Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mozaik 12 : Jarak


‘Membuat batasan antara kita.’


“Shindong Ssaem, sangat lucu… aku tidak menyangka kalau kepala sekolah kita pandai membuat lelucon!” kata Nakyung dengan sisa-sisa tawa dari penutupan Seleksi Pembagian Kelas di aula beberapa saat lalu.

Semua murid sudah berhamburan menuju kelas masing-masing. Begitu pula Nakyung yang mengamit lengan Heejin, mengambil peran sebagai penunjuk arah. Sedangkan di sisi lainnya, tampak seorang gadis berjalan menunduk sambil memeluk buku setebal lima sentimeterᅳhanya mengangguki perkataan Nakyung sekenanya.

Tadinya Nakyung akan mengabaikan saja teman sekelasnya itu yang terlalu gemar membaca buku, tapi helaan napas kesekian kali terdengar menjengkelkan, menyela kalimatnya mengenai tempat-tempat favorit di Neoskhole.

“Lee Soojin, berhentilah menghela napas! Semester baru dimulai, kenapa sudah sibuk memikirkan ujian! Dan, buku itu… sehari tanpanya memang tidak bisa, ya?!” keluh Nakyung.

Heejin dapat mengetahui, kalau Soojin salah satu murid terpintar di Neoskhole dari apa yang dikatakan Nakyung.

“Tidak bisa, aku tidak bisa mengikuti klub mana pun kecuali klub Pecinta Buku.” Alasan Soojin menghela napas setelah ke luar dari aula adalah pengumuman bahwa mulai sekarang murid-murid diharuskan mengikuti setidaknya satu ekstrakulikuler.

“Ya sudah, tinggal dirikan saja klubnya, lalu kamu bisa jadi ketuanya,” usul Nakyung.

“Oh, kenapa tidak terpikir olehku sebelumnya! Nakyung-ah, kau sangat jenius, bagaimana kalau kau juga bergabung dalam klub?” Soojin sudah tidak menekuk wajah lagi, malah antusias dan bersemangat.

“Tidak, terima kasih!” tolak Nakyung, lalu ia dan Soojin melihat ke arah Heejin.

Mian (Maaf),” kata Heejin sebagai penolakan, masalahnya ia juga tidak terlalu menyukai buku.

Sambil lewat seorang laki-laki berkata, “Aku akan bergabung.”

Soojin, Nakyung dan Heejin kompak melihat ke laki-laki berambut hitam legam, berjalan memunggungi mereka dengan kalemnya. Tentu saja, Soojin senang bukan main. Ia terburu-buru mengejar anggota pertama klub Pecinta Buku yang akan diajukan keberadaannya pada pihak sekolah.

“Beneran mau ikut, kalau begitu bantu aku minta izin untuk mendirikan klubnya!” Semangat Soojin bertambah dua kali lipat, bahkan berlari kecil untuk menyamakan langkahnya dengan si laki-laki yang tak berniat menunggu Soojin.

Heejin merasa sedikit kesal melihat Soojin berusaha sekeras itu meminta bantuan. “Siapa dia?”

“Dong Sicheng, pindahan dari Cina tahun lalu. Dia memang terlihat acuh diluar, tapi setelah mengenalnya kau akan dibuat terpesona. Awalnya aku juga seperti itu,” tutur Nakyung, tersenyum-senyum sendiri membayangkan dirinya disaat-saat mengikuti Dong Sicheng bersama kumpulan wanita lainnya. “Dia lebih dikenal dengan nama Winwin, setelah berhasil menyamakan poin di pertandingan Boqquickent.”

“Lalu apa dia setuju dipanggil Winwin?” tanya Heejin.

“Iya, dia sangat manis ketika memperkenalkan diri dengan nama itu.” Nakyung memang mudah tertarik pada laki-laki tampan, meski begitu ia mengaku tetap Jeno yang paling menarik di antara teman laki-lakinya.

Heejin dan Nakyung melanjutkan langkahnya. Belum sampai empat langkah, tangan Heejin dicekal yang lalu ditarik untuk pergi.

“Na Jaemin, apa tidak bisa memperlakukan wanita lebih lembut!” protes Nakyung, di kanan-kirinya sudah ada Jeno dan Renjunᅳmereka memperhatikan perlakuan Jaemin menyeret Heejinᅳyang menurut Nakyung sangat kasar. “Sebenarnya ada masalah apa sampai Jaemin terlihat marah seperti itu?”

“Kasih tau jangan, ya.” Renjun mengetuk-ngetuk dagu dengan satu jari telunjuk.

“Tidak dikasih tau juga tidak apa-apa,” sungut Nakyung, beralih menatap Jeno berharap akan mendapatkan jawaban.

“Tanyakan saja pada si manis Dong Sicheng.” Tidak ada yang bisa diharapkan dari kedua sahabatnya pangeran, mereka memang jarang berbagi rahasia pada Nakyung.

Raut wajah Nakyung berubah senang, anehnya membuat Jeno dan Renjun mengeryit. Bukannya kesal, Nakyung malah tersenyum.

“Jeno-ya, Jeno-ya, kalau cemburu bilang dong! Tenang saja, kau lebih manis dari Winwin, bahkan dari gula sekalipun.”

“Aish,” desis Jeno sambil menyembunyikan wajah dengan tangannya, karena orang-orang kini melihat ke arahnya.

Renjun menggeleng-geleng. “Dasar bucin!” cibirnya mengetahui kata singkatan dari ‘budak cinta’ yang selalu dibicarakan Shuhua dan Yuqi, kalau sedang membahas cowok-cowok populer di sekolah.

***

Jaemin membawa Heejin ke tempat di mana tidak akan ada orang yang mendengar percakapan mereka, di ruang laboratorium yang jauh dari ketiga kelas utama. Ia menghempaskan lengan Heejin, menghela napas sembari menatap nyalang Heejin.

“Kenapa memilih Salvatyorie?” tanya Jaemin, sebisa mungkin menahan kekesalannya.

Semuanya menjadi jelas sekarang, ketika melihat ada Jaemin di aula tadi ketakutan seakan lenyap dan Heejin merasa dapat mengandalkannya. “Karena aku akan merasa aman bila ada kamu. Setidaknya untuk sekarang sampai aku bisa melindungi diriku sendiri,” jelas Heejin, menunduk dalam.

“Jangan mengandalkanku, aku bisa semakin muak padamu nanti!” sentak Jaemin. “Asal kau tau, aku hanya berlaku baik padamu di depan ayahanda.”

“Aku tau, perjodohan kita telah membuatmu membenciku, tapi izinkan aku berada di dekatmu sampai aku mengetahui keberadaan ayahku. Setelah itu, aku berjanji akan pergi.” Heejin masih tidak berani melihat lawan bicaranya.

Sementara di hadapannya, Jaemin maju selangkah lebih dekat, menarik lepas penutup mata yang sontak membuat Heejin terkesiap. Kedua tangan Heejin pun terkepal, pandangannya tak tau harus diarahkan ke mana.

“Lihat aku dan katakan lagi,” ujar Jaemin.

“M, mwo (Apa)…,” gugup Heejin sebelum dagunya dipegang untuk melihat lurus, dan Jaemin memberi isyarat agar Heejin mengulang kalimatnya. “Izinkan aku berada di dekatmu.”

Jaemin mendesis, mana mau ia mendengar perkataan itu untuk kedua kalinya dari mulut Heejin. “BUKAN!”

“Aku berjanji akan pergi.” Heejin bahkan menambahkan dengan suara lebih tegas, “Aku juga berjanji, tidak akan mengganggu hubunganmu dengan Minju.”

“Bagus, aku mengizinkanmu dekat denganku kurang lebih sejauh tiga meter. Ingat, tiga meter.” Heejin menurutinya dan segera melangkah mundur, dalam jarak segitu Jaemin masih bisa melihat betapa senangnya Heejin diperbolehkan untuk tetap di kelas salvatyorie.

“Lima meter,” ralat Jaemin.

Walaupun Heejin agak tidak menyetujuinya, ia tetap berjalan membuat jarak yang semakin lebar sampai menabrak rak yang terdapat beberapa botol cairan dari bermacam-macam warna. Seperkian detik berikutnya, Jaemin berteleportasi demi menghindarkan Heejin dari tertimpa botol-botol. Ledakan kecil terdengar saling susul, ditambah percikan dari cairan yang seketika mengotori lantai. Pun asap yang mengepul menghalangi pandangan.

“Jeon Heejin!” geram Jaemin.

“Maaf, maaf, kau kan menyuruhkuᅳ”

“Tiga meter, lebih dari itu, maka aku tidak akan menyelamatkanmu,” sela Jaemin tatkala sorot mata bersalah Heejin menyita perhatiannya, mendadak jantungnya berulah. “Berhenti menyusahkanku! MENGERTI!” ia mendorong tubuh Heejin dari rangkulan tangannya, setelah itu buru-buru keluar laboratorium.

Rupanya bukan Jaemin saja yang merasa jantungnya berdebar tak keruan. Heejin menyentuh dada, napas naik turun seolah habis berlari belasan kilometer. Dia tidak mungkin menyukai Jaemin, kan. Pasti hanya karena terkejut.

“Sadarlah, Jeon Heejin… dia sudah punya pacar,” elaknya bergegas mengekor sejauh tiga meter di belakang Jaemin.

Kepulan asap di laboratorium telah menghilang sepenuhnya, memperlihatkan lebih jelas sosok laki-laki yang berada di balik rak. Menginjak pecahan botol dengan angkuh sambil menyunggingkan senyum seringai. Percakapan antara pangeran vampir dan seorang wanita bernama Jeon Heejin telah memuaskannya.

“Na Jaemin ternyata kau dijodohkan, sungguh mengejutkan. Haruskah aku memberitahukannya pada Minju?”

Bagi laki-laki itu, tidak ada yang lebih menyenangkan selain melihat Na Jaemin hancur. Dia sangat ingin mengalahkan si pangeran, baik dalam hal kepemimpinan, kekuatan, kepintaran dan termasuk kekuasaan.

Sementara di ujung koridor, Jaemin dan Heejin berbelok, menuruni tangga. Telinga Jaemin mampu mendengar suara pecahan kaca yang diinjak. Mungkinkah di laboratorium tadi ada seseorang? Pikirnya sambil berlalu, menyangsikan selintas dugaan yang berkelebat dalam otak.

***
Don’t forget for vote, comment and share

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro