Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mozaik 16 : Perhatian


‘Perasaan yang muncul tampa disadari.’

 

[NEO] TWILIGHT
Rabu, 21/04/2021


Dalam gerak lambat, Heejin menyemprotkan parfum yang katanya bisa menyamarkan aroma darah. Ayahnya juga selalu mengingatkan agar Heejin memakai parfum, harum parfumnya sama dengan yang sedang ia pakai. Dari situlah ia yakin, sang ayah mengetahui keberadaan vampir.

“Para vampir mengincarku dan ayah tau,” kata Heejin, diletakkannya kembali botol parfum seraya menghela napas.

Heejin merasa seluruh badannya sakit. Padahal hanya kedua pergelangan tangannya yang memar, bekas cengkeraman kuat dua vampir lelaki kemarin siang. Jangan lupakan leher tercekik hampir tidak bisa bernapas ketika Jaemin menarik kerah seragamnya.

“Dia lebih kasar dari Lee Taeyong,” rutuk Heejin melihat pantulan lehernya di cermin.

Seingat Heejin sewaktu di kantin Jaemin sama sekali tidak peduli meski dirinya diseret oleh kelompok anak Vampaneze. Jaraknya pun tidak sampai tiga meter sebelum berjalan menjauh.

“Syukurlah leherku tidak lecet, tapi kenapa dia bisa berada di atap juga.” Meski bersyukur akan kehadiran Jaemin, Heejin tetap merasa aneh kenapa si pangeran repot-repot menyusul ke atap. Bukankah dengan adanya Jeno sudah cukup membantu. “Berapa meter yang harus ditempuh agar berada di atap… akh, sudahlah, pokoknya aku tidak boleh terlibat masalah lagi dengan anak-anak Vampaneze.”

Hari pertamanya di sekolah vampir sangat melelahkan. Heejin juga perlu memutuskan untuk bergabung dalam sebuah klub. Selama ini, dia tidak pernah terlibat organisasi apa pun di sekolah.

“Apa aku ikut klub yang dipilih Nakyung saja? Tunggu… rasanya dia belum bilang akan ikut klub apa.”

Heejin memegang tiap ujung kain tipis berwarna hitam. Gara-gara Jaemin mengerjainya mengenai bertatap mata langsung dengan vampir sangatlah berbahaya baginya yang seorang manusia, ia pun menjadi perhatian banyak murid.

“Dasar Pangeran Vampir menyebalkan!”

Saat itu pintu kamar terbuka lebar, Jaemin masuk dengan langkah agak dihentak-hentakkan.

“Kenapa tidak mengetuk pintu,” keluh Heejin.

“Sudah kuketuk ratusan kali tapi sepertinya kau tidak dengar karena terlalu sibuk mengutukku,” kata Jaemin yang seenaknya merampas sehelai kain dari tangan Heejin.

“Sekarang apalagi masalahmu?” tanya Heejin, ia tidak harus dibantu untuk bersiap-siap pergi ke sekolahkan. “Parfum aromanya sudah kupakai.”

Jaemin menautkan alis. “Parfum aroma,” katanya.

“Iya, parfum yang bisa menyamarkan aroma darah manusiaku. Sekarang aku tinggal menutupi mataku. Cepat berikan kainnya,” tuntut Heejin.

“Tidak usah dipakai lagi.”

“Aku perlu memakainya agar Yeji tidak mengenaliku.” Heejin hendak mengambil kain dan tangan Jaemin semakin terangkat tinggi.

“Menurutmu dia tidak mengenalimu hanya karena ini,” kata Jaemin sambil menunjukkan kain dengan cara digerakkan.

“Asal kau tau, dia sekarang telah berubah menjadi Vampir Slave, patuh pada masternya yang memberikan darah padanya. Dia dalam fase melupakan dirinya sebagai manusia dan perlahan mengakui identitas baru sebagai vampir. Kalau mentalnya kuat, ingatannya saat jadi manusia akan berangsur pulih. Mungkin butuh beberapa waktu untuk mengingatmu,” terangnya sedikit mengetahui efek samping akibat tergigit vampir.

Perkataan Jaemin terdengar nyata, tapi kali ini Heejin tidak akan tertipu. “Bohong, jangan berpikir kau dapat mengerjaiku lagi.”

“Oh, jadi kau suka diperhatikan!” Jaemin cukup kesal karena dikira berbohong, menghindari Heejin yang berusaha mengambil kain di tangannya.

“Siapa yang mengerjaiku sampai menjadi pusat perhatian, cepat ke sinikan.” Heejin bahkan melompat-lompat.

Kain terlepas, jatuh secara dramatis dan dengan cepat Heejin menangkapnya. Tergesa-gesa mengikatkannya melingkari kepala, seketika itu juga pandangannya terhalangi. Jaemin tidak tinggal diam, menahan kedua lengan terangkat Heejin. Dari awal ia telah salah mengambil tindakan, niatnya untuk mengerjai malah membuatnya semakin kerepotan.

Semua murid di Neoskhole pasti mengenal Heejin, ke mana pun wanita itu pergi dengan kain menutupi matanya pasti akan mencuri perhatian. Setelah itu, bertanya-tanya mengapa bisa Heejin datang ke sekolah bersamanya. Jaemin tidak akan mau menjelaskan hubungan mereka, apalagi sampai berita perjodohannya diketahui.

“Na Jaemin!” sentak Heejin selagi tubuhnya terdorong, sementara tangannya masih bersikukuh memegang kain di belakang kepala. Sekuat apa pun ia melawan, pasti akan tetap kalah.

“Kubilang jangan dipakai, ya, jangan dipakai!” Jaemin berseru saat punggung Heejin membentur dinding sekaligus berhasil melepaskan pegangan wanita itu dari sehelai kain yang langsung terjatuh sehingga pandangan mereka pun bertemu.

Tiga detik berlalu, baik Jaemin maupun Heejin memutus kontak mata dengan canggung. Jaemin tak lagi memegangi lengan Heejin, ia mundur selangkah sambil mengarahkan pandangan ke sembarang arah.

Heejin menurunkan lengan terbebasnya lalu memutar bahu. “Sekarang kau bahkan mencoba melukai bahuku.”

“Memang kapan aku pernah melukaimu?” Jaemin mendecih merasa tidak pernah melukai siapa pun.

“Woah, benar-benar perundung sejati… kau menarik kerahku sampai aku sulit bernapas.”

“Perundung?" ucap Jaemin tak terima. "Itu, itu karena tanganmu sudah memar jadi aku tidak bisa memegangnya, kutarik saja kerahmu,” bela Jaemin atas perlakuannya kemarin.

“Lalu yang tadi itu apa,” gumam Heejin lebih seperti menyindir, mengingat kedua lengannya telah dipegang secara kasar, mungkin agak kasar sampai sempat menempel di dinding. “Memangnya leherku harus memar juga,” ia menambahkan dengan suara lebih keras.

Jaemin sadar telah bersikap berlebihan hanya karena sehelai kain. Tapi pangeran sepertinya enggan mengakui kesalahannya, terlalu mementingkan harga diri dan sedikit keangkuhan. “Lalu kau ingin aku merangkul bahumu atau pinggangmu sekalian!”

“Aku tidak akan menutupi mataku, perkataanmu mengenai Yeji, aku… aku akan memercayainya.” Heejin menyerah, tidak ada gunanya terus membantah Jaemin. Sebetulnya tidak ada yang bisa dipercaya selain Jaemin, setidaknya untuk sekarang ia perlu mengandalkan seseorang.

***


“Lee Gahyeon ke sini sebentar!” Nakyung memberi isyarat menggunakan tangannya.

Wanita berdarah campuran itu mendekat, menyuruh teman-temannya untuk pergi lebih dulu. Tak lama setelah melihat Gahyeon, Heejin langsung teringat para murid yang menyanyikan lagu ‘Darah Pilihan’ di Upacara Seleksi Pembagian Kelas.

“Kudengar kalian mendapat izin membuka klub baru, aku boleh mendaftarkan?” tanya Nakyung selintas penuh semangat dan sangat antusias.

“Tentu saja boleh!” sambut Gahyeon tidak bisa menutupi rasa senangnya. “Kang Mina keluar dari klub setelah teman laki-lakinya yang dari Kanada itu melarang dia,” sesalnya agak tidak suka terhadap keputusan Mina.

“Maksudmu Mark Lee, kan… lalu Mina menurutinya begitu saja,” kata Nakyung tidak menyangka Mark tipe laki-laki seperti itu. “Apa haknya melarang Mina melakukan hobi yang disukainya?”

“Mina bilang lebih menyukai Mark dibanding kita, menyebalkan bukan!”

“Menyebalkan sekali,” celetuk Heejin, bagaimana bisa dengan mudah mengabaikan teman-temannya demi laki-laki. Bukannya Mark Lee murid pindahan yang duduk di sebelahnya waktu seleksi kelas.

Gahyeon mengerutkan dahi. “Kau siapa?”

“Kau tidak tau, ah… pasti karena hari ini dia tidak menutupi matanya dengan kain.”

Nakyung sudah pernah melihat wajah Heejin, jadi tetap bisa mengenalinya. Tapi berbeda dengan murid lain, mereka berjalan melewati Heejin begitu saja, tidak seperti kemarin terus merecoki dengan segala macam bentuk penawaran agar Heejin bergabung di klub mereka.

“Si Penakluk Darah Pilihan!” kejut Gahyeon segera membekap mulutnya, tidak ingin mengalihkan pandangan murid lain ke arahnya. “Wonyoung pasti akan langsung menerimamu kalau mendaftar bersamanya,” ia berbisik pada Nakyung ketika Heejin tersenyum kikuk.

“Tenang saja, dia akan bergabung kok,” kata Nakyung menoleh kepada Heejin dan menambahkan, “Iyakan, Heejin?”

Heejin mengangguk. “Eoh, iya…”

“Kebetulan aku membawa formulir pendaftarannya!” seru Gahyeon mengeluarkan selembaran kertas di balik jaketnya, memberikan selembar untuk Heejin dan selembar lagi untuk Nakyung.

“Bagus sekali, tunggu biar kami mengisinya dulu.” Nakyung juga menerima sebuah pena, sungguh takjub akan persiapan Gahyeon.

Heejin memang bilang akan ikut klub yang sama dengan Nakyung, tapi rasanya ada sesuatu yang tidak benar.

Saranghae Nakyung-ah, saranghae Heejin-ah, sampai ketemu di hari selasa!” Gahyeon kegirangan sambil berlalu melambaikan kertas putih yang menurutnya sangat berharga. “Wonyoung pasti senang kedatangan anggota baru.”

Sesenang itu Gahyeon sampai membuat Heejin tersenyum cerah melihat kepergiannya. “Oh, ya, Nakyung… tadi itu kita mendaftar ke klub apa?”

“Klub Idol, tempat berkumpulnya calon idola. Nanti kita akan belajar menari dan menyanyi.”

“Ada klub seperti itu?!” kata Heejin setengah berseru.

“Mereka baru mendapatkan izin setelah satu tahun, pendirinya Jang Wonyoung… dia merupakan peserta pelatihan di sebuah agensi yang setiap akhir pekan pergi ke Seoul untuk berlatih.” Nakyung bangga akan keseriusan Wonyoung untuk mengejar impiannya.

“Jangan bilang kalau ada vampir yang berhasil debut dan sekarang aktif di layar kaca?!” Seakan keterkejutan Heejin tidak ada habisnya, ia sendiri meragukan pertanyaan atas keingintauannya itu.

Nakyung mengangguk dengan mantap. “ADA!” katanya, “Jung Eunji, vokalis utama dari grup A Pink.”

Heol, daebak!!!”

“Ehmm, luar biasakan, aku sangat menyukai Eunji Eonni!”

“Dan, kau ingin menjadi sepertinya?” ucap Jaemin memandang remeh Nakyung.

Bayangan Nakyung bernyanyi di atas panggung hilang seketika. “Baru datang sudah merusak suasana,” sungut Nakyung tetapi tidak lama setelah itu menarik sudut-sudut bibirnya. “Jeno, bukankah menurutmu aku cocok menjadi idol?”

“Cocok-cocok saja, fighting!” Jeno memberi semangat, menambah keseriusan dalam diri Nakyung.

Nakyung bergeser ke Heejin dan mulai berbisik, “Jeno pernah mengatakan kalau mereka yang menyanyikan lagu ‘Darah Pilihan’ terlihat cantik mempesona, makanya aku ingin memesonanya.”

“Hanya karena itu,” komentar Heejin, ternyata salah satu alasan ia bergabung dengan Klub Idol adalah karena Lee Jeno.

“Kalau begitu, ayo kita beli camilan! Aku yang traktir!” Nakyung memimpin jalan menuju Toko Sunny.

Heejin baru ingat, belum berterima kasih pada Jeno. “Jeno, terima kasih untuk kemarin. Kalau saja kau tidak datang, mungkin sesuatu akan menimpaku.”

Jaemin melangkah lebar-lebar, menyusul Nakyung sambil menggerutu, "Dia bahkan tidak berterima kasih padaku. Awas saja, lain kali aku tidak akan membantunya, tidak akan pernah!”

“Heejin-ah, kau boleh meminta bantuanku kapan pun.” Sekarang Jeno tau kebenaran mengenai perjodohan Heejin dan Jaemin, ia telah memastikannya dengan bertanya langsung pada Jaemin.

Satu lagi kebenaran yang diketahuinya, bahwa sebenarnya Jeon Heejin bukanlah vampir. “Aku akan mencoba menahan diri,” kata Jeno menjeda ucapannya, “Ayo cepat, kita sudah tertinggal.”

Saat itu Jeno tidak tau sesulit apa menahan diri. Terutama menahan tumbuhnya perasaan ingin memiliki Heejin.

***

Don’t forget for vote, comment and share

Ingin tau bagaimana keseruan mereka di Klub Idol?
Ikuti terus kisahnya hanya di [NEO] TWILIGHT

SEE YOU

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro