Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 8 - SCHOOL LIFE

    ARC I – THE SCARLET MOONLIGHT

"Sekarang saat yang tepat untuk melihat-lihat sekolah. Mungkin waktunya tidak cukup untuk melihat semuanya, tapi selalu ada besok untuk menyelesaikannya betul?" Marisa berdiri dan bersiap keluar kelas untuk mengantar Flandre untuk melihat-lihat sekolah.

"Hihi, kurasa juga begitu Kirisame. Saya akan mengikuti saja." Flandre juga beranjak dari kursinya dan mengikuti Marisa keluar.

"Berhubung sekalian kita akan makan siang dan bertemu Reimu dan Alice, berarti kita mulai dari sisi barat gedung sekolah. Ikuti saya, putri."

"Tunjukkan jalannya, nona Kirisame"

Mereka berdua berjalan menuju sisi barat, melewati beberapa ruang kelas anak kelas 1, dan beberapa dari mereka menyapa Marisa yang tentu saja sering membantu mereka dalam kegiatan klub. Dan mereka semua hanya terpana melihat seorang gadis mengikuti Marisa dan mereka baru tahu bahwa dia adalah siswi baru yang datang dari Rumania. Mereka juga terkejut karena Scarlet dapat membalas sapaan mereka baik dalam bahasa Inggris maupun Jepang dengan fasih. Mereka tiba di ruangan pertama, laboratorium.

"Ini adalah laboratorium akademi. Bisa dibilang sebenarnya laboratorium ini merupakan kumpulan dari berbagai laboratorium, dari Fisika, Kimia, Biologi, Matematika, dan Bahasa. Entah dari mana datangnya dana-dana untuk membangun laboratorium seluas dan selengkap ini, tapi kau pasti akan terkesan saat pertama masuk." Marisa menjelaskan seperti seorang pemandu.

"Wah, apakah kita dapat masuk untuk melihat-lihat?" Flandre terlihat senang dan bertanya, namun Kirisame hanya menggaruk pipinya sambil tertawa kecil.

"Haha, sayangnya kita tidak bisa masuk selain ada kelas atau kegiatan klub yang akan dimulai sepulang sekolah. Kita bisa menggunakannya di luar jam itu apabila ada izin khusus."

"Oh begitu. Sayang sekali ya. Tapi sepertinya menyenangkan. Saya akan sabar menunggu kesempatan itu."

"Untung kau tidak kecewa, baiklah kita ke tempat berikutnya." Mereka berjalan menaiki tangga menuju sebuah ruangan yang tertutup rapat, tetapi sayup-sayup terdengar suara orang bernyanyi dan alunan musik.

"Ini adalah ruang seni, sama seperti laboratorium di sini cukup luas untuk menjadi tempat berkumpul klub seni apabila mereka bersiap-siap untuk lomba atau acara khusus. Sekarang mereka sedang berlatih untuk lomba festival tahunan Genso Art. Aku tidak banyak membantu di klub ini karena aku tidak bisa main musik, tapi aku sering membantu menyiapkan peralatan mereka. Mereka orang-orang yang baik, gadis-gadis klub seni itu."

"Membantu klub? Apa kau tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Kirisame? Saya pikir ketika kau menyapa para adik kelas tadi kau merupakan anggota dari banyak klub."

"Hahaha, tidak tidak. Aku tidak punya waktu untuk mengurusi kegiatan klub, karena itu aku melakukan perjanjian dengan semua klub yang aku sebenarnya ingin ikut bahwa aku menjadi tenaga pembantu saja. Seandainya klub itu ikut lomba, aku masih tetap dihitung sebagai peserta."

"Kau merupakan seseorang yang bertalenta Kirisame. Saya kagum."

"Aduh, jadi malu nih dipuji sama cewek manis hehe."

"Ah, kau bisa saja. Selanjutnya kita ke mana?"

"Berikutnya kita ke perpustakaan. Kebetulan tempatnya juga di lantai ini. Atau kita ke kantin saja langsung? Jika kau sudah lapar, kita bisa ke sana sekarang."

"Tidak apa-apa. Kebetulan kenalanku ada di perpustakaan. Saya mau menyapanya dulu."

"Oke, aku juga penasaran. Kalau tidak salah, dia adalah penjaga perpustakaan yang baru kan?"

"Sepertinya begitu. Kami berpisah saat masuk ke gedung, karena saya harus ke ruangan kepala sekolah dulu untuk melihat jadwal dan kelas saya."

"Hee begitu. Ya sudah, nanti kenalkan aku ya."

"Tentu saja." Dan setelah berjalan sedikit mereka tiba di perpustakaan. Setelah membuka pintu, mereka menghampiri meja resepsionis. Dan di sana ada seorang wanita dengan baju panjang memakai ornamen bulan sabit di rambutnya yang berwarna keunguan. Matanya terlihat lelah namun fokus kepada buku yang ada di tangannya. Flandre kemudian menyapa wanita itu.

"Nona Patchouli, bagaimana pekerjaanmu?" "...." "Nona Patchouli?" "...." Patchouli terlalu fokus ke bukunya sehingga ia tidak mendengarkan Flandre yang memanggilnya. Marisa hanya berdiri bingung, Flandre berpikir sejenak kemudian sambil tersenyum mendekati Patchouli di balik meja dan kemudian berbisik perlahan, "Patchouli sayang, bagaimana penelitianmu?" sambil menggunakan suara berat seperti orang tua. Marisa terkejut dan Patchouli tiba-tiba kaget, "Eh? Guru, tidak boleh! Jangan memanggilku begitu! Lagipula aku sedang.." "SHUSSHH" Seluruh perpustakaan memintanya diam dan Patchouli sadar kalau dia tadi terlalu keras. Patchouli segera menutup mulutnya menggunakan tangannya dan menoleh ke arah Flandre yang berusaha menahan tawa. Marisa memalingkan muka sambil gemetar menahan tawa.

"Flan? Ada apa? Bukankah kau seharusnya di kelas?" Patchouli berusaha memulihkan diri.

"Sekarang jam istirahat Patchouli. Saya sedang melihat-lihat isi sekolah bersama teman."

"O-oh, begitu. Lalu, di mana temanmu? Apakah gadis ini?" Tanya Patchouli sambil menunjuk ke Marisa.

"Waw, cantik juga ya ternyata. Eh maaf, saya Marisa Kirisame. Teman sekelas Scarlet. Salam kenal nona.." "Knowledge. Patchouli Knowledge. Itu namaku. Salam kenal Kirisame. Terima kasih atas pujiannya. Saya tidak pernah menerima pujian itu dari seorang gadis." Marisa dan Patchouli saling memperkenalkan diri.

"Terima kasih juga telah menemani nona Scarlet hari ini. Saya memang orang dekat nona, tetapi saya juga harus bekerja di sini. Jadi mohon maaf jika merepotkan."

"Tidak, tidak. Bukan apa-apa, lagipula saya yang menawarkan diri untuk ini. Jika anda butuh bantuan untuk mencari sesuatu di sekolah ini, saya bisa membantu. Jadi anda ternyata penjaga perpustakaan yang baru."

"Hm. Sepertinya saya datang di saat yang tepat. Banyak sekali buku yang tidak pada tempatnya, jumlah stok juga tidak sesuai. Banyak sekali yang harus dibenahi di sini. Yah, tapi buku di sini juga bagus-bagus. Buku-buku yang tidak ada di mansion tersedia di sini. Ini sangat membantu dalam penelitian saya."

"Penelitian?" Marisa bertanya.

"Patchouli dan Ayah saya adalah murid dan guru yang tengah meneliti tempat-tempat yang berpotensi memiliki aliran s-"

"Flandre Scarlet, ingat pesan dari guru soal itu?" Patchouli langsung memotong Flandre sebelum ia menyelesaikan kalimatnya.

"Ah, iya. Mohon maaf. Saya tidak boleh memberitahu lebih lanjut."

"(Mencurigakan. Tapi kalau urusannya pribadi, aku juga nggak enak nanyanya. Aku biarkan saja.) Oh nggak masalah kok. Oh ya, sebaiknya kita cepat ke kantin. Nanti kita terlambat."

"Kau benar. Kalau begitu, saya lanjutkan ceritanya di rumah saja nona Patchouli. Dan jangan lupa makan siang dulu. Kita akan kerepotan kalau kau terkapar."

"Kau tidak perlu mengatakan itu nona Scarlet! Ya, sampai nanti nona, dan kau juga Kirisame."

Marisa dan Flandre meninggalkan perpustakaan dan menuju kantin. Marisa mendapat pesan dari Reimu kalau dia dan Alice sudah mengamankan tempat untuk mereka makan. Dan ia juga sudah membelikan 2 box makan siang untuk Marisa dan Flandre.

"Kita beruntung. Tempat dan makanan sudah dapat. Maaf ya Scarlet. Sepertinya aku baru bisa menunjukkan cara membeli makan di kantin lain kali. Reimu sudah membelikan kita makan siang. Kuharap kau tidak keberatan."

"Sama sekali tidak Kirisame. Tidak apa-apa, bukankah kau sendiri yang bilang yang tidak bisa diselesaikan sekarang, selesaikan saja besok. Begitu kan?"

"Hahaha, betul betul. Kau cepat mengerti juga. Hm, mana mereka..Ah itu dia!" Marisa melihat Reimu mengangkat tangan untuk memberi tahu posisinya. Alice juga ada di dekatnya dan baru saja membuka bekalnya.

"Silahkan duduk Scarlet. Dan biar kuperkenalkan dua sahabatku ini, yang menggunakan bando ini namanya Alice Margatroid dari kelas C dan yang berambut hitam ini adalah Reimu Hakurei dari kelas E. Kamu pasti ingat, yang duduk di depan meja guru. Alice, Reimu, ini Flandre Scarlet. Murid baru dari Rumania."

"Salam kenal nona Scarlet. Aku Alice Margatroid. Panggilnya Alice saja jika repot. Semoga kita bisa berteman dekat." Alice menjabat tangan Flandre.

"Reimu Hakurei, panggilan Reimu. Kita ketemu lagi Scarlet, salam kenal ya."

"Salam kenal, Margatroid, Hakurei. Nama saya Flandre Scarlet. Ini pertama kalinya saya bersekolah dan bersosialisasi dengan orang lain selain keluarga dekat. Karena itu mohon bimbingan dan kesabarannya."

"Wah, benar kata Reimu. Bicaranya sopan dan terlihat seperti putri. Eh, maaf jika aku menyinggung. Aku tidak bermaksud."

"Haha, tidak apa-apa. Lalu, apakah kita akan makan sekarang?" "Ah! Reimu, makanannya!" Marisa menengadahkan tangan untuk meminta makanan. Dan Reimu memberikannya sambil berkata, "Nih. Untuk Scarlet gratis, buat kamu bayar ya. Crepe enak dekat stasiun buat pengganti sebanding kayaknya."

"Wah jangan dong. Uangku mau kusimpan buat beli barang yang udah lama aku cari."

"Hahaha, jangan khawatir Marisa. Kan uangmu juga berkurang terus tiap hari." Canda tawa memenuhi meja. Flandre tersenyum melihat situasi yang belum pernah dialaminya. Dia merasa seharusnya ia canggung atau gugup, tapi bersama mereka sepertinya menyenangkan begitu katanya dalam hati. Melihat ke meja terdapat 3 box makanan dengan tulisan 1, 2, 3. Bingung akan maksudnya, Flandre bertanya ke Marisa.

"Pertama, terima kasih Hakurei sudah membelikan makanan bagi kami berdua. Nanti akan saya belikan makanan sebagai balas budi. Kedua, arti nomor-nomor ini kalau saya boleh tahu apa ya?"

"Kau tidak perlu melakukan itu Flandre, santai saja dengan kami. Tapi terima kasih atas tawarannya, kami akan menerimanya dengan senang hati. Nomor ini maksudnya adalah untuk membedakan box makanan ini milik siapa. Nomor 1 ini milikku, nomor 2 ini milik Marisa, dan yang 3 milikmu. Ayo silahkan dimakan."

"Baik, saya buka ya." Di box 1, berisi nasi tempura dengan sosis. Box 2 berisi mi goreng dengan jamur. Dan box 3 berisi nasi kari. Aromanya membuat Flandre menelan ludah sedikit, karena ia belum pernah makan masakan Jepang sekalipun semenjak tiba di Gensokyo dan ia juga tidak kuat makan masakan yang bumbunya terlalu kuat atau pedas. Tetapi ia tahu kalau tidak sopan menolak makanan yang sudah dibelikan oleh teman barunya, dan ia sendiri juga ingin tahu rasanya.

"Kenapa? Apa ada yang salah? Tenang saja, kari ini tidak pedas kok. Bibi kantin tidak suka masakan pedas, karena itu semua kari di sini tidak ada yang pedas." Reimu menjelaskan.

"Oh, maaf. Bukan begitu, ini pertama kalinya saya melihat masakan kari. Sakuya tidak pernah memasak masakan lokal karena kakak tidak begitu suka."

"Sakuya? Siapa itu kalau aku boleh tahu?" Alice bertanya.

"Sakuya Izayoi. Pelayan kami. Sebenarnya ia lebih muda dari kita semua, tetapi Sakuya sangat terampil dan bekerja keras. Dulu kami menemukannya tertidur di depan gerbang rumah kami di Eropa, dan semenjak saat itu Sakuya sudah seperti anggota keluarga kami sendiri."

"Wah! Punya pelayan sendiri. Enak sekali ya."

"Ufufu, kalau begitu mari kita makan teman-teman. Kita bisa lanjutkan sesudah ini."

"Kau benar, selamat makan semua."

Mereka berempat menyantap makan siang dan Flandre berusaha menahan rasa bumbu kari yang sangat kuat, tetapi ia tetap bersabar. Hingga akhirnya Marisa menawarkan untuk membagi karinya sedikit jika ia tidak kuat. Alice juga menawarkan kuenya. Flandre merasa senang bahwa teman-teman barunya merupakan orang yang baik dan ramah. Ia semakin tidak sabar untuk menceritakannya ke Remilia sepulang sekolah. Sekolah berlanjut dengan normal seperti biasa dan tiba waktunya pulang. Reimu, Marisa, dan Flandre berjalan meninggalkan ruang kelas menuju kelas C. Kemudian Alice keluar dari kelas menghampiri mereka. Flandre menawarkan teman-temannya untuk berkunjung ke rumahnya untuk mengenal mereka lebih dekat, tetapi Reimu menolak dengan halus.

"Anu, mohon maaf Flandre. Kami bertiga sudah ada janji untuk bertemu bu Yakumo untuk keperluan sekolah. Bagaimana kalau besok saja? Itu juga kalau kau tidak keberatan? Kalian berdua bagaimana?" Keduanya mengangguk. Flandre terlihat kecewa tetapi tersenyum setelah Reimu menawarkan hari lain tanda bahwa mereka mau berkunjung.

"Oh saya yang seharusnya meminta maaf. Kalian sudah ada janji, tetapi saya seenaknya mengajak kalian tiba-tiba. Tentu saja! Akan saya siapkan kedatangan kalian. Ini pertama kalinya saya akan punya tamu sendiri."

"Hehe, reaksimu imut juga ya." Celetuk Marisa.

"Imut? Hihi, terima kasih. Baiklah kalau begitu, saya pergi menghampiri Patchouli dulu. Kita bertemu lagi besok teman-teman. Besok saya akan membawa bekal sendiri juga seperti Alice, dengan begini kita bisa bertukar makanan lagi seperti tadi."

"Ooh, boleh juga idemu Flandre. Alice, buatkan bekal yang enak ya. Itu lho, scone yang sudah lama nggak kamu buat. Ya boleh ya?"

"Aku akan buat, tetapi hanya untuk Flandre. Marisa, kau bisa buat sendiri kan? Atau jangan-jangan kau tidak bisa?"

"Che, meremehkan juga kamu. Aku bakal bawa bekal juga besok. Tunggu saja."

"Hihi. Kalian semua benar-benar orang yang menyenangkan. Kalau begitu, sampai jumpa." Flandre berbalik dan menuju perpustakaan. Kemudian Reimu, Alice, Marisa pergi ke dojo tempat Ran menunggu. Di sana Ran sudah berubah wujud dan Chen berdiri di sampingnya.

"Ah, kalian sudah datang. Aku dengar ada murid baru di kelas E. Benar begitu?"

"Ya bu Ran. Anaknya cantik dan manis banget! Dia orang asing bu. Namanya Flandre Scarlet."

"Scarlet ya? Hmm, begitu ya. Ini menarik sekali." Ran berbicara dengan nada berbisik.

"Ibu bicara apa? Kami tidak bisa dengar."

"Eh, bukan apa-apa. Untuk latihan kita, kita perlu tempat yang lebih luas dari ini, karena kita akan ke dojo rumah Yakumo. Kalian ikuti aku." Ran mengangkat tangannya dan tiba-tiba sebuah 'celah' terbuka di depannya dan Chen berjalan masuk ke dalam kemudian diikuti Ran dan yang lainnya.

Sementara itu di perpustakaan..

"Fuh, akhirnya selesai juga. Masih banyak yang perlu dibenahi, tetapi aku menemukan buku bagus."

"Patchouli, kau sudah selesai? Ayo kita pulang."

"Ah, Flan. Ya sebentar, biar aku matikan komputer dan lampu dulu." Setelah itu, keduanya meninggalkan perpustakaan dan berjalan ke depan gerbang sekolah sambil menunggu Meiling datang menjemput.

"Jadi, bagaimana sekolah hari pertama?" Patchouli bertanya sambil mengeluarkan Handphone untuk membalas pesan.

"Menyenangkan sekali! Rasanya berbeda sekali belajar bersama banyak orang di dalam satu kelas. Dan teman-teman sekelas semuanya baik, saya merasa diterima di sini." Flandre menjawab dengan wajah yang berseri-seri dan mata berbintang.

"Um, bagus kalau begitu. Aku sempat kepikiran kau sulit untuk beradaptasi, karena kau tidak terbiasa di luar."

"Ehehe, kau terlalu khawatir. Saya baik-baik saja, saya memang jarang keluar rumah. Tetapi kakak selalu mengajari cara bersosialisasi, dengan begitu saya dapat cepat akrab dengan orang lain."

"Kakakmu itu perhatian sekali. Oh ya, mengenai misi...Apa ada masalah?"

"Tidak ada, walaupun petunjuk besar bagi mereka ada di nama saya. Tetapi mengawasi mereka bukan masalah."

"Bagus, ingat Flandre, jangan sampai mereka tahu bahwa kita juga merupakan Fantasy Maiden sama seperti mereka.'"

"Eh? Mereka juga sama?"

"Aura yang kurasakan dari gadis yang tadi datang bersamamu ke perpustakaan terasa seperti itu. Tapi menurutku mereka masih baru mendapat kekuatan mereka, jadi bukan hambatan bagi misi kita. Tunggu, justru misi kita akan lebih mudah karena hal itu."

"Dengan begini, prediksi kakak juga menjadi jelas. Lalu, selanjutnya bagaimana Patchouli? Apa kita akan melawan mereka nanti?"

"Entahlah, aku tidak akan bertarung juga. Itu urusan Remilia jika ia mau menghabisi mereka, tetapi pesan guru adalah mengajak mereka baik-baik."

"Saya mengerti. Tapi..bolehkah saya berteman dengan mereka lebih lama lagi?"

"Flan.."

"Mereka, bukan orang-orang jahat yang dapat membahayakan kita. Kalau bisa, saya tidak ingin dibenci oleh mereka. Setidaknya, sampai kehidupan sekolah ini selesai."

Flandre berbicara dengan tegas kalau itu yang dia inginkan. Patchouli berpikir sejenak, Flandre tidak pernah memaksakan keinginannya selama ini.

"Aku mengerti..aku akan bicara soal ini pada Remilia juga. Sebenarnya, pekerjaan menjadi penjaga perpustakaan bukan hal yang buruk."

"Terima kasih, Patchouli. Kamu benar-benar teman yang baik."

"Hus, sudahlah. Bukankah biasanya aku juga begitu?"

"Hihi..iya." Tidak lama kemudian Meiling tiba dan mereka pulang menuju ke mansion. Sementara itu, seorang pria berjalan menuju ke sekolah sambil membawa 2 pedang, yang satu panjang dan besar dan yang satu lebih kecil dan pendek.

"Hmm, di sini ya tempatnya. Aku hanya perlu ke dojo, dan gerbangnya sudah disiapkan. Kenapa tidak menyediakannya di dekat rumahku saja? Bukannya sama saja."

"Hahaha, mana mungkin segampang itu? Nenek tua itu pasti bakal terus menjahilimu. Habisnya kamu akrab banget sama Yuyuko." Di sebelahnya tiba-tiba muncul sebuah bola roh yang terlihat padat. Dan bola itu berubah wujud menjadi orang tersebut, walaupun kakinya masih memiliki ekor hantu.

"Diam kau, aku kan penjaga Yuyuko. Sudah tugasku kalau aku harus selalu ada di dekatnya. Dan lagipula, kenapa kau muncul sekarang dan merubah wujudmu?" Tanya pria itu kepada roh tadi.

"Eh? Kenapa ya? Entahlah, karena kemungkinan besar akan ada youkai yang datang kemari? Pedangmu itu adalah pedang pembasmi youkai. Youkai secara tidak langsung akan tertarik, dan mereka yang lemah akan haus darah untuk menghabisimu."

"Jadi, kau mau sukarela menjaga gerbang sampai urusanku selesai?"

"Cih, enak aja. Ya boleh sih, tetapi kau berhutang padaku oke?"

"Kita kan orang yang sama, masa aku berhutang ke diriku sendiri."

"Ya ya, terserah. Aku pinjam pedangmu ya." Roh tersebut mengambil pedang yang berukuran besar, yaitu Roukanken dan langsung memasang posisi siaga.

"Oke, aku pergi dulu. Jangan ragu untuk memanggilku jika butuh bantuan."

"Lawan para keroco bukan masalah bagiku. Aku bosan juga cuma makan makanan biasa. Youkai dan semacamnya lebih cocok buatku."

"....Kita akan bicarakan ini nanti. Sampai nanti." Pria itu bergegas menuju dojo, dan tidak lama kemudian muncul 5 youkai berwujud hewan dan makhluk yang bentuknya tidak masuk akal.

"Hmm? Youkai dari bawah tanah? Menarik sekali. Cukup buat senang-senang sekarang. Hyaahh!!" Roh itu menerjang langsung ke arah para youkai. Para youkai berteriak marah dan bersiap menyerang, tanpa mengetahui takdir mereka selanjutnya. "Konpaku Sword Technique! Final Cut!" Teriak roh itu sebelum ia menebas youkai-youkai yang ada di depannya. Dan kemudian, beberapa youkai muncul lagi di sekitarnya.

"Belum puas ya? Ayosini! Youki Konpaku dari klan Konpaku! Siap melawan kalian!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro