Mozaik 5 : Pencinta Buku
'Bicara melalui tulisan.'
[NEO] MOONLIGHT
ⓝ
ⓔ
ⓞ
Semua pasang mata tertuju pada satu orang yang baru pertama kali masuk ke ruangan klub. Tertulis di depan pintu 'SASTRA', menandakan ruangan tersebut milik anggota klub pencinta buku. Tidak ada suara dan begitu hening. Sampai sang ketua klub berdehem, hendak memulai pembicaraan.
"Bicaralah ketika apa yang kamu bicarakan lebih baik dari pada keheningan." Sebuah kutipan terlontar mengundang atensi semua orang yang berada di ruangan. "Pangeran kenapa di sini?" lanjut Winwin meletakan buku yang sedari tadi dipegangnya.
"Aku mau bergabung ke klub." Jaemin duduk nyaman dengan menyilangkan kaki.
Soojin menghela napas. "Tidak boleh," tegasnya.
Di sebelahnya Heejin merasa tidak enak, kehadiran Jaemin pastilah karena keberadaannya di klub.
"Kenapa tidak boleh, kau saja boleh ikut," kata Jaemin mengalihkan sorot mata tajam kepada Winwin. "Lagi pula aku hanya butuh persetujuan ketua klub."
"Andwae (tidak)," ujar Winwin sama tegasnya dengan sang ketua.
Soojin tersenyum turut menyilangkan kaki. "Kau dengar itu."
"Wae (Kenapa)?!" Jaemin meninggikan suara kesal.
"Itu karena Pangeran Jaemin tidak bisa mengatur jadwal, demi klub idol kau mengabaikan latihan boqquickent." Shotaro mengutarakan pendapatnya dengan hati-hati, segera memalingkan wajah saat Jaemin melihat ke arahnya.
"Heejin-ah," kata Jaemin meminta bantuan pada sang istri.
Heejin hanya mengangkat bahu, merasa tidak berhak membela, namun sejujurnya ia sangat ingin Jaemin berada di dekatnya. "Jaemin akan belajar membagi waktu!"
"Iya, tenang saja. Asal tidak bentrok dengan jadwal klub lainnya." Jaemin bertukar senyuman dengan Heejin.
Tidak lama setelah pertemuan klub, anggota Pencinta Buku keluar dari ruangan. Winwin tampak masih tak terima dengan keputusan Soojin. "Kau yakin menerima Jaemin?"
"Dia hanya ingin melindungi Heejin, jadi aku terima saja sebagai anggota lepas."
"Hah?" Winwin mengerutkan dahi, "yang benar saja."
***
Sementara itu di kantin tampak masih dipenuhi murid yang menghabiskan makan siang mereka sambil berbincang. Salah satu meja panjang berisikan anak-anak dari kelas Dhampire menarik perhatian karena lebih berisik dari meja lainnya. Bahkan Haechan sang ketua kelas sampai menyemburkan makanannya setelah mendengar penuturan mengejutkan.
"Dasar jorok!" keluh Yuqi tak sempat menghindar dari semburan mendadak.
Lucas segera memberikan tisu, mengkritik kelakuan Haechan yang dinilai berlebihan. "Apa boleh sekaget itu, dia vampaneze jadi mungkin saja terlibat."
Di bangku paling ujung, Nakyung mengutarakan pendapatnya, "Jangan asal mengambil kesimpulan."
"Nakyung, sejak kapan duduk di situ?" Bahkan bukan hanya Taeil yang merasa aneh, menemui murid kelas salvatyorie di meja mereka.
"Memangnya tidak boleh, ya, aku duduk di sini," kata Nakyung terselip nada meminta.
Sieun dan Seeun saling senggol demi menghibur Nakyung.
"Boleh, kok."
"Iya, boleh banget."
Semuanya merasa bersalah sekaligus kasihan melihat Nakyung. Mereka tau kalau Nakyung dalam masa patah hati setelah putus dengan Jeno. Sulit menjelaskan hubungan keduanya, apa masih bisa kembali menjadi sahabat? Dilihat sekilas saja sudah ketahuan hubungan mereka merenggang.
Setelah menghabiskan sisa air dalam gelasnya Haechan mengangguk membuka suara. "Song Yuqi, kau yakin mendengarnya dengan telingamu sendiri?" tanyanya menyangsikan.
Yuqi menggulirkan bola mata malas. "Iya, aku dengar sendiri kalau Taeyong tertarik menjadi Penghisap Maut."
"Mengagetkan saja, aku kira dia benar-benar Penghisap Maut." Nakyung mengelus dada. "Jadi apa menurut kalian Mark terlibat dalam penyerangan?"
Dengan mulut penuh makanan Jungwoo menjawab, "Kemungkinan lima puluh persen banding lima puluh persen!"
"Padahal Mark terlihat seperti anak yang baik," imbuh Sieun.
"Tapi aku pikir dia ada kaitannya dengan penghisap maut," kata Hyewon yang sedari tadi diam menghabiskan makanannya.
Banyak pendapat bermunculan, murid dari meja lain yang mencuri dengar juga ikut berspekulasi mengenai keterlibatan Mark dalam penyerangan dan ketertarikan Taeyong akan Penghisap Maut.
***
Jaemin dan Heejin masih di ruang klub pencinta buku. Sedari tadi mereka mengambil lalu membaca satu buku yang menarik. Tempat sekarang ini bisa dibilang versi perpustakaan mini di Neoskhole. Satu sampai sepuluh rak berjajar dengan buku-buku tertata rapih.
"Kau tidak lapar?"
Heejin sibuk mencari buku apa pun itu yang mungkin bisa membantunya bertahan di Neogara. "Kalau mau makan, duluan saja."
"Ini sudah hampir lewat jam makan siang, kantin pasti sudah sepi," balas Jaemin.
"Benar tidak lapar?" tanya Jaemin lagi.
"Jogeum (sedikit)," kata Heejin masih sibuk melihat satu buku ke buku lainnya.
"Kau tunggu sebentar, jangan ke mana-mana." Jaemin pun melesat meninggalkan Heejin seorang diri.
Pandangan Heejin mengikuti gerak cepat Jaemin yang kemudian menghilang di balik pintu. "Cih, dia banyak berubah," ujarnya tersenyum senang mengetahui betapa perhatiannya sang suami.
Tidak lama Jaemin kembali lagi dengan membawa roti dan camilan. Menaruh semua bawaannya di atas meja. Dia pun mencari keberadaan Heejin di antara rak buku.
"Heejin, ayo, makan dulu!" Tidak ada yang merespon, Jaemin masuk lebih dalam. "Heejin-ah, kau di mana?"
Kali ini juga sama, hening. "Jeon Heejin!" seru Jaemin mulai panik, entah mengapa rasa cemas datang begitu saja.
"Jaemin-ah, yeogi (di sini)!" Heejin melongok dari balik rak buku. Rupanya ia sedang menaiki tangga.
Jaemin menghembuskan napas lega. Syukurlah karena apa yang terlintas di pikirannya akan Heejin yang menghilang karena diculik penghisap maut itu salah.
"Kenapa tidak langsung menjawab, sih," keluh Jaemin.
"Maaf, tidak kedengaran." Heejin menaiki tangga lebih tinggi lagi ketika tangan Jaemin membuka satu cemilan rasa barbeque.
Di antara banyak buku berjajar, ada satu buku berwarna merah mencolok yang mencuri perhatian Heejin. Buku itu diletakan di bagian rak paling atas, mengharuskan Heejin menaiki tangga untuk mengambilnya. Namun, sungguh sial tangga yang ternyata sudah lapuk, patah begitu dia menginjak dari setengah tinggi tangga.
Camilan bentuk kerucut berwarna putih itu berhamburan keluar dari kemasan ketika dengan sigap Jaemin menangkap tubuh Heejin. Secara spontan Heejin melingkarkan lengannya di bahu Jaemin. Seperkian detik berikutnya mata mereka bertemu. Heejin Menyadari satu lengan Jaemin mengelilingi punggungnya, dan lengan lainnya di belakang lututnya.
"Sekali merepotkan tetap merepotkan, bagaimana kalau tidak ada aku."
Gendongan ala bridal style yang mendebarkan. Membawa Jaemin dan Heejin semakin dekat sampai dapat mendengar napas masing-masing. Napas Heejin naik turun, sungguh ia sangat takut jatuh dari ketinggian satu setengah meter.
Detik berikutnya Jaemin merendahkan kepala ke arah Heejin. Otomatis napas Heejin tercekat dengan mata terbuka lebar mendapati mulut sang pangeran terbuka sebelum akhirnya mendarat di dada sebelah kirinya. Ternyata satu camilan tersangkut di kerah baju Heejin yang terbuat dari bahan renda dan lebarnya menutupi bahu.
"Sayang sekali aku baru membuka camilannya," kata Jaemin sambil mengunyah, mengalihkan pandangan pada Heejin yang buru-buru tersenyum kikuk.
Jaemin menurunkan tubuh Heejin perlahan.
"Terima kasih."
"Sudah seharusnya aku membantu orang normal sepertimu, mengambil buku saja harus naik tangga."
"Lalu kalian para vampir bagaimana mengambilnya?"
Langsung saja Jaemin melompat tinggi, tangannya dengan mudah menjangkau buku merah. "Seperti ini," kata Jaemin kemudian memberikan buku tersebut pada Heejin. "Lain kali kau bisa meminta bantuanku."
"Woah, hebat... kalau begitu aku akan sering merepotkanmu." Heejin tidak bisa mengendalikan debaran hati saat tangannya disentuh, membawanya untuk berjalan.
"Dengan senang hati," balas Jaemin, aneh sekali sekarang ia bersedia direpotkan dan sangat menyukai kata merepotkan yang dilontarkan Heejin.
***
Koridor yang dilalui Jeno tidak cukup ramai, karena letaknya di lantai empat khusus untuk ruangan klub. Langkah kaki lebar terkesan cepat itu menjauhi satu ruangan, dimana ada Jaemin dan Heejin di dalamnya. Tangan yang menjinjing kresek terayun selaras dengan langkah terburu.
Kalau bisa ia ingin membuang perasaan menyebalkan yang muncul saat melihat kedekatan Jaemin dan Heejin. Berlari menuruni anak tangga, berbelok memasuki lantai tiga. Tubuhnya terhuyung, nyaris terjatuh.
"Lee Jeno!"
Kalau bisa ia ingin membalas perasaan wanita yang tengah menghampirinya. Bukan karena terpaksa atau pengalihan seperti sebelumnya, tetapi nyata. Mencintai tanpa harus menyakiti.
"Kau kenapa, sakit?"
"Lee Nakyung, mari kita memulai kembali." Tanpa sadar ajakan untuk kembali menjalin hubungan terlontar.
"Kau bilang apa?" tanya Nakyung dengan pandangan menyelidik.
"Kita balikan lagi, bukan sebagai sahabat, karena aku tau itu akan sulit," tutur Jeno sambil menatap lekat, ia segera menambahkan, "tetapi sebagai kekasih."
***
THANKS FOR READING
Don't forget for vote, comment and share
Bagi yang belum follow akun ini, silahkan di follow dulu.
Menurut kalian apa jawaban Nakyung?
a. Iya, aku mau
b. Tidak, terimakasih
c. Jawaban a dan b salah
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro