khusus vampir beroperasi. Heejin menggeleng pelan, menolak berandai-andai lebih jauh lagi.
Sementara di depannya, langkah Jaemin memelan, mengikis jarak tiga meter yang telah ditetapkan.
“Ah, maaf, tanpa sadar aku melangkah terlalu cepat!” kaget Heejin mengetahui dirinya jalan beriringan dengan Jaemin.
“Ingin melihat pemandangan indah?” kata Jaemin, mengingat perkataan Heejin sebelumnya, ia tahu tidak banyak yang dapat dilihat di sepanjang perjalanan, yang hanya di kelilingi pohon pinus.
***
Don’t forget for vote, comment and share 💞
_SUPPORT CAST_
Lee Siyeon (Vampaneze Class)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro